Bukan Hanya Orang Dewasa Yang Bisa Stress, Anak Juga Bisa, Berikut Beberapa Penyebabnya
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 22 Mar 2017Hj Fitriani FS, M.Si,Psi, Psikolog di Sekolah TB-TK Lentera Insan Depok, menjelaskan bahwa stres secara umum adalah kondisi emosional yang tidak stabil, yang menimbulkan perasaan yang tidak enak pada orang yang bersangkutan.
Pada dasarnya, stres yang dialami anak dan orang dewasa sama saja. Namun, beda penyebabnya. Hal ini terjadi karena pada setiap jenjang usia dan tahapan kehidupan seseorang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda.
Misalnya, anak TK, kebutuhan utamanya adalah rasa nyaman dan percaya kepada lingkungannya. Apabila kenyamanan dengan lingkungannya terganggu, misalnya ada sekelompok anak yang sering mengejeknya di sekolah, bila tidak segera ditangani anak akan stres. Sementara, orang dewasa sudah memiliki kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga dapat mengendalikan stresnya.
Kenali tandanya
Adanya interaksi orangtua dan anak yang berlangsung secara intensif, akan memudahkan mengenali prilaku anak yang sedang stres. Tanda itu akan tampak dari keceriaan anak. Anak yang stres biasanya lebih murung, tidak berminat lagi untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Semangat belajarnya menurun, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, sering membolos, dengan berbagai alasan, sakit misalnya.
BACA JUGA : Kakak Adik Selalu Berantem?? Kenali Penyebabnya Dan Berikut Solusinya
Tanda lainnya, anak menjadi lebih pendiam dan menarik diri dari pihak lain. Bahkan, ada yang sampai mengurung diri di kamar. “Jadi ada penurunan dalam beberapa aspek tingkah laku. Di sekolah, anak bisa jadi tambah galak, sering marah-marah. Karena mereka dalam keadaan tidak stabil dan butuh lebih banyak perhatian,” tutur ibu tiga anak ini.
Fitriani menjelaskan, melihat gejala stres pada anak yang pendiam memang lebih sulit. Bila pada anak yang ceria, perubahan keceriaannya akan langsung terlihat, maka pada anak yang pendiam baru terungkap bila sudah ada penurunan prestasi akademisnya karena konsentrasi belajarnya terganggu. Perlu dikenali, anak yang sudah lama mengalami tekanan, kondisinya akan makin parah dengan timbulnya keluhan fisik, seperti penyakit maag atau diare berkepanjangan.
Penyebab stres anak usia sekolah
1. Penyebab stres (stresor) yang paling utama pada anak usia sekolah adalah hal yang berhubungan dengan prestasi akademis. Misalnya, anak punya target mendapatkan nilai 9, namun yang diperolehnya nilai 5.
Terjadilah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Keadaan itu makin membuat anak tertekan, bila anak merasa tidak mampu dalam bidang apapun, harapannya tidak sesuai dengan kemampuannya, masih diperkuat dengan adanya cemoohan di lingkungannya, guru, teman atau bahkan orangtuanya.
2. berkaitan dengan teman-temannya, karena anak usia SD lebih banyak berorientasi kepada teman. Ketidakmampuannya mengikuti tingkah laku teman-temannya, menjadi sumber stresor tersendiri. Misalnya, teman-temannya sudah bawa HP, sedangkan dia belum. Atau, teman-temannya diantar jemput mobil pribadi, sementara dia tidak. “Dalam pergaulan di sekolah, anak-anak sudah mulai ada konformitas atau tuntutan untuk menjadi seperti teman-temannya,” urai Fitriani.
3. hubungan anak dengan orangtua. “Anak berharap orangtua di rumah tapi orangtuanya sibuk atau kurang perhatian, hal itu juga bisa menyebabkan stres pada anak itu,” jelas Master Sains Psikologi Perkembangan UI ini. Relasi hubungan yang positif antara anak dan orangtua akan memperkecil kemungkinan munculnya stres pada anak. Karena itu komunikasi antara anak dan orangtua harus berjalan lancar.
