Tata Cara Aqiqah Lengkap Beserta Hukum, Syarat dan Doa
Penulis Wahyu Fajar | Ditayangkan 18 Feb 2019Aqiqah - Salah satu tujuan dari berkeluarga adalah memiliki keturunan yang menyejukkan hati.
Namun, dalam setiap anak yang lahir didalam keluarga memiliki suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap orang tua Muslim yang harus ditunaikan.
Biasanya umat islam menyelenggarakan aqiqah sebagai tanda syukur atas kelahiran bayi mereka.
Aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih binatang ternak lalu dibagikan kepada kerabat dan tetangga.
Dianjurkan pula untuk mengundang sejumlah orang ketika melaksanakan aqiqah.
Ini dimaksudkan untuk berbagi kebahagiaan dengan banyak orang atas kelahiran si bayi.
Didalam Islam telah dijelaskan dengan lengkap baik dalam Al-Qur’an, Hadits, serta penjelasan para ulama.
Bagaimana tata cara ibadah aqiqah?
Pengertian Aqiqah
Secara bahasa, aqiqah berarti memotong (bahasa arab: al qat’u).
Namun ada juga mengartikan sebagai “nama rambut bayi yang baru dilahirkan”.
Sedangkan menurut istilah, aqiqah merupakan proses pemotongan hewan sembelihan pada hari ke tujuh setelah bayi dilahirkan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt.
Ulama lain berpendapat bahwa aqiqah adalah salah satu bentuk penebus terhadap bayi yang dilahirkan, agar si bayi bisa terlepas dari kekangan jin.
Hewan yang digunakan untuk aqiqah biasanya hewan ternak seperti kambing.
Aqiqah dapat dilakukan di hari ke-7, ke-14, atau ke-21 setelah kelahiran si bayi.
Untuk anak laki-laki diharuskan memotong dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan satu ekor kambing.
Baca Juga :
- 5 Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi, Terutama Hari Jum'at
- Bolehkah Melakukan Perceraian Dalam Islam? Simak Penjelasannya
- Cara Menghitung Zakat Penghasilan Beserta Syaratnya
Hukum Aqiqah Menurut Pandangan Islam
Aqiqah merupakan ajaran nabi Rasulullah Saw. Dalam Islam, hukum aqiqah dibedakan menjadi 2 macam yakni sunnah dan wajib.
Hal tersebut didasarkan atas dalil-dalil serta tafsir dari para ulama.
1. Sunnah
Pendapat pertama dari mayoritas ulama (seperti imam Malik, imam Syafii, imam Ahmad) tentang hukum aqiqah adalah sunnah (mustahab).
Pendapat ini sifatnya paling kuat dibandingkan pendapat-pendapat lain.
Jadi, ulama menjelaskan bahwa aqiqah itu hukumnya sunnah muakkad, yaitu sunnah yang harus diutamakan.
Dalam artian, apabila seseorang mampu (mempunyai harta yang cukup) maka dianjurkan mengaqiqah anaknya saat masih bayi.
Sedangkan untuk orang yang tidak mampu maka aqiqah boleh ditinggalkan.
2. Wajib
“Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama.” (HR Ahmad).
Dengan berpatokan pada hadist diatas, beberapa ulama (seperti Imam Laits dan Hasan Al-Bashri) berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah wajib untuk dilakukan.
Mereka menafsirkan dalil diatas bahwa seorang anak tidak bisa memberikan syafaat kepada orang tuanya sebelum mereka di aqiqah, maka itu hukumnya menjadi wajib.
Namun demikian pendapat ini dianggap sangat lemah dan ditolak oleh sebagian besar ulama.
Tata Cara Pelaksanan Aqiqah
Bagaimana tata cara pelaksanaan aqiqah?
Pelaksaan aqiqah tidak hanya sekedar memotong hewan sembelihan. Namun terdapat syarat dan ketentuan tertentu yang harus diikuti berdasarkan dalil-dalil agama.
Nah, berikut ini tata cara pelaksaan aqiqah sesuai syariat yang harus diperhatikan!
1. Waktu pelaksanaan
a. Di hari ke-7 setelah kelahiran
Waktu aqiqah yang paling diutamakan adalah pada hari ke-7 setelah kelahiran si bayi.
Acara aqiqah juga dibarengi dengan pemberian nama bayi dan pencukuran rambut. Pendapat ini didasari oleh hadist,
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur habis1 rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad).
Menurut ulama golongan Malikiyah, apabila orang tua tidak mengaqiqah anaknya hingga melebihi hari ke-7.
Maka tanggung jawabnya untuk mengaqiqah menjadi gugur. Singkat kata, aqiqah hanya boleh dilakukan di hari ke-7.
b. Hari ke-7, ke-14 dan ke-21 setelah kelahiran
Golongan ulama Hambali memiliki pendapat berbeda dari Malikiyah.
Mereka berpendapat bahwa aqiqah tidak harus dilakukan di hari ke-7.
Apabila orang tua belum bisa melakukan aqiqah di hari-7, maka boleh mengundurnya hingga hari ke-14 atau ke-21.
Pendapat ini didasari oleh dalil:
“Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya.” (HR Baihaqi dan Thabrani).
c. Sebelum anak baligh
Menurut ulama Syafi’iyah, aqiqah boleh dikerjakan kapan saja. Baik di hari ke-7, ke-14, ke-21 ataupun hari-hari sesudahnya.
