Hukum Meninggalkan Masjid Saat Khutbah Jum`at Karena Berbau Orasi Politik, Simak Penjelasannya

Penulis Penulis | Ditayangkan 19 Nov 2018
Hukum Meninggalkan Masjid Saat Khutbah Jum`at Karena Berbau Orasi Politik, Simak Penjelasannya
Sumber gambar ilustrasi, geotimes.co.id

Walk Out saat mendengat khutbah ternyata pernah terjadi dizaman Rasulullah.

Sangat disayangkan jika khutbah yang harusnya berisi pengingat dan motivasi islami untuk nasihat sesama muslim namun harus di kotori dengan materi khutbah yang berbau politik dan ujaran kebencian.


Sudah semakin mendekati tahun-tahun politik terkait dengan pemilu pada tahun depan, banyak kalangan yang sudah mulai mempersiapkan jagoannya masing-masing agar menjadi pemenang pemilu.

Tidak terkceuali seorang ustadz ataupun petugas khotib saat shalat jumat yang menjadikan mimbar khutbah sebagai orasi politik yang mengandung ujaran kebencian, melemparkan tuduhan hingga khutban yang berisi fitnah terhadap saudaranya sesama muslim.


Yang menjadi permasalahan saat ini adalah apakah diperbolehkan meninggalkan masjid ketika materi khotib yang berbau politik, sara maupun ujaran kebencian, sehingga lebih memilih pulang dan menggantinya dengan shalat dhuhur dirumah.

Bagaimana Hukumnya Jika Materi Khotbah Berbau Politik ?

Praktik meninggalkan khotbah Jumat semacam ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Bahkan ketika itu, Rasulullah SAW sendiri yang menjadi khatibnya sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim berikut ini.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ مِنْ الشَّامِ فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا

Artinya, “ Dari Jabir bin Abdillah RA bahwa Nabi Muhammad SAW berkhutbah dalam posisi berdiri pada hari Jumat, lalu datang rombongan saudagar berkendaraan unta dari Syam, lalu sebagian besar jamaah Jumat berpaling menyongsongnya hingga tidak ada yang tersisa kecuali dua belas jamaah laki-laki,” (HR Muslim).


Dari hadits ini, diskusi ulama tertuju pada jumlah jamaah shalat Jumat dan praktik walk out oleh sebagian jamaah saat khotbah Jumat berlangsung.

Baca juga :

  1. Peristiwa Menakjubkan Menjelang Kelahiran Rasulullah, 12 Kejadian Ini Menjadi Bukti Rasulullah Begitu Mulia
  2. Menjelang Sakaratul Maut, Ini Tanda-tanda Medis yang Akan Muncul Tapi Malah Diabaikan


Kedua masalah ini kemudian menentukan keabsahan shalat Jumat sebagaimana keterangan Mazhab Syafi‘i yang memandang kehadiran jamaah dengan bilangan tertentu sebagai syarat berlakunya sebuah rangkaian ibadah Jumat.

وَلَوْ انْفَضَّ الْأَرْبَعُونَ أَوْ بَعْضُهُمْ فِي الْخُطْبَةِ لَمْ يُحْسَبْ الْمَفْعُولُ فِي غَيْبَتِهِمْ

Artinya, “Kalau 40 orang atau sebagiannya memisahkan diri saat khotbah, maka rukun yang sedang dilakukan tidak masuk hitungan saat mereka absen,” (Lihat Imam An-Nawawi, Minhajut Thalibin pada Hamisy Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfazil Minhaj, [Beirut, Darul Makrifah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz I, halaman 423).

Ini Sikap Jamaah Jika Khutbah Jum'at Berisi Orasi Politik atau Ujaran Kebencian

Seharusnya, jamaah yang walk out menahan diri untuk bertahan meskipun khotib mengotori sakralitas mimbar khotbah Jumat karena ibadah Jumat merupakan kewajiban yang sangat istimewa.

Sementara para khotib seharusnya menahan diri untuk membatasi diri pada tujuan mimbar khotbah untuk menyampaikan ketakwaan belaka atau riwayat yang menginspirasi dan tidak menyalahgunakannya untuk menyampaikan aspirasi politik pribadi atau kelompok tertentu.

Selain membatasi durasi khotbah, pihak pengurus atau takmir masjid perlu membuat sejumlah tata tertib untuk para khotib Jumat, tidak segan menegur khotib setelah shalat Jumat, dan memberikan sanksi "pemberhentian" bila perlu.

Semoga bermanfaat.
SHARE ARTIKEL