Fakta, Bocah Penjual Tisu Korban Pedofil yang Ternyata Digilir di 5 Hotel Oleh WNA
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 08 Jan 2018Foto via tribunnews.com ilustrasi anak penjual tisu korban pedofil
Ngilu dan mengerikan
Pengincaran para pedofil tak pandang bulu, merebah keberbagai media sosial dan internet yang memang banyak digandrungi anak-anak muda saat ini, bahkan sasarannya pun anak yang tidak perkecukupan ekonomi, seperti anak-anak penjual tisu ini.
Maraknya kasus pedofilia di Indonesia membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak semua pihak, termasuk kepolisian untuk mengusut tuntas setiap kasus yang berkaitan dengan kejahatan anak.
Baca juga : Heboh Bocah Penjual Tisu yang Jadi Korban Pedofil, Mari Cegah Bersama Dengan Melakukan Hal ini
Seperti kasus yang baru-baru ini terkuak adalah soal pencabvlan anak yang pelakunya merupakan Warga Negara Asing (WNA) dari Jepang.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Selatan berhasil membekuk empat orang pelaku tindak pidana perdagangan anak di bawah umur.
Para pelaku menjual anak-anak jalanan tersebut ke warga negara asing yang tinggal di Indonesia untuk dijadikan pekerja s3ks dengan tarif Rp 1,5 hingga 2 juta.
Adapun para korban adalah anak-anak jalanan yang kerap menjual tisu di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Mengingat ada peran WNA dalam kejahatan anak tersebut, KPAI menilai bahwa adanya kemungkinan pelaku WNA maupun perantaranya, juga terlibat dalam jaringan pedofil internasional.
"Kami lihat ada indikasi jaringan pedofil internasional, terutama karena anak-anak yang menjadi korban dalam kondisi memprihatinkan dari segi fisik dan sebagainya," kata Komisiner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI Ai Maryati Solihah, Rabu (3/1).
Menurut Ai, dalam tindak eksploitasi s3ksual anak, biasanya korbannya bukan anak jalanan tetapi yang secara penampilan terawat. Namun, temuan Polres Metro Jakarta Selatan menunjukkan sebaliknya.
CH (11) dan J (12), dua anak yang menjadi korban pencabvlan sehari-hari berjualan tisu di lampu merah Blok M dan berasal dari keluarga kurang sejahtera.
Ai menyebut selama ini trafficking bermodus WNI "mengasuh" anak-anak untuk disalurkan ke predator anak. Tempatnya biasa dilakukan di tempat wisata.
Baca juga : Diduga Lecehkan Islam, Ge Pamungkas Beri Klarifikasi yang Maksudnya Ternyata Begini
Namun dalam kasus ini, perekrutan anak maupun aksi pencabvlan dilakukan
di tengah kota.
Menurut Ai, ini adalah modus baru yang perlu jadi perhatian polisi dan pemerintah.
"Yang unik korban anak jalanan, kedua dia bertemu di media online dengan perantaranya. Saya kira ini pergeseran signifikan sebagai modus baru," ujar Ai
Berikut fakta-fakta yang dirangkum TRIBUNNEWS terkait jaringan tersebut:
1. Mengincar gadis usia 12 – 14 tahun
Dalam aksinya, sindikat tersebut selalu membidik anak-anak jalanan.
Jaringan tersebut diketahui menjual gadis yang umumnya berusia 12 hingga 14 tahun.
2. Pemesannya bule
Oleh jaringan tersebut, para gadis yang rata-rata berusia 12 hingga 14 tahun itu dijual kepada para bule.
3. Korban berprofesi sebagai penjual tissue
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Ai Maryati Solihah mendapati lima korban.
“Polisi sebelumnya menemukan dua korban anak-anak, namun dari hasil pendalaman, setidaknya kami temukan lima korban,”
kata Maryati saat memberi keterangan di Mapolrestro Jakarta Selatan, Rabu (3/1/2018).
Ia menambahkan, kelima gadis jalanan berprofesi sebagai penjual tisue di kawasan Blok M Square.
Baca juga : Nyinyiran Netizen Tanggapi Ungkapan Ge Pamungkas Lecehkan Islam "Allah Cintai Apaan?"
4. Iming-iming uang
Dalam aksinya, jaringan tersebut mengiming-imingi anak-anak jalanan dengan sejumlah uang.
Anak-anak itu diiming-iming sejumlah uang dengan catatan mereka mau menemani pria bule di sebuah hotel.
Kelima anak-anak terbujuk iming-iming uang itu dan mereka pun dibawa menemui si pemesan.
Di hotel itulah terjadi peleceh4n s3ksual.
“Terduga bule sebagai pelaku memberikan uang Rp1,4 juta sementara yang diberikan kepada setiap korban Rp200 ribu.
Sisanya diambil oleh D (mediator–red),” ujarnya.
5. Manfaatkan media sosial
Kanit PPA Polrestro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Polisi Nunu Suparmi menjelaskan,
jaringan perdagangan anak jalanan ini melibatkan empat perantara.
Mereka bergerilya mencari korban anak jalanan baik melalui sosial media maupun terjun langsung ke jalanan.
“Dua korban yakni CH (11) dan J (12) jadi korbannya. Tapi kami telah kembangkan kasusnya dan ternyata korban lebih banyak,” jelasnya.
6. Ada ‘mami’-nya
Ada empat tersangka yang ditangkap dalam kasus ini. Keempat tersangka yakni Dinah (54) yang berperan sebagai ‘mami’,
serta tiga perekrut berinisial FW (18), DM (17) dan S (20).
Para tersangka berjenis kel4min perempuan.
Baca juga : Wanita ini Beberkan, "Ranking 1 Bukan Kunci Sukses", ini Cara Deteksi Kecerdasan Anak yang Tepat
7. Ancaman 15 tahun penjara
Kanit PPA Polrestro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Polisi Nunu Suparmi para tersangka diancam lima tahun penjara.
“Mereka dikenakan Pasal 76 huruf i jo Pasal 88 dan Pasal 6 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara,” ujarnya.
8. Perantara dulunya korban
Salah satu perantara diketahui masih berusia 17 tahun.
Sisanya, baru beranjak dewasa.
Para perantara ini dulunya juga korban eksploitasi s3ksual oleh WNA.
9 Berkali-kali dieksploitasi
Dari keterangan sementara, diketahui dua anak penjual tisu yang jadi korban,
berkali-kali dieksploitasi di hotel bintang lima hingga wisma kedutaan.
“Kejadian ini bukan sekali. Dari pengakuan pelaku dan korban anak-anak ini sudah masuk pengakuannya di lima tempat di Hotel AM, Hotel 101, Apartemen CAS, Hotel MAH, dan yang memprihatikan di Wisma Kedutaan,”
kata Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat KPAI Susianah Affandy, Rabu (3/1/2018).