Asalkan anak tersebut belum baligh. Apabila usia anak telah mencapai baligh, maka tanggung jawab aqiqah oleh orang tua menjadi gugur.
2. Jenis dan syarat hewan yang disembelih
Bagaimana tata cara penyembelihan hewan aqiqah dan qurban?
Untuk jenis hewan yang akan digunakan untuk aqiqah ialah hewan ternak, yaitu domba atau kambing.
Tidak ada tuntunan yang mengatakan jenis kelaminnya.
Sedangkan syarat-syarat pemilihan hewannya, kurang lebih sama dengan pemilihan hewan untuk qurban. Yakni:
Hewan harus sehat jasmaninya, tidak boleh cacat.
Boleh betina ataupun jantan.
Bukan hewan curian.
Apabila kambing, usianya harus minimal 1 tahun (memasuki tahun ke-2).
Apabila domba, usianya harus minimal 6 bulan (memasuki tahun ke-7).
3. Jumlah hewan yang disembelih
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” (Hadits Riwayat Abu Dawud, Nasa’I, Ahmad).
Bagaimana tata cara penyembelihan hewan aqiqah?
Dari hadist diatas telah jelas disebutkan bahwa aqiqah untuk anak laki-laki diharuskan 2 ekor kambing.
Sedangkan anak perempuan cukup 1 ekor kambing.
Doa Aqiqah
1. Doa ketika menyembelih hewan
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ [ اللهم مِنْكَ وَلَكَ ] اللهم تَقَبَّلْ مِنِّي هَذِهِ عَقِيْقَةُ
Bismillahi wallahu akbar. Allahumma minka wa laka. Allahumma taqabbal minni. Hadzihi ‘aqiqatu…(sebutkan nama bayi)
Artinya :
"Dengan menyebut asma Allah. Allah Maha Besar. Ya Allah, dari dan untuk-Mu. Ya Allah, terimalah dari kami. Inilah aqiqahnya … (sebutkan nama bayi)
2. Doa ketika mencukur bayi
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَللهم نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَنُوْرُالشَّمْسِ وَالْقَمَرِ, اللهم سِرُّ اللهِ نُوْرُ النُّبُوَّةِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Allahumma nurus samawati wa nurusy syamsyi wal qamari, Allahumma sirrullahi nurun nubuwwati Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wasallam walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
“Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Ya Allah, cahaya langit, matahari dan rembulan. Ya Allah, rahasia Allah, cahaya kenabian, Rasululullah SAW, dan segala puji Bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
3. Doa meniup ubun-ubun bayi setelah dicukur
اللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Allahumma inni u’idzuha bika wa dzurriyyataha minasy syaithanir rajim
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan untuk dia dan keluarganya dari setan yang terkutuk.”
4. Doa walimah al-Aqiqah
اللهم احْفَظْهُ مِنْ شَرِّالْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَأُمِّ الصِّبْيَانِ وَمِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَالْعِصْيَانِ وَاحْرِسْهُ بِحَضَانَتِكَ وَكَفَالَتِكَ الْمَحْمُوْدَةِ وَبِدَوَامِ عِنَايَتِكَ وَرِعَايَتِكَ أَلنَّافِذَةِ نُقَدِّمُ بِهَا عَلَى الْقِيَامِ بِمَا كَلَّفْتَنَا مِنْ حُقُوْقِ رُبُوْبِيَّتِكَ الْكَرِيْمَةِ نَدَبْتَنَا إِلَيْهِ فِيْمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَلْقِكَ مِنْ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَأَطْيَبُ مَا فَضَّلْتَنَا مِنَ الْأَرْزَاقِ اللهم اجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَأَهْلِ الْقُرْآنِ وَلَا تَجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنْ أَهْلِ الشَّرِ وَالضَّيْرِ وَ الظُّلْمِ وَالطُّغْيَانِ
Allahummahfadzhu min syarril jinni wal insi wa ummish shibyani wa min jami’is sayyiati wal ‘ishyani wahrishu bihadlanatika wa kafalatika al-mahmudati wa bidawami ‘inayatika wa ri’ayatika an-nafîdzati nuqaddimu biha ‘alal qiyami bima kalaftana min huquqi rububiyyatika al-karimati nadabtana ilaihi fîma bainana wa baina khalqika min makarimil akhlaqi wa athyabu ma fadldlaltana minal arzaqi. Allahummaj’alna wa iyyâhum min ahlil ‘ilmi wa ahlil khairi wa ahlil qur`ani wa la taj’alna wa iyyahum min ahlisy syarri wadl dloiri wadz dzolami wath thughyani.
Artinya :
“Ya Allah, jagalah dia (bayi) dari kejelekan jin, manusia ummi shibyan, serta segala kejelekan dan maksiat. Jagalah dia dengan penjagaan dan tanggungan-Mu yang terpuji, dengan perawatan dan perlindunganmu yang lestari. Dengan hal tersebut aku mampu melaksanakan apa yang Kau bebankan padaku, dari hak-hak ketuhanan yang mulia. Hiasi dia dengan apa yang ada diantara kami dan makhluk-Mu, yakni akhlak mulia dan anugerah yang paling indah. Ya Allah, jadikan kami dan mereka sebagai ahli ilmu, ahli kebaikan, dan ahli Al-Qur’an. Jangan kau jadikan kami dan mereka sebagai ahli kejelekan, keburukan, aniaya, dan tercela.”
Demikian syarat dan tata cara aqiqah, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.