Suami Terjebak Hutang, Benarkah Istri Tidak Berhak Ikut Menanggung?

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 08 Nov 2018
Suami Terjebak Hutang, Benarkah Istri Tidak Berhak Ikut Menanggung?Gambar ilsutrasi via youtube.com

Pak Ustadz...

Ada yang mengatakan, jika suami terlilit hutang maka istri tak berhak ikut menanggungnya.

Padahal suami bekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya, meski kemudian beliau gagal dan terlilit hutang apakah istri tetap tidak berhak ikut melunasi hutang suami?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Istri, berapapun jumlah hartanya, tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah suaminya. Karena harta istri menjadi murni milik istri.

Allah menegaskan bahwa harta istri murni menjadi miliknya, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengambilnya kecuali dengan kerelaan istri. Dalil kesimpulan ini adalah ayat tentang mahar,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dijelaskan tafsir ayat ini,

والآية الكريمة علقت جواز أخذ مال الزوجة على أن يكون بطيب النفس وهو أبلغ من مجرد الإذن، فإن المرأة قد تتلفظ بالهبة والهدية ونحو ذلك بسبب ضغط الزوج عليها مع عدم رضاها بإعطائه، وعلم من هذا أن المعتبر في تحليل مال الزوجة إنما هو أن يكون بطيب النفس

Ayat di atas menjelaskan bahwa suami boleh mengambil harta istri jika disertai kerelaan hati. Dan kerelaan hati itu lebih dari sebatas izin.

Karena terkadang ada wanita yang dia menghibahkan atau menghadiahkan hartanya atau semacamnya, disebabkan tekanan suami kepadanya. Sehingga diberikan tanpa kerelaan.

Disimpulkan dari sini, bahwa yang menjadi acuan tentang halalnya harta istri adalah adanya kerelaan hati. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 32280)

Jika harta mahar, yang itu asalnya dari suami diberikan kepada istrinya, tidak boleh dinikmati suami kecuali atas kerelaan hati sang istri, maka harta lainnya yang murni dimiliki istri, seperti penghasilan istri atau warisan milik istri dari orang tuanya, tentu tidak boleh dinikmati oleh suaminya kecuali atas kerelaan istri juga.

Dengan demikian, istri tidak wajib menanggung utang suami karena istri tidak wajib menafkahi suaminya, seperti dilansir dari konsultasisyariah.com.

Namun ingat juga, ketika istri rela dan ridho membantu suaminya. Maka akan mendapatkan ganjaran 2 kali lipat!

Diriwayatkan dari ainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai kaum wanita bersedekahlah kamu sekalian walaupun dari perhiasanmu.”

Zainab berkata, “Saya pulang menemui Abdullah bin Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau laki-laki yang sedikit penghasilannya sedangkan Rasulullah SAW memerintahkan kami bersedekah maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau. Kalau boleh, saya bersedekah kepadamu dan kalau tidak boleh saya berikan kepada orang lain.’’

Abdullah berkata, ‘’Kamu sendirilah yang datang kepada beliau.’’ Maka saya pun berangkat ke tempat Rasulullah SAW dan di sana ada seorang wanita Anshar yang berada di pintu beliau untuk menyampaikan permasalahan yang sama.

Keluarlah Bilal untuk menemui kami. Kamipun berkata kepada Bilal, ’’Temuilah Rasulullah SAW dan kabarkanlah beliau kalau ada dua orang wanita yang berada di depan pintu beliau yang akan bertanya apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yang diasuh keduanya? Dan jangan kamu jelaskan siapa kami ini.’’

Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bertanya, ‘’Siapakah dua wanita itu? Bilal menjawab,’’ Seorang wanita Anshar dan Zainab.’ Tanya beliau pula,’’Zainab yang mana?’’ Ia menjawab,’’Istri Abdullah.’’

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘’Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadis di atas memberikan pelajaran penting kepada kita, boleh hukumnya seorang istri bersedekah kepada suami terutama bila suaminya belum bekerja atau memiliki penghasilan yang sedikit atau bahkan terlilit hutang.

Demikian, Wallahu A'lam.
SHARE ARTIKEL