Pengertian Akhlak Mahmudah Beserta Contoh Akhlak Mahmudah
Penulis Dewi puspita sari | Ditayangkan 20 Apr 2018Gambar ilustrasi via sdalifinayah
Akhlak secara bahasa memiliki arti tingkah laku. Sedangkan secara istilah akhlak merupakan sifat yang tertanam pada disi seseorang yang membuatnya bertingkah laku tanpa adanya paksaan dan tanpa ada pemikiran terlebih dahulu.
Lalu apa itu akhlak mahmudah?
Akhlak Mahmudah
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama' dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
Akhlak secara bahasa memiliki arti tingkah laku.
Sedangkan secara istilah akhlak merupakan sifat yang tertanam pada disi seseorang yang membuatnya bertingkah laku tanpa adanya paksaan dan tanpa ada pemikiran terlebih dahulu.
Jadi dengan kata lain akhlak merupakan perbuatan manusia yang terjadi pada dirinya sesuai dengan kebiasaanya.
Akhlak mahmudah adalah akhlaq yang terpuji, yaitu segala macam bentuk perbuatan, ucapan, dan perasaan seseorang yang bisa menambah iman dan mendatangkan pahala.
Akhlak mahmudah merupakan akhlak yang mencerminkan ajaran Rosulullah SAW, sebagaimana Beliau bersabda :
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ
Artinya :
“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (akhlak mahmudah) dan akhlak mazmumah (akhlak tercela).
Pengertian Akhlak Mahmudah
“Baik” dalam bahasa arab disebut “khair”, dalam bahasa inggris disebut “good”.
Dari beberapa kamus dan ensiklopedia diperoleh pengertian “baik” sebagai berikut :
Baik berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
Baik berarti yang menimbulkan rasa keharuan dalam keputusan, kesenangan persesuaian, dst.
Baik berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan dan member keputusan.
Sesuatu yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberi perasaan senang atau bahagia, bila ia dihargai secara positif.
Jadi, akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.
Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.
Orang yang memiliki akhlak terpuji ini dapat bergaul dengan masyarakat luas karena dapat melahirkan sifat saling tolong menolong dan menghargai sesamanya.
Akhlak yang baik bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan ahklak sebagai tindak tanduk manusia yang keluar dari hati.
Akhlak yang baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya.
Macam-macam Akhlak Mahmudah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan mendapatkan banyak sekali contoh akhlak mahmudah atau akhlak yang terpuji, seperti berikut ini :
1. Afwu atau pemaaf
Sifat pemaaf adalah akhlak yang sangat dianjurkan dalam berhubungan sosial, karena memaafkan kesalahan orang lain adalah sesuatu yang berat untuk dilakukan.
Untuk itulah, memaafkan atas kesalahan orang lain jauh lebih baik dari pada meminta maaf atas kesalahan sendiri.
2. Haya’ atau malu
Maksud “malu” di sini adalah memiliki sifat malu untuk melakukan sebuah keburukan, baik untuk diri sendiri maupun kepada orang lain.
Orang yang mempunyai sifat tidak hanya dari perasaan hati saja, tetapi uga ditunjukkan pada perkataan dan perbuatan.
Sifat haya’ atau malu merupakan salah satu cari 99 cabang iman :
الحَيَاءُ مِنَ الْاِيْمَانِ
Artinya :
“Malu adalah sebagian dari iman”.
3. Ta’awun atau Saling Menolong
Komunitas manusia yang sifatnya homogen pastinya menuntut mereka untuk saling membutuhkan satu sama lain.
Inilah mengapa manusia disebut “homo sapien”, yaitu tidak bisa hidup tanpa manusia lain.
Di sinilah fungsi saling menolong dan saling membantu sesama.
4. Khifdul lisan atau menjaga lisan
Lisan merupakan salah satu faktor besar yang bisa memecah tali persaudaraan, bahkan tidak jarang terjadi permusuhan, perkelahian, pembunuhan, dan lain sebagainya karena bersuber dari ketidakmampuan dalam menjaga lisan.
