Jangan Marahi Anak Karena Nilai Jelek, itu Bukan Penentu Kesuksesannya Kelak
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 31 Jan 2018Foto via intisari.grid.id
Apakah anda termasuk orang yang suka memarahi anak jika nilainya jelek?
Saya yakin hingga detik ini masih banyak orangtua yang menjadikan nilai akademis sebagai tolak ukur kesuksesan anak nantinya, hingga anak dituntut untuk selalu mendapatkan nilai yang bagus atau sempurna, tapi ibu ini mengungkap hal lainnya.
Hingga detik ini, masih banyak orangtua yang menjadikan nilai akademis sebagai tolok ukur kesuksesan anak nantinya di masa depan.
Baca juga : Awas Bun, Jangal Lakukan Kebiasaan ini, Penyebab Bibir Anak Sumbing
Fenomena ini juga akhirnya merujuk pada sikap membandingkan kepintaran anak dengan anak lainnya hanya dari nilai A, B atau nilai 10 yang sempurna.
Kata-kata yang menggambarkan kemarahan dan kekecewaan orangtua karena nilai akademis anak yang buruk menjadi tindakan selanjutnya.
Padahal, hal tersebut sangat keliru dilakukan oleh orangtua. Demikian seperti yang dipaparkan oleh Nana Gerhana, Psikolog.
Menurut Nana, setiap anak memiliki talentanya masing-masing dan orangtua bisa menggali talenta yang dimiliki oleh anaknya.
Tidak semua anak bisa pintar dalam akademis dan juga memiliki banyak talenta.
Terkadang mereka hanya memiliki salah satu diantaranya, misalnya visual motorik yang bagus, atau di bidang musik, atau hal-hal lain di luar akademis.
"Tidak semua anak bagus dalam hal akademisnya. Seharusnya orangtua tidak boleh terlalu push anaknya. Jangan merasa malu, bisa saja sang anak menonjol di talenta lainnya," ujarnya pada Kompas.com .
Saran Nana, sebaiknya yang perlu dilakukan orang tua adalah mencari tahu mengenai sisi positif dari sang anak.
Biarkan anak mencari apa yang disukai, sehingga dia benar-benar merasa bahwa dapat menekuni hal tersebut.
Anak-anak memang lebih mudah untuk menjadi bosan. Anda dapat menggali terlebih dahulu apa motivasi yang dimiliki sang anak, dan tujuan mereka. Ketika mereka bosan, Anda beri pengertian kepada mereka, yang terpenting adalah harus dikomunikasikan, ujar Nana.
Jika anak tersebut tidak menemukan talentanya, Anda sebagai orangtua sebaiknya ikut mengarahkan dan membantu anak untuk mengenal talenta yang dimilikinya.
"Kita harus mencari tahu apa bakat dan minat anak kita. Cocoknya dalam hal apa, sebab jika anak sudah merasa sesuai dengan apa yang dikerjakannya, hal tersebut bisa menjadi poin untuk mereka sukses kedepannya. Karena kan sukses tidak harus selalu melalui akademik," pungkas Nana.
Selain itu, Anda sebagai orangtua pun tak perlu khawatir jika keinginan sang anak selalu berubah-ubah.
Sebab, seperti yang dikatakan oleh Nana, setelah mereka duduk di bangku SMA, barulah mereka akan memiliki identitasnya. Jika belum, anak juga dapat melakukan tes minat dan bakat.
Baca juga : Membongkar Cara Belajar Rizky Bocah SD yang Putus Sekolah Karena Terlalu Cerdas
Bagaimana langkah orangtua menghadapi anak yang mendapat nilai rapor jelek? Apakah diterima begitu saja nilai rapor itu?
Pertama, bertanya. Hindari perkataan atau pertanyaan yang menghakimi anak, yang membuat anak justru menghindari untuk bercerita keadaan sebenarnya.
Ajukan pertanyaan yang membantu anak merefleksikan nilai rapor yang didapatkannya.
Contoh: Bagaimana nilai rapormu? Apa nilai rapor yang sudah sesuai dengan usahamu dan mana nilai rapor yang harus diperbaiki?
Kedua, dengarkan. Dengarkan cerita anak sampai selesai. Dengarkan dengan hati, jaga nada suara dan ekspresi wajah anda.
Pahami emosi yang dirasakan oleh anak. Biarkan semua uneg-uneg anak keluar secara tuntas. Uneg-uneg yang tertahan hanya akan membuat komunikasi orangtua dan anak jadi tersumbat.
Ketiga, refleksikan. Ajukan pertanyaan agar anak merefleksikan usaha anak. Ketika nilai rapor anak jelek, tanyakan apakah nilai itu sesuai harapan dan usahanya.
Bila tidak sesuai harapan anak, tanyakan berapa nilai yang sebenarnya bisa dicapai oleh anak pada pelajaran tersebut.
Ajak anak untuk berpikir mengenai perilaku belajar yang perlu diperbaiki agar mendapai nilai yang diharapannya tersebut. Atau bisa juga perilaku belajar baru yang perlu dibentuk pada masa mendatang.
Keempat, bangun komitmen. Bila sudah menemukan perilaku belajar yang perlu dilakukan, ajak diskusi untuk menyusun rencana.
Tanyakan pada anak, dukungan yang dibutuhkan dari orangtua agar anak bisa menjalankan rencana tersebut.
Baca juga : Ibu ini Hina dan Anggap Anak Autis Berisik Lewat Status Facebooknya, Pantaskah Kita Bully?
Contoh percakapan orangtua dengan anak dalam membahas nilai rapor:
Ibu: Jadi, kalau melihat isi rapor itu, trus mengingat lagi belajarmu satu semester ini, apa yang menurutmu sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki?
Damai: (agak lama berpikir) Sebenarnya Mam, aku 3 kali nggak ngerjakan PR selama semester ini. Jadi beberapa nilaiku kelihatannya nggak gitu bagus juga karena itu.
Saya: O ya? Kenapa?
Damai: Aku kurang disiplin Mam, trus aku juga teledor soalnya pas kejadian lupa PR yang kedua itu karena aku lupa dimana naruh buku catatan PR-ku. Baru seminggunya lagi itu ketemu.
Jadi, nilai rapor anak jelek bukanlah akhir dunia. Jangan memberi respon negatif yang justru menghancurkan semangat belajar anak.
Dengarkan dan dukung anak agar mampu bangkit atau semakin semangat belajar.1 Lakukan refleksi agar anak mampu menemukan solusi sendiri.
Semangat belajar yang berkobar untuk menjalankan solusinya sendiri yang akan membuat anak bangkit, semakin semangat belajar dan mencapai hasil yang lebih baik.