Tak Perlu Sungkan Kalau Soal Menagih Utang, Ini Penjelasan Haditsnya
Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 16 May 2017newteknoes.com
Memberikan pinjaman kepada orang lain baik teman atau saudara adalah sesuatu yang mulia.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).
Orang yang memberi utang kepada saudaranya, memberinya kemudahan dengan ikhlas karena Allah swt, InsyaAllah akan mendapatkan kemudahan di hari kiamat nanti.
Tapi, kadang orang yang berhutang ada yang mudah membayar utangnya, ada pula yang sangat susah.
Buat beberapa orang kadang menagih utang bikin nggak enak hati. Akhirnya, utang tersebut tidak ditagih padahal sebenarnya orang yang memberi utang membutuhkan uang.
Sebenarnya tak perlu merasa nggak enak hati untuk menagih utang, karena tidak menagih utang malah bisa membawa kerugian bagi orang yang memberi pinjaman maupun orang yang berhutang.
Misalnya, kita jadi kesal bertemu dengan ia yang berutang bahkan sampai melakukan ghibah tentang hutangnya. Siapa yang salah?
Di akhirat nanti, masalah utang ini juga belum selesai loh, masih tetap ditagih. Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Jadi, daripada masalah utang ini berbuntut panjang dan membawa kerugian bagi ia yang berutang, lebih baik ditagih kan?
Baca Juga: Cowok Mapan dan Tampan Memang Menarik, Tapi Lebih Menarik Kalau Beriman Plus Berilmu
Bukan berarti kita bersikap jahat kok, ketika kita menagih utang.
Kita dibolehkan untuk menagih utang dari orang yang berutang. Apalagi kalau orang yang berutang termasuk orang yang suka menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia punya dana untuk membayar.
Kalau sudah ditagih, tapi memang ia yang berutang masih dalam masa sulit, maka solusinya adalah memberikan waktu atau tempo. Allah swt berfirman,
“Jika dia (yang berutang) dalam kesulitan (tidak bisa melunasi setelah jatuh tempo), maka tunggulah sampai mendapatkan kondisi yang mudah (sehingga bisa melunasi utangnya). Dan jika kalian sedekahkan (diputihkan utangnya) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
Keutamaan orang yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi utang, Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi utang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006).
Dalam hadits lain juga disebutkan, Rasulullah saw bersabda,
“Siapa yang memberi tunda orang yang kesulitan, maka dia mendapatkan pahala sedekah setiap harinya. Dan siapa yang memberi tunda kepadanya setelah jatuh tempo maka dia mendapat pahala sedekah seperti utang yang diberikan setiap harinya.” (HR. Ahmad 23046, Ibnu Majah 2418 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Nah, tapi bukan berarti orang yang berutang bisa tenang-tenang saja.
Kalau memang orang yang berutang adalah seorang pelupa parah or akut, berarti harus ekstra rajin untuk mencatat utang yang dilakukan. Karena orang yang punya utang, tapi malas membayar utang termasuk melakukan kedzaliman loh. Rasulullah saw bersabda,
“Penundaan utang dari orang yang mampu melunasi adalah kedzaliman.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan lain-lain).
Orang yang berutang juga sebaiknya tidak menunda-nunda membayar utang, misalnya menunggu ditagih dulu. Eh, ternyata orang yang memberi utang malu atau bisa jadi dia tidak menagih, tapi mengeluh pada Allah swt karena membutuhkan dana tersebut.
Karena itu jangan diam saja, karena ini bisa memperburuk keadaan, yang tadinya memberi utang sebagai wujud kasih sayang sesama muslim, malah bisa berubah menjadi permusuhan.
Idealnya berkaitan dengan utang, orang kaya selalu dermawan menginfakkan harta Allah swt yang dititipkan padanya di jalan-jalan kebaikan. Orang yang fakir, hendaklah hidup qana’ah dan ridha dengan yang Allah swt tentukan padanya.
Bagaimana pun, berutang memang bukan perbuatan tercela, tapi semoga kita terhindar dari berutang dan kebiasaan berhutang. Yuk, rajin-rajin baca do’a Rasulullah berikut ini,
“Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).
Wallahu a’lam.