Keseharian Pelaku Bom Bunuh Diri yang Mengarah Pada Terorisme
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 14 May 2018Foto via tribunnews.com
keseharian keluarga pelaku bom bunuh diri ini menjadi dugaan kuat mengarah ke tindakan terorisme
Penggeledahan dirumah pelaku dan juga dari berbagai informasi baik itu dari tetangga, teman, hingga media sosial yang dimiliki pelaku ternyata terungkap beberapa keseharian pelaku yang mengarah pada terorisme
Minggu pagi (13/5/2018) bom bunuh diri meledak di tiga gereja di Surabaya. Para pelaku adalah keluarga Dita Oepriarto, 48 tahun. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan bahwa Dita adalah Ketua Sel Jamaah Ansor Daulah (JAD) Surabaya.
Mereka tinggal di perumahan daerah Rungkut, Surabaya, Jawa Timur. “[Bom] dirakitnya di rumah tersebut,” kata Kapolrestabes Surabaya Kombes Rudi Setiawan usai menggeledah rumah pribadi yang ditinggali sejak 2014 itu, Minggu (13/5/2018).
Di rumah itu ditemukan bahan baku untuk bom. Beberapa di antaranya belerang, aseton, HCL, Aquades, H2O, black powder, korek api kayu dan styrofoam. Polisi juga sempat meledakkan tiga bom dengan daya rusak tinggi di rumah keluarga itu.
Baca juga : Kapolri Ungkap Motif dan Alasan Pelaku Teroris Mengobrak-abrik Surabaya
Dita bekerja sebagai wiraswasta menjual produk herbal minyak kemiri. Subuh hari itu dia sempat salat di Mushola Al Ikhlas, masjid di kompleks perumahan. Dia memiliki dua mobil dan dua motor.
Puji Kuswati, istri Dita, pernah bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Dia pernah menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Magetan dan Akper RSI Surabaya. Terakhir, dia bersama suaminya berjualan produk herbal minyak kemiri untuk pengobatan rambut rontok dan ketombe.
Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Suroboyoan. Puji lahir di Banyuwangi. Pada rentang 2013 hingga 2016, dia kerap mengajak anaknya berwisata ke daerah Banyuwangi, mulai dari Pantai Grajakan, Pantai Muncah, hingga Pulau Merah.
Melalui dua akun Facebook miliknya, Puji kerap mengunggah foto kebersamaan bersama keluarganya di pantai, hutan bakau, dan arung jeram. Akun pertamanya tak aktif sejak 2014, sedangkan akun satunya sudah dia tinggalkan sejak 2012.
“Kesulitan di dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kesulitan di negeri akherat. Yang memudahkan kita adalah kedekatan kita dengan ALLAH,” tulis Puji di akun sosial medianya pada 3 Maret 2013.
Mereka berdua memiliki dua putra, YF, 18 tahun dan FH 16 tahun. Keduanya pernah bersekolah di SMP Muhammadiyah 18 Surabaya.
Baca juga : Berita Benar dan Hoax Tentang Bom di Surabaya dan Sidoarjo
Dalam salah satu postingan akun Facebook sekolah mereka pada 28 Maret 2015, YF dianggap siswa yang inspiratif. Dalam postingan itu dijelaskan bahwa FH adalah siswa kelas 8 yang tengah berusaha menghafal 30 Juz dalam Alquran.
“Di sekolah juga sebagai Ketua IPM (Osis). Pandai membagi waktu, jujur, dan amanah,” tulis akun resmi sekolah itu.
Di rumah, Dita memberikan komputer berserta koneksi internet. Kedua putranya memanfaatkan untuk bermain game online. YF dan FH hobi bermain Counter Strike (CS), game online saling bunuh antara tim teroris dengan tim polisi. Keduanya beberapa kali mengunggah foto senjata yang ada dalam CS ke media sosial.
Dua anak Dita yang lain perempuan: FS, 12 tahun dan PR, 9 tahun.
Di bagian belakang rumah keluarga itu ada lesan panah atau papan target panahan. “Ada anak panah dan busurnya menancap, terlihat sering digunakan keluarga tersebut,” kata Kapolrestabes Surabaya Kombes Rudi Setiawan.
Bunuh Diri di Tiga Gereja
Minggu pagi, Dita mengendarai salah satu mobilnya. Dia bersama Puji dan kedua putrinya yang mengenakan cadar. Sedangkan kedua anak laki-lakinya berboncengan mengendari motor.Puji dan kedua putrinya memakai bom yang disabukkan di bagian pinggang. Salah satu dari kedua anak laki-lakinya memangku tas ransel berisi bom. Sedangkan Dita menyimpan bom dalam mobilnya.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjelaskan, keluarga itu awalnya ke Gereja Katolik Santa Maria tak Bercela di Ngagel Madya. Letaknya sekitar 9 kilometer dari kediaman para pelaku.
Sekitar pukul 6.30, YF dan FH berusaha menerobos pintu masuk gereja itu, saat dihadang satpam, bom itu meledak. Dita, Puji, dan kedua anaknya menyaksikan aksi kedua anak laki-lakinya. Belum jelas apakah ledakan bom itu dipicu dari jarak jauh atau tidak.
Baca juga : Pendapat 'Hati' Ketua FPI, Saat Gugatan HTI Tak Dikabulkan Pemerintah
Kemudian Dita menuju Gereja Kristen Indonesia di Jalan Raya Diponegoro, jaraknya sekitar 5 kilometer dari gereja sebelumnya.
Di dekat gereja itu Puji beserta dua anak perempuannya turun. Sedangkan Dita sendirian menuju Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Dr Soetomo, hanya berjarak 1 kilometer dari gereja sebelumnya.
Dita langsung menabrakkan mobilnya di pintu gerbang GPPS dan secara bersamaan bom berdaya rusak tinggi meledak pukul 7.15.
Di sisi lain, Puji kesulitan saat berusaha menerobos masuk ke halaman GKI. Begitu dapat kesempatan masuk, mereka dihadang satpam. Puji berusaha memeluk, tapi satpam itu berusaha menghindar.
“Saat itulah bom meledak. Petugas selamat dan hanya pelaku serta kedua anaknya yang menjadi korban," ungkap Tito di Surabaya, Minggu (13/5/2018). Bom yang melekat di tubuh Puji dan kedua putrinya meledak pukul 7.50.
Sejauh ini bom bunuh diri di ketiga gereja itu menewaskan 13 korban jiwa dan 41 korban luka-luka.