Surat Ini Untuk Suamiku "Maafkan Aku Sudah Banyak Berubah Dan Menomorduakanmu"

Penulis Penulis | Ditayangkan 19 Oct 2017
Surat Ini Untuk Suamiku

SUAMI PASTI MENYADARI B PERUBAHAN YANG ADA PADA ISTRINYA SURAT INI MENJADI BUKTI

Suamiku tersayang, Aku minta maaf.

Aku menyesal telah mengabaikanmu selama 4,5 tahun ini. Aku menyesal telah menomorduakan kebutuhan-kebutuhannmu.

Aku tahu engkau pasti bosan mendengar berbagai alasan mengapa aku selalu merasa lelah dan sakit kepala. Engkau pasti juga sering kecewa karena aku selalu terlelap lebih dulu setiap malam, sebelum engkau sempat menceritakan bahagia dan keluhmu.

Percayalah sayangku, aku berharap aku punya energi yang sama dengan yang aku punya lima tahun yang lalu. Namun sayangnya tidak.

Ada banyak perubahan yang terjadi ketika seorang perempuan telah menjadi istri dan ibu. Mereka adalah sosok yang berbeda dari wanita yang dulu suami nikahi.

Jika suami menyadari bahwa perlahan wanita yang ia nikahi mulai berubah, maka hal itu memang benar terjadi. Gadis muda yang dinikahi dulu, kini jadi seorang istri dan ibu yang memiliki tanggung jawab besar dalam rumah tangga.

Laura Birks, seorang blogger dari New Jersey menyadari hal itu sepenuhnya. Di usia pernikahannya yang menginjak 11 tahun, ia menulis surat untuk suaminya. Ia harus berkata jujur padanya bahwa ia bukanlah wanita yang dulu lagi.

Berikut isi surat Laura (sudah mengalami penyuntingan, tanpa mengubah isi):

Suamiku tersayang,

Aku minta maaf.

Aku menyesal telah mengabaikanmu selama 4,5 tahun ini. Aku menyesal telah menomorduakan kebutuhan-kebutuhannmu.

Namun, percayalah sepenuhnya, engkau masih menjadi prioritas dalam hidupku. Hanya saja, saat ini memang tidak menempati puncak prioritas lagi.

Aku tahu bahwa engkau pun memiliki kebutuhan, keinginan, impian, dan ambisi. Saatku berkata padamu bahwa aku ingin menjadi tempat bersandar bagimu, aku benar-benar serius soal itu.

Aku tahu engkau pasti bosan mendengar berbagai alasan mengapa aku selalu merasa lelah dan sakit kepala. Engkau pasti juga sering kecewa karena aku selalu terlelap lebih dulu setiap malam, sebelum engkau sempat menceritakan bahagia dan keluhmu.

Percayalah sayangku, aku berharap aku punya energi yang sama dengan yang aku punya lima tahun yang lalu. Namun sayangnya tidak.

Aku berharap aku punya energi yang aku miliki dua minggu yang lalu, ketika aku mencuci, melipat, dan menyelesaikan 10 ember cucian.

Tentu saja, kau tidak melihat itu semua karena aku membiarkanmu mendapatkan durasi tidur yang cukup.

Kita berdua sama-sama sadar, hubungan kita akhir-akhir ini hanya sebatas rutinitas, dingin, dan kering. Beberapa hari, bahkan minggu, rasanya memang seperti itu.

Aku selalu ingin melakukan hal-hal menyenangkan bersamamu. Seperti sebelumnya.

Masalahnya adalah; hidupku, otakku, dan tubuhku begitu sibuk dengan menjadi seorang ibu bagi mereka, anak-anak kecil yang tampak persis sepertimu.

Bahkan, meski mereka telah tertidur lelap dan kita sedang duduk di sofa menonton film, otakku masih dalam "mode ibu".

Aku selalu berpikir tentang esok. Aku bahkan berpikir tentang 10 tahun dari sekarang. 

Aku ingin memastikan apakah engkau memiliki pakaian kerja untuk besok pagi, aku khawatir tentang uang, perkembangan anak-anak, susu, tagihan listrik, segalanya. 

