Melahirkan Dengan Operasi Caesar Sama Dengan Tidak Melahirkan?
Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 22 Sep 2018Tika We, sumber gambar, @insiprasKehidupan
Benarkah melahirkan secara caesar atau tidak alami itu mudah?
Bahkan banyak yang bilang ibu yang melahirkan secara caesar sama saja dengan tidak melahirkan.
Dengarkan curhatan ibu muda ini, baru boleh komentar!
Kisah ini dibagikan oleh ibu muda bernama Tika We, yang kami kutip dari facebook @inspirasiKehidupan, semoga bisa membuka mata bawasanya melahirkan dengan operasi caesar itu tidak semudah yang orang pikirkan.
(AADC) Ada Apa dengan Caesar
Melahirkan dengan Sectio Caesaria (SC) alias operasi caecar. Dalam buku Ibu Alami, "Melahirkan dengan operasi cesar bukan berarti Anda tidak melahirkan. Pengalaman unik anda dalam melahirkan jangan diremehkan hanya karena Anda tidak melahirkan alami.”Dan inilah pengalaman unik yang hanya dialami saya dan Emak-Emak Caesarian lain.
1. Meninggalkan malu di rumah
Dalam kondisi sehat dan sadar sesadar-sadarnya, sebelum masuk ruang operasi rambut pubis dicukur oleh orang yang sama sekali nggak kita kenal.
Umumnya bidan cewek sih, tapi tetep aja orang lain. Setelah itu, dia akan memasukkan selang kateter yang kelak menjadi sahabat hingga pasca operasi.
Yes, dia memasukkan selang ke lubang kita buang air kecil. Setelah operasi pun kita dimandikan oleh perawat. Yang namanya mandi ya pasti telanjang. So.. Relax, and open your legs, dear.
2. Single fighter yang dikeroyok
Emak-Emak Caesarian adalah single fighter yang tangguh.
Bagaimana tidak? Dia berjuang sendirian, dikeroyok beberapa paramedis dan setidaknya tiga dokter spesialis: spesialis kandungan, spesialis anastesi, dan spesialis anak.
Nggak ada suami atau kerabat dekat yang menemani di ruang operasi saat kami berjuang mengantarkan jabang bayi ke dunia.
3. Bisa denger semuanya tapi tak berdaya.
Ini yang seru. Selama operasi berlangsung, kami dibius spinal.
Setengah badan ke bawah mati rasa. Menggerakkan jempol kaki aja nggak bisa. Tapi kami sadar dan sober.
Kami tahu betul apa yang terjadi di ruang operasi melalui indra pendengar.
Selain bunyi hospital beeps, saya bisa mendengar dengan jelas topik apa saja yang jadi obrolan para dokter dan tenaga medis sepanjang operasi berlangsung.
Percaya atau tidak, selama dioperasi, tim medis yang menangani saya heboh bercanda tentang kontroversi Go-Jek. Topik ini merembet sampai kalau tenaga medis ini kehilangan pekerjaan, mending jadi tukang ojek atau tukang salon? Huft! Saya mau ikutan njawab, tapi kok ya lemes. Nggak bisa bangun juga. Ya sudahlah.
4. Terima kasih, Tirai!
Kami, emak-emak Caesarian di seluruh dunia, berterima kasih pada tirai yang dibentang melintang di atas dada kami.
Berkat tirai tersebut, kami tidak perlu melihat darah-darah dan berlangsungnya operasi.
5. Disalib
Apapun agama dan kepercayaannya, emak-emak caesarian di manapun berada pasti disalib selama operasi.
Tempat tidur untuk operasi punya ‘sayap’ yang bisa dibentangkan menjadi salib. Ketika operasi berlangsung, kedua tangan kami diikat di sayap itu.
6. Ditindih dokter
Memangnya kalau SC terus bayinya bisa lompat keluar sendiri dari perut gitu? Ye kali.. Emak-emak Caesarian memang tidak mengejan, tapi kami ditindih dokter. Bisa satu atau dua dokter, tergantung tenaganya.
Mereka mendorong perut dari atas kita supaya si jabang bayi segera keluar. Sakit?
Enggak lah. Kan sudah dibius. Nggak kerasa apa-apa, selain sensasi soothing saat jabang bayi yang didorong itu turun dan keluar.
7. Ketika tirai dibuka..
Lega! Operasi selesai. Tinggalkan rumpian Go-Jek, hospital beeps, dan denting peralatan medis beradu di ruang operasi.
Begitu tirai di atas dada dibuka, bersiap untuk ke kamar rawat inap. Dengan kata lain, kita akan menikmati sensasi efek anastesi yang berkurang secara perlahan (tapi pasti), yang diawali dengan gigi bergemeletukan kedinginan.