Dalam sebuah hadist, Rosulullah SAW bersabda :
سَلَامَةُ الْاِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ
Artinya :
“Keselamatan manusia tergantung dari bagaimana menjaga lisannya”
5. Amanah atau dapat dipercaya
Sifat amanah berarti memberikan kepercayaan diri kepada orang lain melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan, di mana ucapan dan tindakan tersebut berkesesuaian.
Lawan dari sifat amanah adalah sifat khianah (berhianat) yang merupakan salah satu tanda orang munafik.
6. Sidiq atau benar
Sidqu diartikan sebagai benar dan jujur, baik dalam perkataan, perbuatan, dan hati.
Kejujuran adalah akhak yang sangat penting dan harus dilestarikan dalam mengiringi berbagai macam aktivitas kehidupan kita, karena praktek-praktek kejujuran sudah mulai punah dari masa ke masa.
7. Adil
Sifat adil memang bisa diartikan dengan berbagai macam versi, yaitu tidak berat sebelah, tidak memihak, mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, seimbang, dan lain-lain.
Sifat adil merupakan akhlak yang harsu dimiliki oleh setiap muslim, terutama bagi pemimpin, karena sifat inilah yang bisa menjadi salah satu faktor kerukunan dan perdamaian.
8. Ta’dhim atau menghormati orang lain
Dalam berhubungan sosial, semua orang pasti ingin dihormati dan dihargai.
Di sinilah tempat sifat ta’dhim kepada orang lain, yaitu menghormati orang lain apalagi kepada orang yang lebih tua.
Sedangkan orang yang lebih tua juga harus mampu menghargai orang yang lebih muda.
Dengan demikian, maka akan tercipta saling tolerasi antara sesama.
9. Tawadhu’ atau sopan santun
Sifat tawadlu’ adalah perwujudan dari sifat ta’dhim. Demikian, orang yang bisa menghormati orang lain pasti akan bertindak sopan santun kepadanya, tidak berbuat sesuka hati, tidak semenah-menah, dan mampu memberikan hak orang lain dalam berhubungan sosial.
10. Tadarru’ atau rendah hati
Orang yang memiliki sifat rendah hati pasti mampu menghargai orang lain dan karyanya, tidak merasa lebih baik melebihi orang lain, tidak suka menyombongkan diri, dan tidak suka membanggakan diri.
Sedangkan lawan dari sifat rendah hati adalah sifat tinggi hati atau sombong.
11. Muhasabatun nafsi atau intropeksi diri
Manusia adalah tempat salah dan lupa, tidak ada manusia sempurna tanpa melakukan kesalahan.
Tetapi sebaik-baik manusia yang berbuat salah adalah manusia yang bisa mengevaluasi kesalahan dan berusaha memperbaikinya.
Intropeksi diri sangat penting untuk menyongsong masa depan ukhrowi dan duniawi, yaitu intropeksi diri atas dosa-dosa dan mengevaluasi diri atas sebuah kegagalan.
12. Tafakkur atau berpikir
Tafakkur adalah memanfaatkan waktu untuk banyak berpikir tentang keagungan Allah SWT atas apapun yang telah Dia ciptakan.
Tafakkur sangat bermanfaat untuk memberikan kekaguman diri atas keagungan Allah SWT, semakin bersyukur atas rohmat dan nikmat-Nya.
Semakin menguatkan hati dalam beraqidah, dan juga menambah luasnya wawasan pengetahuan.
Namun, kita sebagai makhluk-Nya hanya boleh bertafakkur atas ciptaan-Nya, bukan bertafakkur atas Dzat-Nya.
13. Khusnudzan atau berprasangka baik
Berprasangka baik kepada orang lain sangatlah dianjurkan karena manusia tidak mengetahui seberapa besar kebaikan orang tersebut di sisi Allah SWT, hanya Allah SWT sendirilah yang mengetahuinya.
Sifat berprasangka baik juga menumbuhkan dampak-dampak positif kepada orang lain, misalnya menghindari sifat sombong, tidak mudah menyalahkan orang lain, dan lain-lain.
14. Sakho’ atau pemurah
Sifat pemurah adalah suka memberi adan berbagi atas apa yang dimiliki kepada orang lain, baik jika diminta maupun tanpa diminta.
Sifat ini memiliki banyak fadhilah dan keutamaan sebagai orang yang ahli bershodaqoh.
