Pernah mendengar kata undian berhadiah? Atau beli ini dan menangkan hadiahnya? Bagi banyak orang hal tersebut pasti sudah tak asing lagi dalam sebuah kehidupan. Mungkin dengan niatan untuk mempromosikan produk ataupun sebuah hal tertentu, seperti misalnya para pengusaha agar selalu dilirik oleh konsumennya.
Di antara kiat manjur pengusaha untuk melipat gandakan penjualannya ialah dengan mengadakan undian berhadiah. Dari mereka ada yang membuat kuis sederhana, ada pula yang dengan mengirimkan potongan bungkus produk, atau cara lainnya.
Artikel pilihan : Tak Perlu Minta Izin Suami untuk Bekerja, Ternyata Istri Hanya Perlu Lakukan Ini!Kurang percaya? Bukankah untuk bisa mengikuti undian ini Anda terlebih dahulu harus membeli produknya. Ditambah lagi pengundian pemenang dilakukan dalam jeda waktu yang cukup panjang sejak dimulainya pengumpulan kupon undian. Dengan demikian Anda bisa bayangkan; betapa banyak konsumen yang terdorong membeli karena tergiur oleh iming-iming “peluang menjadi pemenang.”
Mungkin beberapa orang kurang menyadari hal ini, karena mereka merasa bahwa uang yang dikeluarkan untuk membeli poduk itu kecil, sedangkan hadiah yang dijanjikan bernilai ratusan juta rupiah. Walau memang kurang menyadari, namun semua sepakat bahwa sejatiya seseorang telah menyisihkan sebagian uang untuk mendapatkan “peluang menjadi pemenang” pada undian tersebut. Dengan mudahnya telah terjerumus dalam sikap spekulasi yang terlarang, yaitu membayarkan sejumlah harta dengan motivasi untuk mendapatkan hadiah “peluang menjadi pemenang”, bukan mendapatkan imbalan yang pasti. Praktik semacam ini dalam syariat Islam disebut sebagai perjudian.
“
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah 90-91)
Mungkin akan ada yang berkata, "
saya telah mendapatkan imbalan yang pasti berupa barang yang saya beli". Betul memang, dimana telah mendapatkan imbalan berupa barang, namun itu bukan semua imbalan yang diharapkan ketika membeli produk tersebut. Produk bukan tujuan dan motivasi utama saat membeli. Itu hanya sebagian dari imbalan, sedangkan sisa imbalan yang Anda inginkan terwujud pada “peluang menjadi pemenang”.
Artikel pilihan : Saat Undangan Datang, dan Pada Akhirnya Dirimu Harus Tetap TenangAdanya niat mendapatkan imbalan yang tidak pasti, ini cukup sebagai alasan untuk menyamakan undian ini dengan praktik perjudian, karena inti dari keduanya terletak pada ketidakpastian. Pemain judi klasik dan konsumen produk kupon berhadiah, sama-sama membeli “peluang menjadi pemenang” dengan sebagian hartanya. Adanya kesamaan motivasi ini secara hukum syariat cukup untuk menyamakan keduanya dalam tinjauan hukumnya, yaitu sama-sama haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut:
“
Sejatinya setiap amalan pastilah disertai dengan niat, dan setiap manusia hanya mendapatkan hasil selaras dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga saja kita senantiasa terlindungi dari hal-hal semacam itu, yang mana meskipun terlihat sepele namun ternyata bisa membuat seseorang hilang kendali akan imannya hingga berujung pada dosa yang tak disadari.
Naudzubillah.