8. Dicari: Perawat Tangguh!
Pasca operasi, hidup kami bergantung pada perawat tangguh. Perawat di sini bukan profesi orang rumah sakit itu, melainkan keluarga atau kerabat yang merawat kita.
Mereka harus selalu siaga satu, anti-capek, dan nggak takut darah. Setidaknya 24 jam pertama pasca operasi, kita nggak bisa merawat diri apalagi merawat bayi.
Nah, perawat ini yang menangani semuanya mulai dari mengganti popok, membedong bayi, sampai mengambilkan bayi dari kereta ke kasur untuk disusui. Dia juga yang menyuapi kita makan dan minum, mengawasi air seni di kantong kateter, mengambilkan ini-itu, bahkan mengganti pembalut.
Terima kasih pak suami dan emak, Perawat Tangguh!
9. Tidur miring itu prestasi, duduk tegak itu juara
Kita dihadiahi sayatan sekitar 15 cm di bawah perut oleh SC. Ini bukan lecet ya, tapi sayatan. Jadi sakitnya sungguh dahsyat, nggak bisa diremehkan.
Jangankan turun dari tempat tidur, gerak saat berbaring saja sakit.
Meski demikian, kami harus latihan tidur miring. Iya, tidur miring doank. Bisa tidur miring satu menit sehari setelah operasi saja sudah prestasi lho, apalagi kalau bisa duduk. Beuh, juara!
10. Latihan nafas buat nahan bersin dan batuk
Nggak jadi bersin itu nyebelin nggak sih? Lebih nyebelin lagi kalau harus menahan bersin. Batuk juga. Soalnya, bersin dan batuk pasca SC itu bisa jadi bencana banget.
Hentakan di perut saat bersin-batuk itu lho, sakitnya warbyasak! Jadi daripada jahitan rusak, perut makin nggak karuan, ditahan aja batuk dan bersinnya buat kapan-kapan. Hehe..
11. “Sudah bisa duduk, Bu?”
Setiap sekian jam, perawat masuk ke kamar. Entah cek tekanan darah, cek infus, dan sebagainya.
Dan setiap perawat yang masuk, saya ulangi, SETIAP perawat yang masuk akan bertanya, “Sudah bisa duduk, Bu?”. Bonus: "Sudah bisa kentut, Bu?" Yang bonus ini boleh dijawab, "Sudah, mau bukti?" 🙄
12. ‘Nyeri’ di luar sayatan
Ada lagi sumber nyeri selain bekas operasi. Pertanyaan dan komentar orang-orang.
Terkadang yang satu ini justru bikin nyeri di ulu hati dan nggak bisa diredam pain killer.
“Kenapa SC?”. Siapkan template jawaban, karena pertanyaan ini yang paling sering diajukan.
“Kayaknya orang jaman dulu nggak ada yang SC, tapi lancar-lancar aja lairannya.”
Betul Jeng, makanya dulu angka kematian ibu & bayi tinggi banget.
“Enak donk nggak ngerasain sakitnya kontraksi.” Yang VB juga enak kok Jeng, nggak ngerasain sakit di bawah perut selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan.
“Sayang ya, padahal kan pahalanya ibu yang melahirkan normal lebih banyak.” Situ malaikat pencatat amalan, Jeng?
Kesimpulannya, melahirkan normal maupun operasi sesar itu sama saja. Sama sakitnya, sama berjuangnya.
Kalau VB sakit sebelum lahiran, kalau SC sakitnya setelah lahiran. Bagaimanapun cara Emak melahirkan kalian adalah pahlawan.
Baca Juga:
- Hati-Hati Jadi Kafir Cuma Karena Menghujat Dandanan Orang Lain
- Belajar Dari Sakit Mat Solar! Hindari 5 Makanan Pemicu Stroke Ini
- Wajib Dicatat, 10 Kunci Sukses Mendidik Anak Perempuan Dimasa Sekarang
Persalinan Normal vs Operasi Caesar
Banyak yang beranggapan tidak lengkap rasanya menjadi ibu bila persalinan tidak dilakukan secara normal.Namun dibalik anggapan tersebut, baik noramal ataupun caesar ibu sama-sama berjuang dalam melahirkan anak kedunia.
Baik normal ataupun caesar ada untung rugi tersendiri dari segi medis.
Oleh karena itu, perlu kedewasaan bagi masyarakat untuk tidak buru-buru mengecap ibu yang melahirkan normal itu hebat dan sebaliknya.
Demikian, semoga bermanfaat.