7 Penyakit Hati yang Dampaknya Sangat Merugikan Diri Sendiri dan Orang lain
Penulis Vinka Febbyolla | Ditayangkan 01 May 2018Photo by Issam Hammoudi on Unsplash
Penyakit hati adalah sifat tercela yang bisa merusak hati seseorang dan membahayakan dirinya baik didunia maupun diakhirat.
Penyakit hati itu sungguh berbahaya. Karena dampaknya sangatlah buruk:
Berdosa, terancam siksa di Neraka; Bisa mendatangkan adzab; Merugikan dan membuat risih orang lain; Kadang bisa membuat fisik sendiri juga jadi sakit; Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ada Beberapa Penyakit Hati
Pengertian penyakit hati adalah penyakit atau gangguan yang ada pada hati dan perasaan manusia.
Penyakit hati dalam islam bukanlah penyakit hati yang menyangkut kesehatan seperti penyakit liver, chirhosis, dan lain sebagainya.
Penyakit yang ada dalam hati setiap orang bisa mempengaruhi perilaku dan perbuatannya. Perihal mengenai penyakit hati ini disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
"Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. " (QS At Taubah : 125)
Penyakit hati itu sungguh berbahaya. Karena dampaknya sangatlah buruk:
- Penyakit hati itu sungguh berbahaya, karena dampaknya sangatlah buruk.
- Berdosa, terancam siksa di Neraka.
- Bisa mendatangkan adzab.
- Merugikan dan membuat risih orang lain.
- Kadang bisa membuat fisik sendiri juga jadi sakit.
Macam-Macam Penyakit Hati dalam Islam
1. Takabbur
Takabbur itu artinya sombong.
Ngerinya sombong ini, dia bisa jadi kita sadari atau tidak. Sudah begitu, nyata-nyata meresahkan orang lain.
Misalnya, tatkala ada seseorang yang hendak menasehati kita, tapi kita malah menolaknya.
Kita manganggap diri kita sudah benar, hebat, dan pintar; tidak ada yang salah sama sekali.
Jadi tidak perlu mendengarkan apa-apa masukan dari orang lain.
Karena orang lain itu kebanyakan salah, bodoh, dan tidak berguna.
Padahal, bisa jadi itu hanya anggapan saja, bukan realita.
Sombong prakteknya bisa bermacam-macam.
Namun intinya sombong itu adalah merendahkan orang lain dan menolak kebenaran.
Beberapa contoh orang-orang sombong yang dimusnahkan oleh Allah diantaranya adalah:
Firaun, Raja Namrud, Qarun, dan lain-lain.
Allah SWT berfirman: Janganlah kalian berjalan di muka bumi dengan penuh kesombongan (QS al-Isra’ [17]: 37).
Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Itulah kampung akhirat yang Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi dan tidak pula membuat kerusakan. Akibat kebaikan itu adalah bagi kaum yang bertakwa (QS al-Qashash [28]: 83).
Rasulullah SAW bersabda “Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam kalbunya ada sikap sombong meski sebesar biji sawi.”
Bagi mereka yang mengidap penyakit sombong, sebenarnya cara agar sembuhnya agak mudah. Yaitu, cukup ‘buka mata’ saja untuk melihat fakta. Karena kerapnya orang yang sombong itu adalah mereka yang tak melihat fakta bahwa sejatinya dirinya tidak seperti yang ia khayalkan.
2. Riya’
Orang yang riya ’ itu dia memperlihatkan suatu amal sholeh kepada sesama manusia.
Misalnya :
Ada seseorang yang dia itu sholatnya jadi diperbagus dan diperpanjang hanya bila dilihat oleh orang lain, supaya orang lain melihatnya.
Kalau orang lain sedang tidak ada, maka sholatnya asal-asalan.
Merekayasa penampilan dan tampang yang seolah islami, supaya orang lain menganggap dirinya alim.
Tiba-tiba mendadak jadi melakukan amal sholeh setelah dia telah melakukan hal yang buruk, namun tujuannya supaya citra dirinya jadi bagus di pandangan orang lain.
Bukan karena semata-mata untuk mendekatkan diri pada Allah.
Pengertian Riya Menurut Istilah adalah melakukan ibadah, dengan niat ingin nantinya dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah semata.
Menurut Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Menurut Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.
Riya’ ini bisa muncul kapan saja. Bisa saat sebelum beramal, ataupun saat sedang beramal.
“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. Al-Baqarah: 264).
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya.” (QS. Al Maa’uun 4-6)
3. Ujub
Ujub adalah sikap mengagumi diri sendiri, karena merasa lebih dari yang lain. Berbangga diri gitu.
Mungkin agak mirip dengan takabbur.
Namun kalau ujub, belum tentu sambil berkeyakinan menolak kebenaran.
Kalau menurut Imam Al-Ghazali, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”
Meski tentu tidak selalu, namun bisa jadi seseorang itu menjadi ujub karena dipicu oleh:
- Mendapatkan banyak pujian-pujian dari orang lain.
