Ketika Perasaan Menyesal Datang Setelah Pernikahan....
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 06 Apr 2017Sahabat, penyesalan adalah satu kata yang seharusnya dihapus dalam kehidupan kita. Bukankah setiap hal yang menimpa diri seorang mukmin adalah kebaikan? Pantaskah kita menyesali kebaikan?
"Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran -yakni yang merupakan bencana- iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim)
Sayangnya, masih banyak yang suka menyesali masa lalu, termasuk menyesali pernikahannya.
"Saya merasa menyesal setelah menikah"
"Mengapa menyesal?"
"Menyesal... Kenapa nggak nikah dari dulu!"
Itu versi humornya, namun ada yang versi benaran menyesal setelah menikah:
"Setelah menikah, saya tinggal jauh dari orangtua dan keluarga."
"Ternyata suami tidak mau menafkahi saya dengan layak."
"Saya menyesal karena suami ternyata suka main serong."
"Pernikahan membuat saya terpenjara."
Perlu disadari bahwa rasa menyesal merupakan alarm bahwa kita perlu melakukan hijrah, lakukan perubahan! Bagaimana caranya menikmati nasi yang telah menjadi bubur, atau... Tinggalkan saja! Take it or leave it!
Akan tetapi, pastikan diri tidak akan menyesal karena meninggalkan bubur yang barangkali saja rasanya lebih lezat daripada nasi.
BACA JUGA : Cara Sederhana Yang Dapat Dilakukan Sang Istri Untuk Bersyukur Kepada Suami
Percayalah bahwa seseorang yang menyesali masa lalunya tidak akan mendapatkan kebaikan apapun jika tidak diiringi dengan pengambilan hikmah, memutuskan perubahan, atau mengiringi penyesalan dengan sifat sabar dan juga bertaubat.
Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala yang Allah berikan adala kebaikan, jika saat ini kita masih melihatnya sebagai keburukan, sangat mungkin dikarenakan kekerdilan kita dalam memaknai pemberianNya.
Bahkan bencana, kecacatan fisik, kecelakaan, penyakit, pasangan hidup yang menyebalkan, dan semua yang terlihat buruk bisa jadi merupakan hal yang baik untuk hidup kita. Tapi kita terlalu kerdil untuk memahaminya.
Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu… (QS. Al-Hadid:22-23)
Sahabat, hentikan rasa penyesalan atas apapun yang terjadi dalam rumah tangga kita, dan gantilah dengan rasa sabar, ikhlas, serta husnudzon bahwa Allah hanya memberi hal terbaik untuk diri kita.
Hentikan keinginan berandai-andai, "Coba dulu nggak menikah dengan dia..." atau sejenisnya, karena hal tersebut hanyalah membuka kesempatan bagi syetan untuk menjerumuskan kita ke lembah hina.
“Bersemangatlah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah, jika engkau tertimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan itu, maka tentu akan seperti ini”, akan tetapi katakanlah: “Allah telah mentakdirkan, dan apa yang Ia kehendaki, ia akan lakukan, dan sesungguhnya kalimat seandainya membuka perbuatan setan.”
Selamat mensyukuri hari-hari, atau bersabar dan lakukan perubahan bagi yang masih menyimpan penyesalan. Sungguh, Allah tidak mengubah nasib seseorang hingga ia mengubah terlebih dahulu apa yang ada pada dirinya.
Wallaahualam.