Jika menelisik lebih lanjut tentang sikap dan pribadi seseorang, maka yang harus dilakukan adalah dengan berusaha untuk menjadi yang lebih baik dari hari ini dan kemarin. Oleh karena itulah, Islam mengajarkan untuk selalu bersikap dengan baik dan menjauhi segala perbuatan yang mampu menimbulkan akibat buruk, salah satunya adalah berburuk sangka.
Baca juga : Baca Surat Al-Kahfi di Hari Jum'at, Khasiatnya Laksana Jimat!Lawan kata dari berburuk sangka, atau disebut dengan istilah suudzon, yakni husnudzon atau berbaik sangka. Berbaik sangka merupakan salah satu cara untuk memelihara jalinan ukhuwah Islamiyah. Ketika berbaik sangka, kita telah menyelamatkan diri dari sangkaan buruk terhadap orang lain yang akhirnya bisa menjurus ke dalam fitnah.
Dikisahkan suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus Umar radhiyallahu anhu untuk menarik zakat dari para sahabat. Namun, dalam penarikan itu, Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas yang merupakan paman Nabi SAW tidak menyerahkan zakatnya. Umar pun melaporkan sikap ketiga sahabat itu kepada Rasulullah.
Mendengar aduan yang dibawa Umar, Rasulullah bersabda, ”
Tiada sesuatu yang membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas, aku telah mengambil zakatnya dua tahun lalu.”
Rasulullah juga bersabda, ”
Wahai Umar, apakah kamu tidak tahu bahwa paman seseorang itu sama seperti ayahnya?” (HR Bukhari dan Muslim). Dari kisah itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya bahwa berbaik sangka kepada sesama sangat diperlukan. Dan senantiasa mengingatkan untuk tidak melakukan prasangka buruk.
Allah subhanahu wa ta’ala juga melarang hamba-Nya untuk selalu berprasangka. ”
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa… ‘ (QS al-Hujurat:12).
Bagi seorang hamba Allah yang berimah, Syekh Salim bin Ied al-Hilali dalam Syarah Riyadhus Shalihin mengungkapkan, hendaknya mereka menjauhkan diri dari menuduh, menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang.
Rasulullah dalam haditsnya menegaskan, ”
Jauhilah olehmu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq ‘alaih). Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Alquran, prasangka disebut dengan az-Zhann.
Jenis-jenis prasangka dijelaskan secara detail oleh Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul.
Menurut Syekh al-Mishri, dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya ada empat macam prasangka yang sering terjadi. Pertama, prasangka yang diharamkan. Prasangka menjadi haram ketika seseorang berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk terhadap kaum muslim yang adil.
Baca juga : Sudah Menjadi Tren, Memang Boleh Jika Wanita Mencukur Alis?Kedua, prasangka yang diperbolehkan. ”
Prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlitas dalam hati seorang muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan.” Ketiga, prasangka yang dianjurkan. Prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama muslim.
Menurut Syekh al-Mishri, prasangka keempat yang diperintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah dan hukum yang belum ada nashnya. ”
Dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan prasangka yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash yang menentukan jumlah atau kadarnya,” ungkapnya.