Bersabarlah Terhadap Kekurangan Pasangan, Pria Ini Rela Berpura-pura Buta Selama Lima Belas Tahun
Penulis Penulis | Ditayangkan 01 Mar 2017Maraknya perceraian yang dilakukan di negeri ini, utamanya oleh para artis, merupakan salah satu tanda mulai sirnanya kesetiaan kepada pasangannya.
Memang, dalam berumah tangga, akan banyak ditemukan ketidaksesuaian pada diri pasangan kita. Namun, hal itu adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan gemilang.
Dan, di sinilah terletak alasan mengapa menikah diganjari dengan pahala yang berlimpah.
Sejatinya, ketika diri mau sedikit menurunkan ego, apa yang dialami atau dilakukan oleh pasangan kita, adalah representasi dari diri kita yang sebenarnya.
Jikapun misalnya kita adalah orang baik, kemudian pasangan kita adalah orang yang belum baik, maka yang harus dilakukan adalah saling melengkapi, saling memperbaiki diri, dan seterusnya. Bukan saling menyalahkan, apalagi menghakimi bahwa diri adalah yang paling benar.
BACA JUGA: Lebih Dari Dua Puluh Ribu Kali Di Bagikan, Kisah Cinta Wanit Ini Sanggup Membuat Setiap Pembacanya Menangis
Dalam sebuah kisah yang dilansir dari pkspalembang.or.id diterangkan, ada seorang suami yang telah menuju medan peperangan. Perang, dalam hal ini adalah cara terbaik untuk mempertahankan diri.
Dengan gagah, pria ini menuju medan laga. Demi kebebasan, pria-pria itu rela meninggalkan keluarganya.
Di tengah kecamuknya perang, ketika pasukan tambahan baru saja tiba, tersiarlah kabar bahwa istri dari pria tersebut tengah mengalami penyakit kulit.
Wajah cantiknya, berangsur berubah menjadi jelek, dan menjijikkan. Kabar yang diterimanya ini adalah pukulan telak. Lantas, atas ijin komandan pasukan, pria ini memutuskan untuk pulang dan menemani istrinya, hingga sembuh.
Sebelum pulang, entah karena apa, pria ini mengalami kebutaan. Bagi istri, ini adalah duka di atas duka. Ketika dirinya terjangkiti penyakit dan kecantikannya hancur lebur, sang pangeran hatinya pulang membawa kebutaan.
Namun, ia berupaya tegar sehingga keduanya bisa saling bersinergi dalam melanjutkan biduk rumah tangga.
BACA JUGA: Jangan Galau Merantau Jauh Menahan Rindu, Hanya Doamu yang Menguatkanku
Hingga akhirnya, terhitunglah masa lima belas tahun, keduanya bersama dalam suka dan duka. Bagi suami, bukanlah hal yang mudah, menghabiskan seratus delapan puluh bulan bersama wanita yang menderita penyakit kulit.
Alih-alih menikmati kecantikan istrinya, ia justru dihinggapi rasa takut jika sewaktu-waktu tertular. Bagi istri, mendampingi suami yang buta juga bukan hal yang mudah. Karena ia harus selalu ada di sampingnya dalam memenuhi kebutuhan pasangannya itu.
Tapi kisah, selalu memiliki hikmah. Hingga kemudian, setelah lima belas tahun, sang istri sembuh dari penyakit kulit. Wajahnya kembali seperti semula, cantik mempesona. Kerabat dan sahabatpun saling mendatangi keluarga itu untuk mengucapkan selamat.
Hingga akhirnya, satu diantara sahabat sang pria dalam peperangan itu melontarkan pertanyaan yang tak biasa, “Hai, Fulan. Aku heran. Mengapa kau mendadak buta ketika mendengar kabar bahwa istrimu sakit kulit yang mengakibatkan kecantikannya hilang?”
Seluruh hadirin saling memandang untuk kemudian memusatkan perhatian pada Fulan yang diberi pertanyaan. Secara mengejutkan, pria ini bertutur, “Ketauhilah wahai istri dan sahabatku sekalian. Bahwa selama ini, sejatinya, aku hanya berpura-pura buta.” Sontak saja, semua yang hadir kaget dan saling berbisik antara satu dengan yang lainnya.
Dalam jenak, ia melanjutkan, “Ini kulakukan, agar istriku tak terluka hatinya. Ketika ia mengetahui bahwa aku mengalami kebutaan, maka dia tidak akan canggung berhadapan denganku. Karena, dalam pikirannya, aku tidak bisa melihat rusaknya wajah yang dahulu cantik. Jadi, sebenarnya aku melihat. Sandiwara ini kulakukan demi keberlangsungan rumah tangga yang telah kami bangun sebelumnya.”
Demikianlah, kisah cinta selalu membuat decak kagum pembacanya. Hanya orang-orang hebat yang bisa menganyam kesabaran sepanjang lima belas tahun. Hanya orang-orang pilihan yang mempu menutup dan menambal aib pasangannya selama itu.
