Penyebab shalat tidak sah..
Shalat tak pernah bolong dan selalu rajin. Tapi kok masih saja sering melakukan beberapa kesalahan ini yang membuat shalatmu batal dan tidak sah. Percuma saja.
Shalat memang suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat islam. Dan harus dikerjakan dengan ikhlas.
Sayangnya orang-orang yang mengerjakan shalat masih sering melakukan beberapa kesalahan ini yang membuat shalat tidak sah.
Buat kamu yang belum tahu, ini 10 kesalahan yang menyebabkan shalat tidak sah.
Seperti tidak melakukan: berdiri, rukuk, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk tasyahhud Akhir, membaca shalawat, salam pertama, thuma’ninah dan tertib.
Seperti muslim, berakal, sudah masuk waktu shalat, suci dari hadas dan najis, menutup aurat, dan hadap kiblat.
Baik kemaluan sendiri, oranglain, lawan jenis bahkan anak kecil dan menyentuh kulit lawan jenis.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu’.” (HR. Ahmad dan At-Tirmizy).
Hal-hal yang berhubungan dengan sentuhan lawan jenis perlu diperhatikan adalah berwudhu tidak harus dengan air.
Atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik. (QS. An-Nisa : 43)
Namun ada catatan dari Mazhab Asy-Safi’iyah yakni menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahramnya bukan termasuk yang batalkan wudhu.
Sebagian ulama menerjemahkan kata menyentuh kemaluan adalah hubungan jima’, hingga jika bersentuhan biasa tanpa disengaja tidak batakan wudhu.
Menurut Imam Syafi’i orang yang sedang menjalankan shalat kemudian niatnya berubah maka shalatnya tidak sah.
Baca Juga : Bacaan dan Tata Cara Salam Dalam Shalat
Jika hal ini tidak dilakukan maka shalatnya tidak sah.
Hal ini dikarenakan Al Fatihah merupakan bagiana dari rukun shalat. Sengaja atau terlupa, tetap shalatnya tidak sah.
Dari Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat Al-Fatihah)” (HR. Bukhari Muslim)
Namun dikecualikan jika sedang masbuk, dan tidak sempat membaca Al Fatihah dan langsung rukuk sesuai dengan gerakan imam.
Dari Zaid bin Al-Arqam radhiyallahuanhu berkata,
”Dahulu kami bercakap-cakap pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang di sampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).
Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tertawa itu membatalkan shalat tapi tidak membatalkan wudhu” (HR.Ad-Daruquthuny).
Gerakan yang dimaksud tentu gerakan diluar gerakan shalat, seperti memukul, menggaruk, menggoyang-goyangkan tangan, tubuh dan banyak lainnya. Gerakan ini terlalu banyak dan tak ada maksud tertentu.
Baca Juga : Banyak yang Tanya `Waalaikumsalam` atau `Waalaikumussalam`, Mana yang Baik?
Mazhab Asy-Syafi’iyah adan Al Hanabilah menyatakan jika gerakan itu harus memenuhi standart kebiasaan dalam masyarakat.
Jika semisal gerakan yang dilakukan itu oleh masyarakat dianggap sudah keluar dari konteks shalat, maka gerakan tersebut membatalkan shalat.
Namun jika gerakan itu masih dianggap oleh masyarakat ssetempat masih dalam urf dalam kategori shalat, maka shalatnya tidak batal.
As-Syafi’iyah mengatakan jika orang yang menelan makan minuman meski sedikit dan tidak menginginkannya tetap membatalkan shalat.
Gerakan mengunyah meski tak ditelan juga membatalkan shalat.
Makmum memang harus patuh dengan gerakan imam. Akan tetapi jika tidak sengaja melakukan hal tersebut, karena kurang kosentrasi atau kondisi lainnya maka tidak membatalkan, dan ulama as-Syafi’iyah menyatakan batasan ketidak sengaja itu adalah 2 kali gerakan.
Jika dilakukan sepanjang shalat hukumnya bisa makruh, dan hal ini termasuk kebiasaan orang Yahudi, kita adianjurkan untuk tidak meniru tata cara mereka dalam beribadah.
Akan tetapi jika karena sesuatu hal, misalnya sedang sakit, atau kondisinal tertentu misalnya silau atau tidak kosentrasi dalam shalat maka tersebut diperkecualikan
”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang yahudi.” (ar-Raudhul Murbi’, 1/95).