- Banyak berhasil beberapa kali.
- Memiliki wewenang besar dan langka, yang bila dimanfaatkan akan sangat memudahkan yang biasanya sulit.
- Terkenal.
- Memiliki banyak pengetahuan.
- Fisik dan penampilan yang baik dan menarik, dll.
Yang pasti, ujub itu terjadi bila telah berhenti dari berdzikir kepada Allah.
“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah: 120)
Rasulullah Saw bersabda, “Tiga hal yang membinasakan: Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar, dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thabrani).
4. Sum’ah
Kata “sum’ah” berasal dari kata “samma’a”, yang artinya secara bahasa adalah “memperdengarkan”.
Sedangkan definisinya secara istilah, sum’ah adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain, agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Mungkin sebagian dari Anda ada yang bingung, terus bedanya apa antara sum’ah ini dengan riya yang sebelumnya?
Dalam kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani ada mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya dan sum’ah.
Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia.
Sehingga, menurut beliau, semua riya itu termasuk perbuatan tercela.
Sedangkan sum’ah, bisa jadi termasuk amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264).
Rasulullah Saw juga memperingatkan dalam haditsnya :
“Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR. Bukhari).
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah, diumumkan aib-aibnya di akhirat.
Sedangkan dibalas dengan riya, artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya.
5. Hasad
Hasad adalah merasa iri dengki pada kenikmatan dan kelebihan orang lain, disertai harapan agar semua itu hilang dari orang lain itu.
Baik disertai harapan agar berpindah kepada dirinya, atau pokoknya asal lenyap saja.
Hasad hukumnya haram, baik dalam hal duniawi atau hal agama.
Apalagi kalau hasad itu disertai tindakan, perbuatan, atau ucapan, langsung atau tidak langsung, agar kenikmatan/kelebihan itu hilang dari pemiliknya.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda :
“Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling menjauhi, dan jangan sebagian kalian membeli di atas pembelian yang lain. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, enggan membelanya, membohonginya dan menghinanya.
Takwa itu di sini—Rasul menunjuk dada beliau tiga kali. Keburukan paling keterlaluan seseorang adalah ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim atas Muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR Muslim dan Ahmad).
6. Taqtir
Taqtir itu artinya terlalu pelit. Tidak mau mengeluarkan harta, padahal wajib.
Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-thibbu ar-ruhi mendefinisikan kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban, baik harta benda ajau jasa.
Kikir ini termasuk penyakit hati yang sangat membahayakan.
Apalagi kalau semakin banyak orang yang seperti ini, bisa-bisa semasyarakat akan hancur.
Lantaran, tiap orang memang punya hak dari orang lain.
Kalau itu ditahan, maka kebutuhan orang akan macet.
Namun tentu alasan utamanya adalah karena bila kewajiban ditahan, maka Allah akan murka, sehingga sulit bahkan bisa saja mustahil mendapat berkah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Seburuk-buruk sifat yang ada pada seseorang adalah sifat pelit yang sangat pelit dan sifat pengecut yang sangat pengecut.” (HR. Ahmad).
Maka, apabila kita termasuk orang yang seperti itu, hendaknya kita menghilangkan penyakit hati tersebut dengan cara merenungkan bagaimana kondisi kita di Akhirat kelak bila sifat kikir itu dipelihara terus-terusan.
Malah bisa jadi balasan buruknya bukan sekadar didapat di Akhirat, di Dunia pun bisa jadi dapat juga.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 180)
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS. Al Lail: 8-10).
7. Panjang angan-angan
Orang yang terlalu panjang angan-angan pun berbahaya.
Karena dia mengerahkan segenap tenaganya, waktunya, dan uangnya untuk mengejar keinginan-keinginannya; sembari melalaikan kewajibannya dan malah tak peduli hal-hal yang diharamkan.
Orang seperti itu, seolah-olah atau memang menganggap dirinya tak akan mati, atau matinya masih lama. Sehingga, dia tidak mempersiapkan bekal untuk menghadapi hari Akhir.
“Orang berakal adalah yang tidak panjang angan-angannya. Karena, siapa saja yang kuat angan-angannya, maka amalnya lemah.
Siapa saja yang dijemput ajalnya, maka angan-angannya pun tidak ada gunanya.
Orang berakal tidak akan meninggal tanpa bekal; berdebat tanpa hujah dan berbenturan tanpa kekuatan.
Dengan akal, jiwa akan hidup; hati akan terang; urusan akan berjalan dan dunia akan berjalan.” (Ibn Hayyan al-Basti, Raudhatu al-‘Uqala’ wa Nuzhatu al-Fudhala’).
Perkara hati memang sulit, tidak seperti amal perbuatan yang bisa dilihat orang kain, hanya kita sendiri yang tahu mengenai hati kita.
Sehingga lebih mudah untuk kita tergelincir pada penyakit hati saat sedang khilaf terlupa kalau kita selalu ada dalam pengawasan Allah Azza wa jalla.