Dan untuk perjuangan tersebut, Allah akan berikan ganjaran yang besar. Bukankah Dia sudah berkali-kali menyebutkan bahwa Dia bersama orang yang sabar?
Memang, dalam berumah tangga, akan banyak ditemukan ketidaksesuaian pada diri pasangan kita. Namun, hal itu adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan gemilang.
Dan, di sinilah terletak alasan mengapa menikah diganjari dengan pahala yang berlimpah.
Sejatinya, ketika diri mau sedikit menurunkan ego, apa yang dialami atau dilakukan oleh pasangan kita, adalah representasi dari diri kita yang sebenarnya.
Jikapun misalnya kita adalah orang baik, kemudian pasangan kita adalah orang yang belum baik, maka yang harus dilakukan adalah saling melengkapi, saling memperbaiki diri, dan seterusnya. Bukan saling menyalahkan, apalagi menghakimi bahwa diri adalah yang paling benar.
BACA JUGA: Lebih Dari Dua Puluh Ribu Kali Di Bagikan, Kisah Cinta Wanit Ini Sanggup Membuat Setiap Pembacanya Menangis
Dalam sebuah kisah yang dilansir dari pkspalembang.or.id diterangkan, ada seorang suami yang telah menuju medan peperangan. Perang, dalam hal ini adalah cara terbaik untuk mempertahankan diri.
Dengan gagah, pria ini menuju medan laga. Demi kebebasan, pria-pria itu rela meninggalkan keluarganya.
Di tengah kecamuknya perang, ketika pasukan tambahan baru saja tiba, tersiarlah kabar bahwa istri dari pria tersebut tengah mengalami penyakit kulit.
Wajah cantiknya, berangsur berubah menjadi jelek, dan menjijikkan. Kabar yang diterimanya ini adalah pukulan telak. Lantas, atas ijin komandan pasukan, pria ini memutuskan untuk pulang dan menemani istrinya, hingga sembuh.
Sebelum pulang, entah karena apa, pria ini mengalami kebutaan. Bagi istri, ini adalah duka di atas duka. Ketika dirinya terjangkiti penyakit dan kecantikannya hancur lebur, sang pangeran hatinya pulang membawa kebutaan.
Namun, ia berupaya tegar sehingga keduanya bisa saling bersinergi dalam melanjutkan biduk rumah tangga.
BACA JUGA: Jangan Galau Merantau Jauh Menahan Rindu, Hanya Doamu yang Menguatkanku
Hingga akhirnya, terhitunglah masa lima belas tahun, keduanya bersama dalam suka dan duka. Bagi suami, bukanlah hal yang mudah, menghabiskan seratus delapan puluh bulan bersama wanita yang menderita penyakit kulit.
Alih-alih menikmati kecantikan istrinya, ia justru dihinggapi rasa takut jika sewaktu-waktu tertular. Bagi istri, mendampingi suami yang buta juga bukan hal yang mudah. Karena ia harus selalu ada di sampingnya dalam memenuhi kebutuhan pasangannya itu.
Tapi kisah, selalu memiliki hikmah. Hingga kemudian, setelah lima belas tahun, sang istri sembuh dari penyakit kulit. Wajahnya kembali seperti semula, cantik mempesona. Kerabat dan sahabatpun saling mendatangi keluarga itu untuk mengucapkan selamat.
Hingga akhirnya, satu diantara sahabat sang pria dalam peperangan itu melontarkan pertanyaan yang tak biasa, “Hai, Fulan. Aku heran. Mengapa kau mendadak buta ketika mendengar kabar bahwa istrimu sakit kulit yang mengakibatkan kecantikannya hilang?”
Seluruh hadirin saling memandang untuk kemudian memusatkan perhatian pada Fulan yang diberi pertanyaan. Secara mengejutkan, pria ini bertutur, “Ketauhilah wahai istri dan sahabatku sekalian. Bahwa selama ini, sejatinya, aku hanya berpura-pura buta.” Sontak saja, semua yang hadir kaget dan saling berbisik antara satu dengan yang lainnya.
Dalam jenak, ia melanjutkan, “Ini kulakukan, agar istriku tak terluka hatinya. Ketika ia mengetahui bahwa aku mengalami kebutaan, maka dia tidak akan canggung berhadapan denganku. Karena, dalam pikirannya, aku tidak bisa melihat rusaknya wajah yang dahulu cantik. Jadi, sebenarnya aku melihat. Sandiwara ini kulakukan demi keberlangsungan rumah tangga yang telah kami bangun sebelumnya.”
Demikianlah, kisah cinta selalu membuat decak kagum pembacanya. Hanya orang-orang hebat yang bisa menganyam kesabaran sepanjang lima belas tahun. Hanya orang-orang pilihan yang mempu menutup dan menambal aib pasangannya selama itu.
Dan untuk perjuangan tersebut, Allah akan berikan ganjaran yang besar. Bukankah Dia sudah berkali-kali menyebutkan bahwa Dia bersama orang yang sabar?