Sidang Majelis Umum PBB atas resolusi terhadap Yerusalem.(viva,republika)
Dilansir dari Viva, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya menyetujui sebuah resolusi yang meminta Amerika Serikat menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sebanyak 128 anggota mendukung resolusi, 9 negara menolak sementara 35 lainnya abstain pada 6 Desember lalu.
Sembilan negara yang menolak resolusi tersebut yaitu Israel, Honduras, Togo, AS, Palau, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, dan Guatemala.
Sementara dua pertiga negara anggota PBB termasuk Jerman, Prancis, Italia, Belanda, Belgia, Portugal, Swiss, Swedia, Norwegia, Spanyol dan Yunani memilih untuk mendukung resolusi tersebut. Kali ini, berbeda dengan di Dewan Keamanan PBB, AS tidak memiliki hak veto di Majelis Umum.
Hukum internasional memandang Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur sebagai "wilayah yang diduduki" dan menganggap semua permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah tersebut ilegal.
Yerusalem masih menjadi poros konflik Israel-Palestina, karena orang-orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi Ibu Kota Palestina di masa yang akan datang.
Resolusi tersebut menekankan bahwa dimensi spiritual, religius dan budaya yang unik dari Yerusalem perlu dilindungi dan dilestarikan. Resolusi juga menyerukan agar semua negara menahan diri untuk mendirikan misi diplomatik di Yerusalem.
Resolusi tersebut juga menegaskan bahwa isu mengenai status akhir Yerusalem harus diselesaikan melalui negosiasi sesuai dengan resolusi PBB yang relevan dan menyatakan bahwa keputusan yang mengubah status kota tersebut batal demi hukum.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pada rapat kabinet menggunakan hak vetonya dan mengancam akan memotong bantuan ke negara-negara yang mendukung resolusi Yerusalem pada Rabu. “Biarkan mereka memberikan suara melawan kita," ungkap Trump.
langkah mundur Presiden Trump tersebut telah mengundang kecaman dari seluruh dunia arab dan muslim. Bahkan, sejumlah sekutu AS pun mulai menentang tindakan atau klaim sepihak AS tersebut.