Sunengsih alias Neneng (47) tengah memegang foto mendiang Hindun bin Raisan (77). Jenazah Hindun pada 3 Maret lalu tidak dishalatkan di mushalla Al Mukmin, di wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Neneg meyakini hal itu karena sang ibunda adalah pendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat. Via Tribunnewas.
Sunengsih alias Neneng (47) masih kecewa terhadap perlakuan ustaz Ahmad Safi'i yang juga merupakan pengurus Masjid Al Mukmin di RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Alasannya jenazah almarhum ibundanya, Hindun bin Raisan (77), diduga tidak dishalatkan di masjid tersebut pada Selasa (7/3/2017) pekan lalu.
"Pokoknya saya nggak mau urusan lagi sama mereka lah," ujar Neneng lansir tribunnews.com di kediamannya, Jumat (10/3/2017).
Penolakan tersebut menurutnya dikarenakan sang ibunda adalah salah satu warga DKI Jakarta yang memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat di Pilgub DKI Jakarta pada 15 Februari lalu.
Sedangkan di wilayah tersebut, kabarnya sang ustaz adalah pendukung pasangan calon lain. Neneng yang merupakan putri bungsu almarhum mengaku masih ingat betul, pada Selasa pekan lalu sekitar pukul 13.30 WIB, sang ibunda mengembuskan nafas terakhirnya akibat penyakit darah tinggi.
Ia kemudian menyambangi kediaman sang ustaz, yang tidak jauh dari kediamannya itu.
Ustaz tersebut lalu datang ke kediamannya. Namun yang membuatnya terkejut, adalah jawaban sang ustaz ketika ia meminta sang ibunda dishalatkan di Masjid Al Mukmin yang lokasinya hanya berjarak sekitar 200 meter dari kediamannya itu.
"Percuma Neng. Nggak ada orang, udah di rumah saja (shalatnya), nanti gue yang mimpin," ujar Neneng mengulangi pernyataan sang ustaz.
Alhasil mulai dari prosesi memandikan jenazah hingga shalat jenazah untuk almarhum perempuan berumur 77 tahun tersebut, digelar di kediamannya itu.
Hari itu juga sang ibunda dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo. Sang ustaz pun ikut ke pemakaman.
Baca Juga: Jika Masih Susah Bangun untuk Tahajud, Terapkan 8 Cara iniNeneng mengaku kecewa dengan keputusan sang ustaz yang ia kenal sejak kecil itu. Kata dia tidak mungkin sore itu tidak ada warga yang mau membantu menshalatkan sang ibunda.
Namun ia memilih untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut, dan fokus untuk segera memakamkan jenazah sang ibunda. Yang juga membuatnya kecewa adalah sikap Ketua RT Abdul Rahman.
Pasalnya sang ketua RT tidak membantunya mengurus berkas-berkas terkait kematian sang ibunda.
Ketua RT tersebut juga tidak ikut mengantar almarhum Hindun ke pemakaman.
"Surat-suratnya saya yang urus sendiri, tapi Alhamdulilah nggak ada masalah di kuburan," ujarnya.
"Ambulans juga bukan dari RT sini, tapi dari RT sebelah," katanya.
Namun sampai saat ini ia belum pernah mengklarifikasi langsung ke sang ustaz, apakah usulan agar sang ibunda dishalatkan di rumah dikarenakan pilihan almarhum pada 15 Februari lalu.
Ia juga tidak mengklarifikasi hal itu ke ketua RT. Neneng mengaku terlalu kecewa untuk menemui mereka kembali.
"Pokoknya saya tidak mau urusan sama mereka lagi, saya juga belum pernah ketemu mereka lagi setelah pemakaman," katanya.
Bagaimana warga tahu pilihan almarhum, hal itu dikarenakan pada 15 Februari lalu almarhum tengah terbaring sakit, sehingga petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) menyambangi almarhum ke rumah.
Pada saat itu semua petugas TPS, termasuk keluarga, bisa menyaksikan langsung pasangan mana yang dicoblos almarhum Hindun.
Ditemui dalam kesempatan terpisah, Ahmad Safi'i mengatakan alasannya menyarankan Neneng agar sang ibunda tidak dishalatkan di musholla, adalah karena kendala teknis.
Kata sasat hendak dishalatkan kawasan Setiabudi memang tengah turun hujan deras.
"Hujan deras waktu itu, saya bilang di rumah saja. Saya tanggung jawab kok, yang urus semua, sampai cari ambulans, di kuburan juga saya yang mengurus," ujarnya.