Sudah Terlanjur Nazar Bolehkah Dibatalkan?

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 22 Jan 2017
Sudah Terlanjur Nazar Bolehkah Dibatalkan?

Pada dasarnya nazar itu wajibdilaksanakan apabila telah diucapkan. Dan bila telah diucapkan maka tidak boleh dicabut lagi. Karena nazar itu merupakan janji kepada Allah. Kecuali bila nazarnya itu mengandung kemaksiatan atau kemudharatan. Maka tidak boleh dilakukan. Bernadzar itu hukumnya boleh, meski sesungguhnya kurang disukai oleh sebagian ulama.Sebelumnya, kita perlu memahami nadzar. Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan tentang definisi nadzar,

Sikap seorang hamba mewajibkan diri sendiri tanpa paksaan, untuk melakukan perbuatan tertentu yang aslinya tidak wajib secara syariat, dalam rangka ibadah kepada Allah, dengan ucapan nadzar (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 40:136).

Atau dengan ungkapan yang lebih ringkas, nadzar adalah mewajibkan kepada diri sendiri untuk melakukan pebuatan tertentu yang pada asalnya tidak wajib, dalam rangka beribadah kepada Allah.
Berdasarkan definisi di atas, ada dua hal yang perlu dibedakan yaitu,

BACA JUGA : Cari Calon Istri Perawan Memang Penting, Tapi Apa Masih Ada?

Yang pertama, kalimat nadzar yang diucapkan pelaku.
Yang kedua pelaksanaan nadzar.

Bolehkah Nadzar Dibatalkan?
Ada dua pengertian yang berbeda dari pertanyaan tersebut:
Pertama, menarik kembali kalimat nadzar yang telah diucapkan.
Semacam ini tidak dibolehkan, karena para ulama menegaskan bahwa kalimat nadzar yang diucapkan pelaku, sifatnya mengikat dan tidak bisa ditarik kembali.Umar bin Khatab mengatakan,

“Empat hal dianggap sah, apapun keadaannya: membebaskan budak, talak, nikah, dan nadzar.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, no. 18403).

Yang dimaksud menarik kembali ucapan nadzar adalah si pelaku mencabut nadzar yang dia ucapkan, kemudian dia beranggapan seolah belum mengucapkan kalimat nadzar tersebut.
Hanya saja, para ulama memberikan pengecualian satu nadzar yang wajib ditarik kembali, yaitu nadzar kesyirikan. Misalnya orang bernadzar untuk makhluk yang dia agungkan, seperti Husein atau bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nadzar semacam ini wajib ditarik kembali, dan pelaku wajib bertaubat karena telah melakukan kesyirikan. (Simak, Mutiara Faidah Kitab Tauhid, Abdullah bin Salam, Hal. 83)

Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Siapa yang bernadzar untuk menaati Allah, maka dia wajib mentaati-Nya. Dan siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah maka janganlah dia bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari no. 6696).

Kedua, tidak melaksanakan isi nadzar
Al-Mardawi memberikan rincian yang bagus untuk orang yang tidak melaksanakan isi nadzarnya. Beliau membedakan berdasarkan ada dan tidaknya udzur untuk tidak melaksanakan nadzar tersebut. Beliau mengatakan

Jika ada orang yang nadzar puasa di bulan tertentu, kemudian dia tidak berpuasa tanpa ada udzur, maka dia wajib qadha dan membayar kaffarah sumpah –tanpa ada perselisihan–. Namun jika dia tidak melaksanakan puasa nadzarnya di bulan itu karena udzur, maka dia wajib qadha –tanpa ada perbedaan pendapat–. Sementara, apakah dia wajib membayar kaffarah? Ada dua keterangan dari Imam Ahmad. Pendapat yang dikuatkan para ulama Madzhab Hanbali, dia juga wajib kaffarah, dan pendapat ini dikuuatkan oleh Ibnu Qudamah dan yang lainnya (al-Inshaf, 16:439)
SHARE ARTIKEL