Stresor lainnya adalah penyakit yang diderita anak, seperti penyakit yang berkepanjangan dan tidak sembuh-sembuh. Anak menjadi stres karena dia harus, misalnya, menjalani terapi berulang-ulang dalam jangka panjang.
Cari penyebab dan penanganan yang tepat
Hal penting yang perlu diusut bila orangtua mencurigai ada gejala stres pada anak adalah menemukan stresornya. Meski gejala stres pada anak sama, misalnya murung. Namun, penyebabnya pada setiap anak akan berbeda. Selain itu, ambang toleransi setiap individu pada stres juga beda-beda.
Faktor lain yang juga mempengaruhi stres adalah temperamen anak. Ada anak yang temperamennya mudah dan ada yang sulit. Anak yang temperamennya mudah cenderung lebih toleran terhadap stres karena memiliki toleransi yang lebih besar dalam menghadapi stres. Sebaliknya, anak yang temperamennya sulit, sensitif dan mudah marah akan lebih mudah stres.
Pola asuh orangtua juga dapat memicu stres. Anak yang dibesarkan penuh toleransi dan dukungan akan beda dengan anak yang selalu dimarahi, dicemooh atau tidak diperhatikan.
Jadi, selain mencari sumber stresnya, yang juga dipertimbangkan adalah mengetahui model anak yang bersangkutan. Anak yang modelnya sulit, penanganan harus dilakukan secepat mungkin.
Bila penyebabnya dari orangtua, maka orangtua harus menyadari kesalahannya dalam mendidik anak, dan segera menemukan solusi yang tepat. “Stres yang bersumber dari orangtua memang lebih berat karena orangtua sulit disadarkan. Interaksi anak dan orangtua juga sangat intens hingga dampaknya lebih berat. Anak sulit keluar dari kondisi tersebut dan membutuhkan pertolongan orang lain untuk keluar dari stresnya,” jelas Fitriani .
Menghindari stres
Lalu bagaimana menghindari stres pada anak?
Pertama, hubungan anak-orangtua yang berkualitas. Pastikan komunikasi berjalan dengan baik, jaga kepercayaan anak agar anak nyaman menceritakan permasalahannya dengan orangtua. Bagi pasangan suami-istri yang bekerja, sisihkan waktu untuk menanyakan kabar anak. “Paling sedikit ada waktu 15 menit sehari yang dikhususkan untuk setiap anak. Sehingga bila ada masalah bisa cepat diketahui,” ungkap Fitriani yang pernah menjabat Ketua Asosiasi Psikolog Sekolah Wilayah DKI Jakarta.
Kedua, komunikasi verbal, yang juga penting dilakukan saat berkomunikasi adalah dengan interaksi fisik, seperti memeluk, mengacungkan jempol, merangkul, pandangan mata, saling tersenyum. Karena kehangatan bahasa tubuh itu akan membuat anak nyaman dan mendapat perlindungan, sehingga terhindar dari stres.
Ketiga, menjalin kontak dengan lingkungan anak. Orangtua harus menjalin kontak dan memiliki nomor-nomor penting yang berhubungan dengan anak. Bila ada masalah di sekolah, sebaiknya orangtua bertindak cepat, lakukan komunikasi dengan pihak sekolah untuk mencari jalan keluarnya. Di samping juga melakukan cross check dengan pihak-pihak terkait, misalnya dengan wali murid di sekolah, teman-temannya, termasuk orangtua mereka.
Keempat, sesuaikan target yang diharapkan anak dengan kemampuannya. Yakinlah, bahwa kecerdasan anak bukan hanya kecerdasan akademis semata. Bila kecerdasan akademisnya kurang, optimalkanlah kecerdasannya pada bidang yang lain. Memberikan target yang sesuai dengan kapasitasnya akan menghindarkan anak dari stres.