15. I’tsar atau mengutamakan kepentingan orang lain
Agama islam sangat menyerukan untuk mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri dalam berhubungan sosial.
Tanpa memandang siapa orang tersebut. Sebagaimana Allah SWT menceritakan sahabat Anshor dan sahabat Muhajirin dalam potongan Surat Al-Hasyr ayat 9 berikut ini :
وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Artinya :
“Dan mereka (sahabat Anshor) mengutamakan (kepentingan sahabat Muhajirin) di atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sangat membutuhkan (atas apa yang mereka berikan itu)”.
16. Sabar
Sabar diartikan sebagai sifat tabah dalam menghadapi segala macam bentuk cobaan hidup dan musibah yang menimpa.
Sifat sabar memang sangat berat kecuali bagi orang-orang yang memiliki pondasi hati kuat, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 45 :
وَاسْتَعِينُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِيْنَ
Artinya :
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan solat. Dan sesungguhya hal itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.
17. Qona’ah atau menerima dengan lapang
Qona’ah adalah menerima dengan lapang baik apapun takdir yang dituliskan Allah SWT, baik itu baik ataupun buruk.
Misalnya kebahagiaan, penderitaan, kesejahteraan, musibah, nasib baik, dan nasib buruk.
Tentu saja sangat berat untuk mempraktekkan sifat ini di dalam hati, kecuali bagi mereka yang memiliki keyakinan kuat untuk mendapatkan ridlo Allah SWT.
18. Syukur
Syukur diartikan sebagai wujud dari rasa berterima kasih kepada Allah SWT atas segala rohmat dan nikmat yang Dia berikan dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Wujud rasa syukur diungkapkan dengan perkataan, perbuatan, dan hati. Sedangkan lawan dari syukur adalah kufur.
19. Ikhlas
Ikhlas dalam bahasa diartikan sebagai tulus atau murni, yaitu melaksanakan setiap aktivitas (baik aktivitas yang berhubungan dengan dunia maupun aktivitas yang berhubungan dengan akhirat) semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo Allah SWT.
Sebagaimana pada doa iftitah dalam sholat yang sering kita baca :
اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya :
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam".
20. Taqwa
Taqwa adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah SWT dengan senantiasa menjalankan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang.
21. Tawakkal atau berpasrah diri
Tawakkal diartikan sebagai berpasrah diri kepada Allah SWT. Berpasrah diri di sini bukan berarti 100% pasrah tanpa melakukan usaha.
Justru tawakkal adalah bentuk kepasrahan diri tanpa menghilangkan nilai-nilai usaha.
22. Ikhtiyar atau berusaha
Manusia diwajibkan untuk berusaha dalam hal-hal yang bersifat ukhrawi dan duniawi, sedangkan usaha manusia harus disertai dengan tawakkal.
Artinya, manusia berusaha dengan diiringi keyakinan bahwa Allah SWT yang memberikan ketentuan atas usaha tersebut.
23. Zuhud
Zuhud adalah mengutamakan kepentingan akhirat di atas kepentingan dunia.
Orang-orang yang zuhud adalah orang-orang yang enggan berurusan dengan urusan dunia kecuali urusan dunia yang bisa mendukung urusan akhirat.
Seolah-olah mereka benar-benar tidak perduli atas segala macam kemewahan dunia yang bersifat semu, serta menghabiskan segenap waktu untuk beribadah, berdzikir, bermunajah, dan lain-lain.
24. Roja’ atau berharap
Roja’ adalah keinginan untuk mendapatkan rohmat, ampunan, dan ridlo Allah SWT sebagai bentuk harapan di dalam hati.
Bahkan bagi orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar sekalipun, roja’ adalah harapan disertai keyakinan kuat bahwa rohmat dan ampunan Allah SWT lebih luas.
Lawan dari roja’ adalah ya’su atau putus asa atas rohmat Allah SWT.
25. Wira’i atau berhati-hati
Wirai adalah menjaga diri dengan senantiasa menghindari hal-hal yang bersifat dosa, haram, dan syubhat.
Orang yang memiliki sifat wira’i senantiasa meneliti serta berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan dosa, memakan barang haram dan barang syubhat, orang seperti ini disebut wara’.