Mengapa Surat al-Ikhlas Sebanding dengan Sepertiga Al-Quran?

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 07 Dec 2016
Mengapa Surat al-Ikhlas Sebanding dengan Sepertiga Al-Quran?
Surat Al Ikhlas

Surah Al ikhlas diwahyukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Mekah sehingga dikatakan sebagai surat Makiyah. Surat Al Ikhlas menjadi pusat dalam ajaran substantif Islam yang mengajarkan tentang keesaan Allah SWT. Dalam kajian akademis, surat Al Ikhlas memiliki arti dan makna bahwa ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah monoestik/Esa, bukan politeistik (banyak Tuhan).

Surat Al Ikhlas dikatakan senilai dengan sepertiga al-Quran, hal ini bersumber dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Melansir konsultasisyariah.com, Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

Di suatu malam, ada seorang sahabat yang mendengar temannya membaca surat al-Ikhlas dan diulang-ulang. Pagi harinya, sahabat ini melaporkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan nada sedikit meremehkan amalnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, surat al-Ikhlas itu senilai sepertiga al-Quran.” (HR. Bukhari 5013 dan Ahmad 11612).

Baca Juga: Menurut Rasulullah SAW, Inilah 4 Kriteria Wanita yang InsyaAllah Masuk Surga

Dalam hadis lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat,

أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

“Sanggupkah kalian membaca sepertiga al-Quran dalam semalam?”

Mereka bertanya, ‘Bagaimana caranya kita membaca 1/3 al-Quran?’

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

(قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

“Qul huwallahu ahad senilai sepertiga al-Quran.” (HR. Muslim 1922).

Makna al-Ikhlas 1/3 al-Quran

Dalam al-Quran, ada 3 pembahasan pokok:

[1] Hukum, seperti ayat perintah, larangan, halal, haram, dst.

[2] Janji dan ancaman, seperti ayat yang mengupas tentang surga, neraka, balasan, termasuk kisah orang soleh dan kebahagiaan yang mereka dapatkan dan kisah orang jahat, berikut kesengsaraan yang mereka dapatkan.

[3] Berita tentang Allah, yaitu semua penjelasan mengenai nama dan sifat Allah.

Karena surat al-Ikhlas murni membahas masalah tauhid, bercerita tentang siapakah Allah Ta’ala, maka kandungan makna surat ini menyapu sepertiga bagian dari al-Quran.

Kita simak keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar,

قوله ثلث القرآن حمله بعض العلماء على ظاهره فقال هي ثلث باعتبار معاني القرآن لأنه أحكام وأخبار وتوحيد وقد اشتملت هي على القسم الثالث فكانت ثلثا بهذا الاعتبار

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Senilai sepertiga al-Quran” dipahami sebagian ulama sesuai makna dzahirnya. Mereka menyatakan, bahwa surat al-Ikhlas senilai sepertiga dilihat dari kandungan makna al-Quran. Karena isi Quran adalah hukum, berita, dan tauhid. Sementara surat al-Ikhlas mencakup pembahasan tauhid, sehingga dinilai sepertiga berdasarkan tinjauan ini.  (Fathul Bari, 9/61)

Penjelasan kedua,

Bahwa isi quran secara umum bisa kita bagi menjadi 2:

[1] Kalimat Insya’ (non-berita): berisi perintah, larangan, halal-haram, janji dan ancaman, dst.

[2] Kalimat khabar (berita): dan berita dalam al-Quran ada 2:

[a] Berita tentang makhluk: kisah orang masa silam, baik orang soleh maupun orang jahat.

[b] Berita tentang khaliq: penjelasan tentang siapakah Allah, berikut semua nama dan sifat-Nya.

Mengingat surat al-Ikhlas hanya berisi berita tentang Allah, maka surat ini menyapu sepertiga makna al-Quran.

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

ولذلك عادلت ثلث القرآن لأن القرآن خبر وإنشاء والإنشاء أمر ونهي وإباحة والخبر خبر عن الخالق وخبر عن خلقه فأخلصت سورة الإخلاص الخبر عن الله

Surat al-Ikhlas senilai 1/3 al-Quran, karena isi al-Quran ada 2: khabar dan Insya’. Untuk Insya’ mencakup perintah, larangan, dan perkaran mubah. Sementara khabar, di sana ada khabar tentang kkhaliq dan khabar tentang ciptaan-Nya. Dan surat al-Ikhlas hanya murni membahas khabar tentang Allah. (Fathul Bari, 9/61)

Pahalanya Senilai Membaca 1/3 al-Quran

Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya memberikan pahala ibadah kepada hamba-Nya dengan nilai yang beraneka ragam. Ada ibadah yang diberi nilai besar dan ada yang dinilai kecil. Sesuai dengan hikmah Allah. sehingga, umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang usianya relatif pendek, bisa mendapatkan pahala besar tanpa harus melakukan amal yang sangat banyak.

Umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi oleh Allah lailatul qadar, yang nilainya lebih baik dari pada 1000 bulan. Ada juga masjidil haram, siapa yang shalat di sana dinilai 100.000 kali shalat. Kemudian surat al-Ikhlas, siapa membacanya sekali, dinilai mendapatkan pahala membaca 1/3 al-Quran.

Dan Allah Maha Kaya untuk memberikan balasan apapun kepada hamba-Nya sesuai yang Dia kehendaki.

Senilai dalam Pahala bukan Senilai dalam Amal

Kami ingatkan agar kita membedakan antara al-Jaza’ dengan al-ijza’.

Al-jaza’ (الجزاء) artinya senilai dalam pahala yang dijanjikan

Al-Ijza’ (الإجزاء) artinya senilai dalam amal yang digantikan.

Membaca surat al-Ikhlas mendapat nilai seperti membaca 1/3 al-Quran maknanya adalah senilai dalam pahala (al-Jaza’). Bukan senilai dalam amal (al-Ijza’).

Sehingga, misalnya ada orang yang bernadzar untuk membaca satu al-Quran, maka dia tidak boleh hanya membaca surat al-Ikhlas 3 kali, karena keyakinan senilai dengan satu al-Quran. Semacam ini tidak boleh. Karena dia belum dianggap membaca seluruh al-Quran, meskipun dia mendapat pahala membaca satu al-Quran.

Sebagaimana ketika ada orang yang shalat 2 rakaat shalat wajib di masjidil haram. Bukan berarti setelah itu dia boleh tidak shalat selama 50 puluh tahun karena sudah memiliki pahala 100.000 kali shalat wajib.

Baca Juga: InsyaAllah, 6 Keberkahan Akan Kita Dapat dengan Rajin Shalat Dhuha

Benar dia mendapatkan pahala senilai 100.000 kali shalat, tapi dia belum disebut telah melaksanakan shalat wajib selama puluhan tahun itu.

Berbeda dengan amal yang memenuhi al-Ijza’, seperti jumatan, yang dia menggantikan shalat dzuhur. Sehingga orang yang shalat jumatan tidak perlu shalat dzuhur. Atau orang yang tayammum karena udzur, dia tidak perlu untuk wudhu, karena tayammum senilai dengan amalan wudhu bagi orang yang punya udzur.

Syaikhul Islam mengatakan,

فالقرآن يحتاج الناس إلى ما فيه من الأمر والنهي والقصص ، وإن كان التوحيد أعظم من ذلك، وإذا احتاج الإنسان إلى معرفة ما أُمر به وما نهي عنه من الأفعال أو احتاج إلى ما يؤمر به ويعتبر به من القصص والوعد والوعيد : لم يسدَّ غيرُه مسدَّه ، فلا يسدُّ التوحيدُ مسدَّ هذا ، ولا تسدُّ القصص مسدَّ الأمر والنهي ولا الأمر والنهي مسدَّ القصص ، بل كل ما أنزل الله ينتفع به الناس ويحتاجون إليه

Al-Quran, dibutuhkan manusia keterangan mengenai perintah, larangan, dan semua kisahyang ada, meskipun tauhid menjadi kajian paling penting dari semua itu. Ketika seseorang butuh untuk mengetahui perintah dan larangan dalam masalah perbuatan, dan butuh  untuk merenungi setiap kisah, janji dan ancaman, maka kajian lainnya tidak bisa menutupi  kebutuhan dia pada itu semua. Kajian tauhid tidak bisa menggantikan kajian perintah dan larangan, demikian pula masalah kisah, tidak bisa menggantika perintah dan larangan atau sebaliknya. Namun semua yang Allah turunkan bermanfaat bagi manusia dan dibutuhkan mereka semua.

Lalu beliau mengatakan,

فإذا قرأ الإنسان { قل هو الله أحد } : حصل له ثوابٌ بقدر ثواب ثلث القرآن لكن لا يجب أن يكون الثواب من جنس الثواب الحاصل ببقية القرآن ، بل قد يحتاج إلى جنس الثواب الحاصل بالأمر والنهي والقصص ، فلا تسد { قل هو الله أحد } مسد ذلك ولا تقوم مقامه

Jika seseorang membaca surat al-Ikhlas, dia mendapat pahala senilai pahala sepertiga al-Quran. Namun bukan berarti pahala yang dia dapatkan sepadan dengan bentuk pahala untuk ayat-ayat Quran yang lainnya. Bahkan bisa jadi dia butuh bentuk pahala dari memahami perintah, larangan, dan kisah al-Quran. Sehingga surat al-Ikhlas tidak bisa menggantikan semua itu. (Majmu’ al-Fatawa, 17/138).

Allahu a’lam.

SHARE ARTIKEL