Alasan Kenapa Perempuan Lebih Siap Menikah Daripada Laki-laki
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 25 Apr 2017Sahabat, ada kenyataan menarik semasa single pada laki-laki dan perempuan, yaitu perbedaan suasana psikologis keduanya.
Pendiri Jogja Family Center, Cahyadi Takariawan menjelaskan bahwa pada masa lajang rata-rata perempuan lebih siap untuk menikah daripada laki-laki. “Perempuan lebih cepat memiliki kedewasaan dan kematangan psikologis dibandingkan pria,” ujarnya.
Lebih lanjut Cahyadi mengungkapkan hasil penelitian yang menjelaskan bahwa laki-laki tidak hanya butuh rasa ketertarikan dan kecocokan untuk menikah, tapi juga butuh kesiapan.
“Psikiater Alan Gratch, Ph.D yang selama 25 tahun meneliti dunia percintaan lelaki menemukan, sebanyak 49 persen lelaki menikah karena faktor telah menemukan ‘the one’, sedangkan 51 persen lelaki menikah karena faktor kesiapan,” paparnya.
Manfaatkan Waktu
Kondisi ini tak harus membuat kaum adam untuk berlama-lama melajang tanpa membuat perencanaan untuk menikah. Apalagi, bila menempatkan materi sebagai tolok ukur utama dalam mengukur kesiapan menikah.
“Jangan sampai menjadikan materi sebagai berhala yang diyakini dan dijadikan ideologi,” tegas Cahyadi. Di kutub yang lain, kondisi ini juga tak sepatutnya dijadikan alasan bagi kaum hawa untuk berkecil hati. Sebaliknya, ini adalah peluang banyaknya waktu untuk mempersipakan pernikahan.
Persiapan yang harus dilakukan, menurut Cahyadi, setidaknya ada lima aspek, yaitu persiapan moral- spiritual (ruhaniyah), persiapan pemahaman (fikriyah), persiapan fisik (jasadiyah), persiapan material (madiyah), dan persiapan sosial (ijtima’iyah).
Persiapan Moral-Spiritual
Kesiapan secara spiritual ditandai oleh mantapnya niat dan langkah menuju kehidupan rumah tangga. “Jika Anda seorang laki-laki, ada kesiapan dalam diri untuk bertindak sebagai suami dan ayah,” jelas penulis buku Di Jalan Dakwah Aku Menikah ini. Sementara bagi perempuan, harus ada kesiapan untuk membuka ruang bagi intervensi suami. “Siap pula untuk hamil, melahirkan, menyusui, dan beban-beban baru yang muncul akibat hadirnya anak,” tambah Cahyadi.
BACA JUGA : Cara Sederhana Agar Tetap Bahagia Menanti Datangnya Jodoh
Kesiapan moral juga tak kalah penting, bahkan Allah memberi tuntunan langsung dalam surat An-Nur ayat 26, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” Maka pantaskanlah diri kita untuk mendapatkan jodoh seperti yang kita harapkan. Terus mendekat kepada Allah swt dengan meningkatkan ibadah adalah kuncinya.
Persiapan Pemahaman
Dalam Islam, ilmu adalah dasar amal. Mu’adz bin Jabal ra pernah berkata, “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu,” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15).Amal yang dilakukan tanpa ilmu akan tertolak, termasuk menikah. Tak terbayangkan jika kita menghabiskan sisa hidup kita dengan seseorang, bekerja keras menghidupi keluarga, tapi Allah menolak amal pernikahan kita.Naudzubillah.
Di tataran praktis, menikah tanpa ilmu jelas akan melahirkan berbagai masalah. “Hak dan kewajiban, tata krama pergaulan suami istri dalam rumah tangga, dan berbagai pengetahuan yang menyebabkan kebaikan sebuah keluarga perlu dimengerti, sehingga belajar dan menyiapkan diri untuk memahami pernikahan merupakan suatu keharusan bagi setiap pribadi,” tutur Cahyadi.
Persiapan Fisik
Kesiapan fisik ditandai dengan adanya kesehatan yang memadai sehingga kedua pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami atau istri dengan optimal, salah satunya adalah kemampuan melakukan hubungan suami istri secara wajar. Tak kalah penting juga, hendaknya suami istri mengetahui kesehatan reproduksi masing-masing.
