Jika seorang manusia telah mendapatai sebuah kehidupan yang ada, dimana mereka punya dua pilihan yakni bersyukur dan menerima apa yang telah diberikan Allah SWT, atau menuruti gengsi karena ingin terlihat menarik dan bisa "terlihat" di kalangannya, maka sebaik-baiknya mengelola kebutuhan, jika memang masih ada hal yang mendesak dan juga tak sanggup di sangga sendiri, maka bisa saja seseorang akan terjerumus ke dalam hutang.
Ya, memang hutang sudah menjadi sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup ini. Meski rezeki telah dicukupkan, tetap saja manusia ingin mencari tempat berhutang untuk memenuhi kebutuhannya. Jika sudah begitu maka sebuah kewajiban bagi yang berhutang untuk melunasi hutang secepatnya.
Ulasan terkait : Jangan Cuma Langgeng dan Samawa, Ini Lho Ucapan Selamat Pengantin dalam Islam!Dalam ajaran Islam, hutang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga bisa menjerumuskan seseorang ke dalam api neraka.
Namun sebagian umat islam ada yang seringkali melupakan hutangnya hingga dibawa mati dan tidak pula mewasiatkan kepada anak-anaknya. Meski telah meninggal, hutang tetap harus dilunasi dan ketahuilah bahwa pelunasan di akhirat sungguh sangat merugikan bagi orang yang berhutang.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“
Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR Ibnu Majah).
Sungguh sebuah kerugian ketika kebaikan yang telah kita kumpulkan selama di dunia harus diambil dan diberikan kepada si pemberi hutang karena kita tak mampu membayarnya saat di dunia.
Akan tetapi kini sangat terlihat jelas bagaimana orang-orang seakan meremehkan hutang. Ketika ia butuh, maka sikapnya akan memelas kepada yang menghutangkan. Tapi jika ia disuruh membayar, lagaknya seperti seseorang yang berkuasa dan justru balik memarahi orang yang menghutangkan.
Tak salah jika kini banyak orang yang enggan menghutangkan. Hal itu pun menjadi lahan bagi para rentenir untuk memanfaatkan keadaan dimana jika si penghutang tidak bisa membayar, maka siap-siaplah berhadapan dengan debt kolektor.
Hal ini memang dikarenakan kesalahan orang-orang sendiri yang enggan dan melalaikan hutang. Padahal di jaman Rasulullah, orang yang berhutang tidak akan dishalatkan oleh Rasulullah meski ia melakukan banyak kebaikan.
Dari Salamah bin Akwa Radhiyallahu Anhu, ia berkata: …. Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “
Salatkanlah dia!” Beliau bertanya “
Apakah dia meninggalkan sesuatu” Mereka menjawab “
Tidak ada”. Lalu beliau bertanya, “
Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “
Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “
Salatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qatadah berkata “
Wahai Rasulullah salatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya. (HR Bukhari).
Ulasan terkait : Kita Laksana Lampu Minyak, Banyak Gelap Namun Berusaha Tetap TerangKarenanya Rasulullah menyebut orang yang membayar hutang adalah sebaik-baik manusia. Jika pun tidak mampu melunasinya, maka penuhilah sebagiannya dahulu karena mampu menimbulkan hubungan baik antara yang si penghutang dengan yang menghutangkan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “
Sesungguhnya yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR Bukhari)
Semoga kita senantiasa berhati-hati dalam berhutang dan segera melunasinya agar amalan baik yang kita lakukan tidak hilang di akhirat kelak.
Wallahu A’lam