Ketika Kiai Diprotes karena Membeli Mobil Mewah Ratusan Juta Dengan Alasan Cinta Diniawi
Penulis Penulis | Ditayangkan 18 Jul 2016Alkisah seorang ulama kharismatik di daerahnya sebut saja Kiai Iman membeli sebuah mobil mewah seharga hampir 500 juta rupiah. Padahal, di rumahnya sudah ada mobil yang juga cukup mahal, kira-kira 200-an juta rupiah. Dipakailah mobil mewat itu untuk mudik Lebaran sebagaimana lazimnya para perantau, demikian kutipan dari nu.or.id.
Suatu ketika seorang tamu datang ke kediaman Kiai Iman untuk bersilaturahim dan halal bihahal dengannya. Melihat dua mobil mewah terparkir di depan rumah, si tamu pun tak betah menahan tanya.
"Mohon maaf, Kiai, itu mobil mewah punya Kiai?
"Ya, itu mobil saya. Kenapa? Tanya balik Kiai Iman.
"Enggak apa-apa, Kiai. Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?” Si tamu makin kepo.
Kiai pun menjawab, "Ah itu mobil murah, cuma 475 juta.”
Mendengar jawaban sang kiai tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya: mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis?
Entah apa yang dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai. "Mohon maaf, Kiai, Anda ini seorang kiai kenapa Anda mengajarkan kepada santri untuk cinta dengan duniawi?”
"Kok bisa?” Sahut Kiai Iman.
"Ya jelas, karena Kiai membeli mobil mewah, padahal sudah punya mobil mahal.”
"Kalau orang melihat saya beli mobil, lalu mereka ingin seperti saya, kenapa kalau saya shalat malam orang tidak ingin seperti saya. Kalau saya zikir malam kenapa mereka tak ingin seperti saya. Kalau saya berbuat baik kenapa orang tak ingin berbuat baik seperti saya.”
Mendengar jawaban sang kiai, si tamu pun terdiam. Tampak merenung dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Iman. Ia pun seperti sadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap hal-hal duniawi bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi.
Cinta dunia sesungguhnya tak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki. Zuhud seseorang bergantung pada sikap batinnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, meski tampak tak punya harta sama sekali, itu sudah masuk cinta dunia (hubbud dunya)
Suatu ketika seorang tamu datang ke kediaman Kiai Iman untuk bersilaturahim dan halal bihahal dengannya. Melihat dua mobil mewah terparkir di depan rumah, si tamu pun tak betah menahan tanya.
"Mohon maaf, Kiai, itu mobil mewah punya Kiai?
"Ya, itu mobil saya. Kenapa? Tanya balik Kiai Iman.
"Enggak apa-apa, Kiai. Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?” Si tamu makin kepo.
Kiai pun menjawab, "Ah itu mobil murah, cuma 475 juta.”
Mendengar jawaban sang kiai tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya: mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis?
Entah apa yang dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai. "Mohon maaf, Kiai, Anda ini seorang kiai kenapa Anda mengajarkan kepada santri untuk cinta dengan duniawi?”
"Kok bisa?” Sahut Kiai Iman.
"Ya jelas, karena Kiai membeli mobil mewah, padahal sudah punya mobil mahal.”
"Kalau orang melihat saya beli mobil, lalu mereka ingin seperti saya, kenapa kalau saya shalat malam orang tidak ingin seperti saya. Kalau saya zikir malam kenapa mereka tak ingin seperti saya. Kalau saya berbuat baik kenapa orang tak ingin berbuat baik seperti saya.”
Mendengar jawaban sang kiai, si tamu pun terdiam. Tampak merenung dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Iman. Ia pun seperti sadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap hal-hal duniawi bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi.
Cinta dunia sesungguhnya tak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki. Zuhud seseorang bergantung pada sikap batinnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, meski tampak tak punya harta sama sekali, itu sudah masuk cinta dunia (hubbud dunya)