Cuma Biar Eksis, Kenapa Rela Korbankan Aib Keluarga dan Sebarkan di Medsos?
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 20 Mar 2018Foto via momonganak.org
Apa perlunya mengumbar masalah rumah tangga di media sosial?
Apa tidak malu status anda akan dibaca oleh ratusan bahkan ribuan teman anda. Belum lagi jika kebetulan tetangga atau kerabat dekat mereka ikut membacanya? mengumbar masalah rumah tangga, mengeluhkan pasangannya.
Meski membuat status itu meluapkan kekesalan anda dan berharap akan dapat simpati tapi anda lupa itu adalah aib.
Media sosial emang membuat kita kecanduan. Dan harus memanfaatkannya dengan baik.
Baca juga : Tetangga Piknik Tiap Bulan Tapi Uangnya Kok Malah Mengalir Terus? Jawabannya Cuma 1
Teringat perbincangan dengan rekan saya, Astri beberapa waktu yang lalu. Saat menunggu pesanan makanan datang, Astri sibuk mengutak-atik BB nya.
Saya tanya kepada Astri, mengapa ia sibuk sekali dengan BB nya. Ia bilang, sedang menyortir pertemanannya di Facebook.
Menyortir pertemanan? Tanya saya. Astri menjelaskan ia memang sengaja memilih mana teman-teman Facebook-nya yang akan ia remove.
Alasannya, begitu banyak teman Facebooknya yang hanya ‘mengotori’ berandanya dengan status-status tak penting yang isinya keluhan seperti “lagi pusing nih, lagi ngantuk, lagi bete, sebel, lagi males atau lagi bengong, lagi bokek! Belum lagi yang isinya umpatan/makian.
Menurut Astri apa pentingnya status seperti itu dimasukan ke Facebook?
Saya sempat tertawa dengan ‘action extrem’ Astri itu. Saya pun berkomentar, apa perlunya me-remove mereka? Biarkan saja mereka membuat status sesuka hati mereka.
Ternyata Astri tak sependapat. Ia benar-benar tak menyukai jika ada teman Facebook yang tak begitu ia kenal membuat status yang isinya hanya keluhan, status lebay, apalagi soal konflik rumah tangga.
Waduh! Status lebay? Saya banget dong! Pikir saya. Kemudian saya tanyakan lagi, apa saya termasuk salah satu yang akan ia remove? Mendadak ia tertawa sambil berceloteh “ngawur! Loe kan temen baik gue, bu! Masa sih gue tega remove loe!” Hati saya langsung lega.
Jujur saja, saya pun termasuk orang yang suka sekali membuat status alay plus lebay hanya untuk ber-haha-hihi.
Astri kemudian menceritakan bahwa ia sering melihat teman-teman Facebook-nya mengumbar masalah rumah tangga mereka di Facebook.
Kata Astri, “apa perlunya sih mereka curhat soal ‘dapur’ mereka ke media sosial? sumpah, gue koq malah jadi hilang simpatik ya sama orang yang seperti itu. Ini gak laki, gak perempuan!
Malah pernah ada sepasang suami istri, keduanya gue kenal baik, mereka itu saling “perang” status. Isi statusnya bisa loe bayangin sendiri deh, gimana orang yang lagi kesal, kecewa, marah. Ya ampuun, bacanya aja gue sampe muak!”
Saya terbengong-bengong mendengar penuturan Astri. Suami istri “perang” status di Facebook? “Wah, seru banget tuh!” Sahut saya.
Astri malah cemberut. Ia bilang, “Apanya yang seru, bu? Itu sama aja mereka membuka aib mereka sendiri!
Apa mereka itu tidak malu status mereka dibaca oleh ratusan bahkan ribuan teman mereka. Belum lagi jika kebetulan tetangga atau kerabat dekat mereka ikut membacanya. Apa kata orang-orang itu nanti?”
Saya juga pernah melihat beberapa status curhat dari seorang istri di Facebook. Mereka rata-rata mengeluhkan soal pasangannya.
Kemudian saya tercenung dengan kata-kata Astri tadi. Benar juga pendapatnya. Mengumbar masalah rumah tangga di media sosial sungguh perbuatan konyol dan memalukan.
Baca juga : Sebelum Menikah, Wajibkah Calon Istri Bisa Memasak? Bagaimana Islam Menyikapi?
Mungkin saja orang-orang itu menganggap status mereka sekedar meluapkan kekesalan terhadap pasangan dan berharap akan mendapat simpati dari orang lain yang membacanya.
Namun mereka lupa satu hal, bahwa tak semua orang suka membaca status yang demikian. Bahkan penilaian terhadap rumah tangga mereka yang sedang bermasalah pun melekat pada mereka.
Perlu pula kita ingat, masalah rumah tangga kita bukanlah untuk dikonsumsi publik. Cukuplah antara kita dan pasangan saja yang tahu.
Sedapat mungkin kita meminimalisir keingintahuan orang lain tentang gejolak yang terjadi dalam rumah tangga kita.
Sekesal dan semarah apapun kita terhadap pasangan, curhat di media sosial bukanlah pilihan yang tepat. Tak ada manfaat pula masalah kita diketahui publik.
