Rezeki Suamiku Berlimpah Setelah Aku Tak Lagi Kerja

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 11 Jun 2018
Rezeki Suamiku Berlimpah Setelah Aku Tak Lagi Kerja
Ilustrasi via wajibbaca.com

Secara logika jika gaji istri Rp 5 juta dan suami Rp 5 juta perbulannya, maka keluarga ini menerima Rp 10 juta setiap bulannya.

Namun Nyatanya, Istri Kerja Membantu Keuangan Keluarga, Eh Kok Masih Kurang Aja...

Jangankan di Jakarta kota yang keras, ditempat Anda tinggal sekarang saja rasanya di masa ini tak cukup hanya mengandalkan gaji suami karena itu banyak istri yang ikut bekerja tanpa henti...

Kebanyakan itu yang jadi alasan istri 'turun gunung' ikut banting tulang.

Tapi apa ia istri ikut bekerja ini harus menjadi solusi satu satunya?

Tapi apakah istri yang ikutan turun tangan mengais rezeki sanggup menyelesaikan solusi keuangan?

Saya kasih jawaban pastinya.
Ketika suami dan istri sama-sama berpenghasilan, belum tentu menjamin hidup lebih makmur. Masalah keuangan tetap saja menghantui, wong yang namanya uang makin dapat banyak juga tetap saja kurang.

Memang secara teoritis sih itu berkebalikan, karena ada penghasilan tambahan dari istri yang bekerja, seharusnya kan keuangan semakin makmur?

Terus apa yang salah kalau terus-terusan merasa kurang?

Mungkin asumsi di bawah ini bisa menjadi biang kerok kenapa istri kerja tetap tak bikin perubahan keuangan keluarga meskipun ikut bekerja.

1. Istri bekerja gaya hidup pun berubah

Secara ditempat kerja istri temen temenya pada bawa smartphone X keluaran terbaru, tas gemes terbaru dll.

Begitu pula suami, mumpung pendapatan keluarga lebih dari sebelumnya sekarang bisa deh beli beli barang hobi, alat pancing kek, tongkat golf kek...

Ketika keuangan keluarga masih mengandalkan suami, istri biasanya sangat piawai mengaturnya. Yang menonjol adalah sikap superselektif saat belanjakan uang.

Hidup irit dan hemat jadi rumusnya. Tapi enggak saat istri sudah bekerja.

Muncul sifat ‘lebih mampu’ belanja lebih banyak dari biasanya karena di alam bawah sadar tertanam pikiran ‘punya duit lebih’ dari biasanya.

Ketika pemasukan ada lebihan dan di saat bersamaan pos-pos pembelanjaan bertambah, sama saja enggak ada perubahan. Inilah yang membuat tambahan penghasilan dari istri yang bekerja sama sekali tak berasa efeknya.

2. Akhirnya jadi ngutang.

Yang dulunya gaji suami 5 juta cukup malah bisa nabung, kini pendapatan berdua malah nggak cukup.

Gara-gara temen istri punya smartphone X dan tas merk Gemes.

Lagian kan bulan depan gajian, nggak apa-apa kan ngutang. Akhirnya salah kaprah kan.

Secara logika memang demikian lalu bagaimana secara agama?
Mungkin tidak ada larangan bagi perempuan bekerja, seperti disebutkan dalam surat al-Qashash, ayat-23-28.

Dimana disana dikisahkan mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja menggembala kambing di padang rumput, yang kemudian bertemu dengan Nabi Musa AS.

Baca Dulu: Bolehkah Seorang Istri Bekerja? Ini Penjelasannya

Namun beda dulu beda sekarang. Mungkin saat ini jika wanita bekerja diluar rumah akan lebih banyak mudharatnya.

1. Misal tidak mengenakan pakaian yang menutup aurat

Terkadang ada perusahaan yang tidak membolehkan pekerja wanita memakai jilbab, dan bawahan panjang.

2. Jadi satu kantor campur baur pria wanita, jadinya berkhalwat.

Sabda Rasulullah Saw “tidak boleh berkhalwat (bersepi-sepian) antara laki-laki dengan wanita kecuali bersama wanita tadi ada mahram”.

Sebagaimana antara dalil yang menunjukkan keperluan untuk tidak bercampur dan berasak-asak dengan kumpulan lelaki sewaktu bekerja adalah firman Allah SWT:

وَلَمَّا وَرَدَ مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

“Dan tatkala ia ( Musa a.s) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang (lelaki) yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia mendapati di belakang lelaki-lelaki itu, ada dua orang wanita yang sedang memegang (ternaknya dengan terasing dari lelaki).

Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya” (Al-Qasas: 24).

3. Namanya perempuan cenderung pamer

Entah pamer perhiasan, atau pamer kecantikannya.

Wanita dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki, seperti firman Allah SWT :

“Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama”(QS Al-Ahzaab 33).

4. Kalau sudah berkumpul dan bercanda, memerdukan suaranya.

Para wanita diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.

Larangannya tegas dan jelas di dalam Al-Quran;

Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik` (QS Al-Ahzaab 32).

5. Bisa saja terjadi cinlok, saat kondisi hubungan dengan suami pas ada masalah meski kecil

Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ……..”(QS An Nuur 30-31)

Menahan pandangan saja harus dijaga, apalagi sampai terjadi perselingkuhan.

6. Kewajiban dirumah jadi terbengkalai

Mungkin banyak tugas dirumah adalah tugas suami, namun itu kembali kepada adat yang berlaku dilingkungan itu. Dimana bila seorang istri harus menjaga anak anak dan rumah itu kewajibannya.

Berbeda lagi, jika disana perempuan hanya melayani suami dan semua tugas rumah adalah tugas suami. Biasanya yang seperti ini suami akan membayar pembantu rumah tangga.

7. Tak boleh jika suami tidak ridho

Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah. Terkadang seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung. Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.

Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun para ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya…” (At-Taubah: 71).

Kesimpulan yang dapat kita ambil secara logika banyak mudarat pun demikian secara agama. 

Maka dari itu kenapa saat istri bekerja rezeki pun tetap tak cukup. Mulai sekarang jadikan ini semua sebagai bahan perenungan.
SHARE ARTIKEL