Seperti apasih hutang yang bisa dilunasi Allah
Yang selama ini kita tahu kan hutang dilunasi oleh pihak keluarga yang ditinggalkan, jika tidak segera dilunasi ruh yang meninggal akan tertahan, tetapi hutang seperti ini Allah yang melunasi.Pasalnya hutang akan selalu melekat pada diri seseorang meskipun ia telah meninggal dunia. Bahkan orang yang meninggal sebelum membayar hutangnya, kelak akan mendapatkan azab yang sangat pedih di hari kiamat.
Baca juga :
Seseorang Telah Berzina, Apakah Dia Punya Kewajiban Untuk Berterus Terang?Sebagian dari kita agak ragu atau berpikir ulang ketika meminjam uang atau berhutang, karena hutang dibawa mati sangat besar kerugiannya.
Terkadang kita berpikir, jangan-jangan saya mati sebelum hutang saya lunas. Atau bahkan sampai berpikir misalnya menunda beli pulsa dari teman, kemudian nanti dibayar, karena khawatir siapa tahu meninggal sebelum lunas.
Oleh sebab itu, apabila Anda memiliki hutang maka bersegeralah untuk melunasinya sebelum malaikat maut menjemput.
Tentu saja khawatir karena hutang dibawa mati banyak kerugiannya. Kami nukil tiga saja sebagaimana dikutip dari
muslimafiyah di antaranya:
-terhalang masuk surga meskipun mati syahidRasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
“Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”[1]
Baca juga :
Sebenarnya Halal Atau Haram, Asuransi dan KPR Dalam Islam?
-keadaannya menggantung/ tidak jelasRasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.”[2]
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarfkafuri rahimahullah berkata,
قال السيوطي أي محبوسة عن مقامها الكريم وقال العراقي أي أمرها موقوف لا حكم لها بنجاة ولا هلاك حتى ينظر هل يقضى ما عليها من الدين أم لا انتهى
“Berkata As Suyuthi, yaitu orang tersebut tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia. Sementara Imam Al ‘Iraqi mengatakan urusan orang tersebut terhenti (tidak diapa-apakan), sehingga tidak bisa dihukumi sebagai orang yang selamat atau binasa, sampai ada kejelasan nasib hutangnya itu sudah dibayar atau belum.”[3]
-Sahabat yang punya hutang tidak dishalati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal shalat beliau adalah syafaat.Dari Jabir radhiallahu ‘Anhu, dia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar.” Beliau bersabda: “Shalatlah untuk sahabat kalian.”[4]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan,
وَكَانَ إذَا قُدّمَ إلَيْهِ مَيّتٌ يُصَلّي عَلَيْهِ سَأَلَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَمْ لَا ؟ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ صَلّى عَلَيْهِ وَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ لَمْ يُصَلّ عَلَيْهِ وَأَذِنَ لِأَصْحَابِهِ أَنْ يُصَلّوا عَلَيْهِ فَإِنّ صَلَاتَهُ شَفَاعَةٌ وَشَفَاعَتَهُ مُوجَبَةٌ
“Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya hutang atau tidak? Jika dia tidak punya hutang maka Beliau menshalatkannya, jika dia punya hutang maka Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu. Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang pasti.”[5]
Baca juga :
Wanita Memang Baiknya Shalat di Rumah, Tapi Jangan Dilarang Jika Ingin Shalat di Masjid, Baca Dulu PenjelasannyaAncaman tertsebut bagi orang yang punya harta dan berniat tidak membayarnya
Berkata Al-Munawi rahimahullah,
والكلام فيمن عصى باستدانته أما من استدان حيث يجوز ولم يخلف وفاء فلا يحبس عن الجنة شهيدا أو غيره
“Pembicaraan mengenai hal ini berlaku pada siapa saja yang mengingkari hutangnya. Ada pun bagi orang yang berhutang dengan cara yang diperbolehkan dan dia tidak menyelisihi janjinya, maka dia tidaklah terhalang dari surga baik sebagai syahid atau lainnya.”[6]
Berkata Ash-Shan’ani rahimahullah,
ويحتمل أن ذلك فيمن استدان ولم ينو الوفاء
“Yang demikian itu diartikan bagi siapa saja yang berhutang namun dia tidak berniat untuk melunasinya.”[7]
Hutang dibawa mati yang akan ditunaikan oleh AllahTelah jelas bahwa ancaman-ancaman diatas adalah berlaku bagi mereka yang berhutang kemudian tidak berniat membayar hutangnya, adapun mereka yang berazam kuat membayar, kemudian meninggal maka Allah akan menunaikannya.
Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلَّا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِي الدُّنْيَا
“Tidaklah seorang muslim berhutang, dan Allah mengetahui bahwa dia hendak menunaikannya, melainkan Allah Ta’ala akan menunaikannya di dunia.”[8]
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa mengambil harta manusia dan dia hendak melunasinya, maka niscaya Allah akan melunaskan baginya. Barangsiapa yang mengambil lalu hendak menghancurkannya maka Allah akan menghancurkan dia.”[9]
Berkata As-Syaukani rahimahullah,
وهذا مقيد بمن له مال يقضى منه دينه وأما من لا مال له ومات عازمًا على القضاء فقد ورد في الأحاديث ما يدل على أن اللَّه تعالى يقضي عنه
“Ini terikat pada siapa saja yang memiliki harta yang dapat melunasi hutangnya. Ada pun orang yang tidak memiliki harta dan dia bertekad melunaskannya, maka telah ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan melunasi untuknya.”[10]
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin