Istri dalam Masa Menyusui Tapi Suami Kebelet `Nyetrum`, Begini Caranya
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 28 Apr 2018Foto via ruangmuslimah.com
Semua suami istri harus paham hal ini....
Boleh apa enggak berjima' dengan istri dalam masa menyusui?
Bila istri menyusui dalam 2 tahun apa iya harus puasa sampai 2 tahun? Jika kondisi ASI yang keluar pun juga akan menggangu hubungan, untuk itu dalam islam sudah mengatur yang terbaik untuk umat-Nya begini caranya...
Ada sebuah pertanyaan:
Apa hukum ghilah? Melakukan hubungan di saat istri menyusui.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Baca juga : Pantangan Bagi Ibu Hamil dalam Islam dan Menurut Adat Jawa yang Perlu Anda Tahu
Para ahli bahasa berbeda pendapat mengenai makna ‘Ghilah’. Ada 2 pendapat terkait makna ghilah,
[1] Melakukan hubungan badan dengan istri yang sedang menyusui.
[2] Wanita hamil yang menyusui anaknya.
Terdapat dalam hadis riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنْ الْغِيلَةِ ، حَتَّى ذَكَرْتُ أَنَّ الرُّومَ وَفَارِسَ يَصْنَعُونَ ذَلِكَ فَلا يَضُرُّ أَوْلادَهُمْ
An-Nawawi mengatakan,
اختلف العلماء في المراد بالغيلة في هذا الحديث , فقال مالك في الموطأ والأصمعي وغيره من أهل اللغة : أن يجامع امرأته وهي مرضع ، وقال ابن السكيت : هو أن ترضع المرأة وهي حامل
An-Nawawi melanjutkan,
قال العلماء : سبب همِّه صلى الله عليه وسلم بالنهي عنها أنه يخاف منه ضرر الولد الرضيع
Disebutkan dalam riwayat lain, dari Sa’d bin Abi Wqqash radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Ada seseorang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Saya melakukan azl.’ tanya orang itu.
‘Mengapa kamu lakukan itu?’ tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
‘Karena saya kasihan dengan anaknya.’ jawab orang itu.
Baca juga : Rasulullah Anjurkan Lelaki Menikahi Wanita Subur, Yang Tidak Subur Bagaimana?
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَ ذَلِكَ ضَارًّا ضَرَّ فَارِسَ وَالرُّومَ
Sementara hadis yang melarang ghilah adalah hadis dari Asma bin Yazid, beliau mengatakan,
نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن الغيلة
Namun hadis ini dinilai dhaif oleh al-Albani.
Ibnul Qoyim mengatakan,
وهذه الأحاديث أصح من حديث أسماء بنت يزيد ، وإن صح حديثها فإنه يحمل على الإرشاد والأفضلية ، لا التحريم
Baca juga : Meninggal dan Hutang Puasa Belum Lunas, Cara Menebus Dosanya Seperti ini
Menurut medis, Hormon oksitosin
Adapun opini bahwa jika wanita hamil memutuskan menyusui akan membahayakan janin sampai taraf menggugurkannya, maka opini ini juga tidak benar.
Hal itu dikarenakan, yang terjadi adalah; pada saat ibu sedang menyusui, maka aktivitas menyusui itu akan memicu keluarnya hormon oksitosin, yakni hormon yang merangsang aliran ASI dan kontraksi ringan pada rahim yang mempercepat kelahiran.
Namun kontrakasi pada rahim saat menyusui ini terlalu ringan untuk bisa menggugurkan janin dan malah bisa dinetralisasi secara alami oleh rahim.
Kontraksi rahim akibat menyusui ini hanya akan beresiko pada kasus-kasus khusus seperti ibu memiliki riwayat melahirkan secara prematur, punya nyeri rahim, punya pendarahan rahim, punya rahim lemah, dan semisalnya.
Jika kondisi-kondisi khusus ini tidak ada pada ibu, maka resiko keguguran sesungguhnya tidak ada. Jadi faktor penentu dalam kasus ini sebenarnya kembali pada kesehatan ibu sendiri.
Selama dia secara fisik kuat, banyak minum, menjamin suplementasi vitamin (terutama vitamin D), maka menyusui sambil hamil insyaAllah aman-aman saja.
Patut diingat, wanita hamil yang menyusui, dia harus memenuhi asupan nutrisi tiga nyawa; janinnya, bayi yang disusuinya, dan dirinya sendiri.
Karena itu asupan nutrisi harus mendapatkan perhatian ekstra, karena umumnya wanita yang hamil sekaligus menyusui umumnya mudah merasa lapar.
Janin yang terganggu perkembangannya dalam rahim boleh jadi disebabkan karena kelalaian menjamin asupan nutrisi, bukan karena aktivitas menyusuinya.
Adapun opini bahwa pada saat hamil ASI menjadi basi atau berulat, maka ini adalah mitos yang tidak bisa dipertanggungjwabkan sehingga tidak bisa dipercaya.
Kesimpulannya, ghilah tidak haram dan tidak makruh, karena tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sehingga ini kembali kepada hal mubah, boleh dilakukan, boleh ditinggalkan..
Demikian, Allahu a’lam.