Aku tidak bisa berhenti berperan sebagai seorang ibu. Ini adalah diriku saat ini, itulah adanya. Sungguh melelahkan secara fisik, emosional, dan mental.

Sayangku, aku tidak ingin engkau berpikir bahwa engkau tidaklah sepenting dahulu. Ketahuilah kekasihku, aku tidak bisa dan tidak pernah ingin menjalani hidup ini tanpamu. Aku ingin bersamamu selamanya.

Maafkan aku jika saat engkau pulang kerja, engkau selalu menjumpai versi terburuk dariku. Anak-anak kita lah yang mendapatkan versi terbaikku.

Aku juga tidak bisa memperhatikan kesehatanmu, kesehatan anak-anak, kesehatan hewan peliharaan, dan kesehatanku dalam waktu bersamaan.

Menurutmu, siapa yang akhirnya menjadi paling terabaikan? Bukan, bukan dirimu. Bukan pula anak-anak kita maupun hewan peliharaan kita.

Saat aku mengatakan padamu bahwa aku tidak enak badan, atau kurang tidur, engkau memang memberitahuku untuk segera pergi ke dokter, makan teratur, minum lebih banyak air, dan sebagainya. Tapi aku memanglah prioritas terakhirku.

Aku tahu bahwa aku harus mengubah itu, dan aku tidak mengeluh soal itu. Aku hanya menjelaskan bahwa banyak hal yang harus dilakukan, namun tidak ada satu orangpun yang dapat melakukan semuanya, maka aku memutuskan untuk mengambil semua peran itu.

Aku memikirkan alergimu, kadar gula darahmu, dan kram kakimu. Aku khawatir tentang bintik merah di kulit Andi, dan Ani yang susah makan. 

Aku melihat luka di telinga kucing kita, dan bertanya-tanya berapa biayanya jika membawanya ke dokter hewan. Di saat yang sama, aku melihat aquarium kita sudah mulai ditumbuhi lumut dan harus segera dibersihkan. 

Secara otomatis aku akan menambahkan semua hal itu ke dalam daftar pekerjaan yang harus diselesaikan, dan aku akan selalu merasa bersalah jika tak kunjung bisa menyelesaikan semua itu sebelum pergi tidur. 

Engkau tidak salah. Aku tidak akan menyalahkanmu, dan berharap macam-macam. 

Engkau sudah melakukan hal-hal yang luar biasa untuk keluarga kita. Engkau sudah bekerja keras sepanjang hari, bahkan lebih keras dari siapapun yang aku kenal.

Dibanding semua orang yang pernah aku temui pun, engkau adalah orang yang paling peduli kepada orang lain, termasuk aku dan anak-anak.

Cintaku padamu selalu bertambah setiap kali kamu membantu orang lain tanpa mengharapkan balasannya. Kamu adalah suami terbaik, dan ayah yang penuh kasih untuk anak-anak kita.

Itulah alasan mengapa mereka selalu menangis setiap kali engkau berangkat kerja. Momen yang selalu terasa sangat mengharukan namun juga membuatku bangga. Karena aku tahu bahwa anak-anakku memiliki sosok panutan yang hebat. 

Aku memang bukan sosok gadis yang kau nikahi 11 tahun yang lalu. Kini aku telah berubah menjadi istri, ibu, teman, koki, manajer, perawat, asisten, dan lainnya.

BACA Istri Kurang Bersyukur Atau Suami Yang Kurang Sadar Kewajiban ? Gara-gara Uang Rumah Tangga Berakhir Perceraian

Surat Ini Untuk Suamiku

Aku bersyukur atas semua itu. Aku tidak akan mengubahnya. Aku tidak ingin ada kehidupan lain. Aku mencintaimu dan aku mencintai kehidupan yang telah kita ciptakan.

Aku bukanlah gadis yang membuatmu jatuh cinta 11 tahun yang lalu. Aku adalah seorang ibu. Dan itu adalah diriku.

Yang selalu mencintaimu,

Istrimu
SHARE ARTIKEL