Sebagai penunjang, Cahyadi mengingatkan pentingnya mempertahankan kebugaran dengan berolahraga. “Kita tidak hanya membutuhkan kesehatan, namun juga kebugaran. Dengan badan yang sehat dan bugar, seseorang akan bisa tidur dengan nyenyak, makan terasa enak, dan dalam melaksanakan hubungan suami istri akan mencapai kepuasan bersama.”
Persiapan Material
“Persiapan material sebelum pernikahan lebih kepada kesiapan pihak laki-laki untuk menafkahi dan kesiapan perempuan untuk mengelola keuangan keluarga,” ujar Cahyadi. Persiapan ini bukan tentang seberapa besar modal yang kita punya untuk melakukan pernikahan. “Sebab, bila kita berhitung kelewat matematis, kita tidak akan bisa mencari jumlah minimal kebutuhan uang untuk hidup berkeluarga,” tambahnya.
Persiapan materi sebenarnya lebih tentang seberapa tinggi etos kerja kita untuk mencari nafkah dengan segenap kemampuan. Bagi perempuan, meski tidak memikul kewajiban materi, bukan berarti tidak penting baginya untuk bisa tetap produktif tanpa meninggalkan kewajibannya di rumah.
Persiapan Sosial
Menikah membuat status sosial seseorang meningkat di masyarakat, pun dengan tanggung jawabnya. Tak hanya membangun keluarga, pasangan suami istri juga punya kewajiban moral untuk menjadi anasir kebaikan di lingkungan mereka. Belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan sebelum menikah akan mempermudah pasutri untuk membaur dan memperbaiki lingkungan bersama-sama.
Ada banyak cara untuk membaur dengan masyarakat, mulai dari membagi masakan pada tetangga sebelah rumah, aktif di masjid, berpartisipasi dalam kerja bakti, dan berbagai kegiatan lain. “Belajar berinteraksi dengan realitas kehidupan masyarakat merupakan salah satu langkah yang perlu diambil oleh laki-laki dan perempuan agar nantinya tidak canggung ketika hidup berumah tangga dan bermasyarakat secara riil,” anjur Cahyadi.
High Quality Jomblo
Langkah-langkah persiapan ini sebenarnya bukan proyek tersendiri yang memakan waktu para lajang, justru ia adalah panduan untuk meningkatkan kualitas mereka sendiri. Ketika seseorang melakukan persiapan ruhani dengan terus mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kegiatan ruhaniyah, seperti tilawah Al-Qur’an, zikir, istighfar, shalat malam, puasa, dan lain sebagainya, otomatis ia akan mendapatkan kondisi sakinah atau ketenangan.
Di saat yang sama, ketika mereka menuntut ilmu tentang pernikahan, mendalami kewajiban sebagai qawwam(pemimpin), mempelajari teknik-teknik pengasuhan, membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan menjaga kebugarannya, ia menjadi lajang penuh karya, kreatif, produktif dan konstruktif. Ini nilai muntijah (produktif).
Hingga saat mereka berkiprah di tengah masyarakat, aktif berdakwah, berpartisipasi di kegiatan lingkungan, menggunakan waktu yang mereka miliki untuk memberikan kemanfaatan kebaikan bagi orang lain, inilah nilai keberkahan. Maka jadilah ia seorang lajang yang “sakinah, muntijah, dan barakah”. Kalau memakai istilah sekarang mungkin bisa disebut high quality jomblo.
Optimalkan Ikhtiar
Selain lima persiapan di atas, Cahyadi Takariawan juga memberikan beberapa tip untuk mengoptimalkan ikhtiar menjemput jodoh.
1. Persiapkan diri dengan baik untuk menerima amanah dari Allah berupa pasangan hidup.
2. Lakukan ikhtiar, baik secara lahir maupun batin. Usaha lahiriyah bisa dilakukan dengan upaya mencari jodoh melalui orang-orang salih, sedangkan usaha batiniyah dengan memperbanyak doa dan sikap tawakal kepada Allah.
3.Perluas pergaulan di lingkungan orang-orang shalih. Doa mereka dikabulkan Allah, nasihat dan motivasi dari mereka bisa memberi jalan untuk dipertemukannya kita dengan jodoh.
4. Tetaplah optimis akan rahmat Allah dan selalu bahagia. Hati yang selalu bahagia akan memancarkan pribadi yang menarik dan membuat orang lain melihat kita positif.
Semoga semakin mempermudah datangnya jodoh!