Bukankah kita tak ingin orang lain mencibir negatif perilaku kita? Jika kita memiliki masalah, sebaiknya mencari seseorang yang kita percaya untuk mendengar keluh kesah kita.
Tak bisa dipungkiri, Facebook kini menjadi ajang curhat kebablasan para penggunanya. “What’s on your mind” – Apa yang anda pikirkan? Kalimat itu selalu yang ditanyakan Facebook. Karenanya banyak orang tanpa pikir panjang lagi membuang uneg-uneg mereka di tempat itu.
Mereka mungkin lupa bahwa tak semua orang berpikir positif atas keluhan mereka. Ingatlah, masih banyak orang yang suka SMS alias Senang Melihat orang Susah, dan Susah Melihat orang Senang.
Saya tersenyum melihat Astri yang masih sibuk memilih daftar teman-temannya. Rupanya rekan saya ini termasuk orang yang ‘malas’ untuk membaca status yang bisa membuatnya ‘sakit mata’.
Astri orang yang easy going dan apa adanya. Ia tak pernah aneh-aneh dalam berpikir. Selalu mengedepankan logika. Ia jarang membuat status di Facebook.
Kalaupun ia ingin eksis, ia hanya sekedar mengomentari link-link berita dari berbagai media online yang ia share ke Facebook atau share lagu-lagu youtube.
Berbeda sekali dengan saya yang sering memanfaatkan Facebook hanya untuk sharing tulisan, sharing hal-hal lucu atau pernah juga sedikit curcol terselubung.
Dari perbincangan dengan Astri itu, saya pun bisa menilai dan mulai menyadari bahwa ternyata tak semua orang suka melihat status yang kita buat. Jujur, saya juga merasa ‘tersentil’ dengan apa yang dikatakan Astri.
Ternyata tanpa kita sadari apa yang kita tuliskan di media sosial akan menjadi penilaian tersendiri dari orang lain terhadap kita dan pasangan.
Baca juga : Bukan Karena Suami Lebih Tua, ini Fakta Kenapa Istri Terlihat Lebih Tua dari Usianya
Tak salah jika orang yang tak mengenal baik diri kita kemudian menilai negatif jika kita seringkali membuat status curhat, apalagi sampai mengumbar masalah rumah tangga di media sosial.
Semoga kita bisa bijak memanfaatkan media sosial dan tidak kebablasan menuliskan curhat, apalagi yang menyangkut masalah rumah tangga. Ingatlah, konflik yang terjadi dalam rumah tangga kita bukanlah untuk dikonsumsi publik!
Membuka Aib Sendiri Terhitung Dosa
Aib merupakan suatu kondisi buruk seseorang yang seharusnya tidak diungkap ke publik. Jika diketahui orang lain, maka akan menimbulkan perasaan malu yang berdampak psikologis negatif.Itulah sebabnya, Allah SWT melarang keras hamba-hamba-Nya menceritakan kondisi tidak baik tentang seseorang.
Selain berefek negatif terhadap target yang diumbar aibnya, Allah SWT juga akan memberikan dosa terhadap orang yang suka menceritakan aib orang lain.
Ternyata, tidak hanya jika menceritakan aib orang saja. Menceritakan aib sendiri juga terhitung dosa.
Sayangnya, hal ini kerap kita lakukan ketika menghadapi masalah. Atas nama curhat, seseorang dengan mudahnya bercerita tentang aibnya sendiri kepada orang lain. Seperti apa hukumnya? berikut ringkasannya.
Sayangnya, manusia justru dengan tanpa rasa malu berbagi aibnya kepada orang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perasaan lega karena menganggap dirinya sudah berbagi tentang aib dirinya yang dipendam selama ini. Rasulullah SAW juga melarang keras umatnya yang berbagi aib kepada orang lain.
"Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu – padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya." (HR Bukhori Muslim).
Agama Islam membagi aib menjadi beberapa bagian. Pertama, aib yang sifatnya khalqiyah, yakni aib yang bersifat kondrati dan bukanlah sebuah perbuatan maksiat.
Misalnya saja cacat bagian tubuh yang hanya akan menimbulkan rasa malu jika diketahui orang lain. Aib seperti ini bisa ditutupi dengan menutup aurat.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hal tersebut akan menimbulkan dosa besar jika diceritakan kepada orang lain.
Pasalnya, mereka bisa saja menyebarkan hal itu kepada orang lain yang justru semakin memperbanyak orang yang berbuat dosa karena menggunjingkannya.
Imam Al Ghazali mengatakan, aib seperti ini datangnya dari Allah sehingga manusia tidak kuasa untuk menolaknya. Jika menghina aib tersebut, artinya menghina Allah SWT.
Aib kedua adalah berupa perbuatan maksiat yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
Aib sembunyi-sembunyi juga dibedakan menjadi dua, yakni yang merusak hubungan dengan Allah misalnya minum khamr, berzina, dan lainnya.
Perbuatan maksiat yang dilakukan secara sembunyi lainnya adalah yang merugikan orang lain seperti mencuri, korupsi, dan lainnya.
Perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk diselidiki dan diungkap, karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan. Sebab, akan lebih banyak lagi merugikan orang lain