Tunarungu dan Tunanetra Bagaimana Mereka Beribadah?
Penulis Penulis | Ditayangkan 03 Jan 2018![Tunarungu dan Tunanetra Bagaimana Mereka Beribadah? Tunarungu dan Tunanetra Bagaimana Mereka Beribadah?](https://2.bp.blogspot.com/-l5Uzr17f10U/WkyO5-FcQeI/AAAAAAAAi1A/3n3If2SWbnQTxlH163x2shGVXSd2IfJxQCK4BGAYYCw/s640/orang%2Bcacat%2Bshalat.jpg)
Perlu diurai lebih dulu apakah tunanetra atau tunarungu diderita sejak lahir atau ketika sudah baligh, Simak penjelasannya.
Memiliki anggota tubuh yang bisa berfungsi adalah merupakan suatu nikmat yang tidak terkira. Cara mensyukurinya adalah dengan menggunakan fungsi anggota tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Salah satunya adalah dengan menggunakannya menerima ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Orang yang memiliki pendengaran dan penglihatan tidak diperkenankan mengulur-ulur waktunya untuk mengerjakan shalat setelah mendengarkan adzan dan atau melihat sudah masuknya waktu shalat. Hal ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan.
Lalu bagaimana dengan seorang tunanetra sekaligus tunarungu, apakah mereka masih wajib menjalankan shalat?
Menjawab hal ini mungkin perlu kita urai terlebih dahulu. Apakah kedua difabilitas tersebut terjadi sejak ia baru lahir atau setelah dia baligh. Jika hal itu terjadi setelah baligh, maka ia memungkinkan mengenal shalat dan tata caranya sehingga ia masih tetap diwajibkan shalat.
Hal ini sesuai tuntunan Nabi dalam haditsnya yang mengharuskan orang tua agar mengajarkan anak-anaknya shalat sebelum baligh melalui riwayat Abu Dawud.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Hal ini ditekankan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain.
بِخِلَاف من طَرَأَ عَلَيْهِ ذَلِك بعد الْمعرفَة فَإِنَّهُ مُكَلّف
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Al-Bujairimi dalam Syarah Al-Bujairimi alal Khatib:
أَمَّا الطَّارِئُ فَإِنْ كَانَ قَبْلَ التَّمْيِيزِ فَكَالْأَصْلِيِّ وَإِنْ كَانَ بَعْدَ التَّمْيِيزِ وَلَوْ قَبْلَ الْبُلُوغِ وَعَرَفَ الْحُكْمَ تَعَلَّقَ بِهِ الْوُجُوبُ اهـ اج.
Lalu bagaimana jika kecacatan yang ia alami terjadi sejak lahir?
Syekh Nawawi dalam Syarah Kasyifatus Saja menjelaskan bahwa orang tunanetra dan sekaligus tunarungu tidak wajib shalat.فلا تجب الصلاة علي من خلق أصم أعمى ولو ناطقا
Dari penjelasan Syekh Nawawi di atas, secara umum dikatakan bahwa orang yang mengalami dua difabilitas tersebut tidak diwajibkan shalat.
Namun dalam kitabnya yang lain, Nihayatuz Zain, Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan lebih rinci terkait alasan tidak diwajibkannya shalat bagi kaum tersebut.
وَمن نَشأ بشاهق جبل وَلم تبلغه دَعْوَة الْإِسْلَام غير مُكَلّف بِشَيْءوَكَذَا من خلق أعمى أَصمّ فَإِنَّهُ غير مُكَلّف بِشَيْء إِذْ لَا طَرِيق لَهُ إِلَى الْعلم بذلك وَلَو كَانَ ناطقا لِأَن النُّطْق بِمُجَرَّدِهِ لَا يكون طَرِيقا لمعْرِفَة الْأَحْكَام الشَّرْعِيَّة
Dengan demikian bisa kita ambil simpulan bahwa sebenarnya yang menjadikan tunanetra dan tunarungu tidak diwajibkan shalat adalah ketidakmampuannya dalam menerima dakwah lantaran difabilitas yang dialaminya. Jika ada metode atau cara lain yang mampu mengenalkan dakwah kepada penyandang difabilitas ini maka ia tetap mukallaf. Wallahu a'lam