Meski Sudah Ta`aruf Jangan Sampai Tertipu Antara Ta`aruf Syar`i dan Hubungan Tanpa Status

Penulis Penulis | Ditayangkan 18 Mar 2018
Sumber gambar muhammadrizki.web.id

Walaupun cowokmu bilang kita ta'aruf saja yah jangan pacaran tidak baik nanti dosa.

Waspadai modus seperti ini bisa jadi hubunganmu malah tidak memiliki status dan cowokmu bisa pergi begitu saja tanpa pertanggung jawaban pasti.

Berikut ini yang benar-benar taaruf penuh pertanggungjawaban....

Ta’aruf Syar’i (TS) adalah proses saling mengenal antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, dengan tujuan untuk mendapatkan kemantapan hati menuju pernikahan.

Hal ini sangat berbeda dengan aktivitas pacaran atau yang secara lebih sopan alangkah baiknya disebut sebagai hubungan tanpa status.

Yang dimaksud dengan Hubungan Tanpa Status (HTS) adalah interaksi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam waktu panjang tanpa kejelasan tujuan.

Paling tidak ada delapan ciri yang membedakan antara aktivitas TS dengan HTS. Hal ini untuk lebih memberikan kejelasan, apa yang sesungguhnya disebut sebagai TS.

Pertama, Niat atau Motivasi



TS dilakukan dengan motivasi untuk memantapkan hati menuju pernikahan. Bukan untuk mencari kesenangan syahwat, bukan untuk mengeksplorasi kepuasan nafsu. Inilah sisi yang sangat menonjol dalam sebuah TS. Niat melakukan TS memang untuk menuju jenjang pernikahan. Jika proses saling mengenal antara laki-laki dan perempuan disertai interaksi dan komunikasi yang intens, hanya untuk iseng, atau untuk bersenang-senang, tanpa ada kejelasan tujuan atau tanpa kejelasan arah menuju pernikahan, maka tidak bisa disebut sebagai TS.

Kedua, Kondisi Pelaku



TS dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dewasa yang sudah siap menikah, serta tidak memiliki halangan syar’i bagi mereka berdua untuk menikah. Yang dimaksud dengan halangan syar’i adalah ketentuan syari’at yang melarang laki-laki menikah dengan perempuan disebabkan adanya alasan tertentu, misalnya karena perbedaan agama, atau karena alasan lainnya yang telah ditetapkan syari’at.

Jika proses saling mengenal disertai interaksi dan komunikasi yang intens dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum siap menikah, maka tidak bisa disebut sebagai TS. Misalnya, pihak laki-laki maupun pihak perempuan belum bisa mendefinisikan kapan akan melaksanakan pernikahan, artinya memang belum siap menikah. Demikian pula apabila di antara keduanya terdapat halangan syar’i untuk menikah, maka interaksi tersebut tidak bisa disebut sebagai TS.

Ketiga, Batas Waktu

Karena TS dilakukan dalam upaya untuk melaksanakan pernikahan, maka harus ada batas waktu yang jelas. Misalnya, TS dilakukan dalam waktu berapa hari atau berapa pekan atau berapa bulan. Jangan sampai tanpa batas waktu sehingga menimbulkan ketidakjelasan. Interaksi dan komunikasi intens atara seorang lelaki dan seorang perempuan yang tidak terikat pernikahan tanpa ada batas waktu dan tanpa ada arah menuju pernikahan, tidak bisa disebut sebagai TS. Hal seperti ini hanya akan menimbulkan dosa dan kemaksiatan belaka.

Keempat, Keterlibatan Pendamping

TS bukanlah alasan untuk pacaran atau sarana untuk bersenang-senang antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Karena tujuan TS adalah menuju pernikahan, maka harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan benar. Salah satu cara untuk mendapatkan kebaikan hasil TS adalah dengan melibatkan pendamping yang akan mengarahkan proses dan prosedurnya. Bukan hanya membuat mereka berdua tidak khalwat, namun pendamping memiliki peran untuk memberikan arahan agar proses TS berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

Kelima, Kejelasan Prosedur



Yang dimaksud ‘prosedur’ dalam TS bukanlah mekanisme yang kaku dan sulit. Namun TS memerlukan sejumlah aturan prosedur supaya bisa berjalan dengan baik dan mencapai hasil seperti yang diharapkan. Misalnya, terkait kesepakatan waktu dan tempat pertemuan, berapa kali pertemuan, kejelasan agenda dalam setiap pertemuan, mekanisme untuk melakukan klarifikasi dan konfirmasi, kesepakatan tentang cara berkomunikasi lebih lanjut, dan seterusnya. Hal seperti ini perlu disepakati bersama pendamping. Jika interaksi terjadi dengan bebas tanpa batasan dan aturan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka tidak bisa disebut sebagai TS.

Keenam, Komitmen dengan Adab Syar’i

TS adalah bagian utuh dari langkah menuju pernikahan, maka harus selalu komitmen dengan adab syar’i dalam setiap langkahnya. Tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang melampaui batas atau melanggar aturan syar’i. Misalnya saja laki-laki dan perempuan melakukan kontak fisik, atau khalwat, atau melakukan interaksi yang mendekatkan mereka berdua kepada perzinahan, atau yang semacam itu. Jika interaksi dan dan komunikasi yang intens dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa mengindahkan adab syar’i, maka tidak bisa disebut sebagai TS.

Ketujuh, Hasil Akhir



Hasil akhir dari keseluruhan proses TS adalah kemantapan hati, kepastian dan keputusan. Kemantapan, kepastian dan keputusan ini bisa dalam bentuk “ya” dan “tidak”, namun keduanya mengandung unsur kemantapan dan kepastian. Jika mantap “ya”, artinya kedua belah pihak sudah memutuskan untuk lanjut ke langkah berikutnya menuju akad nikah. Jika mantap “tidak”, artinya kedua belah pihak sudah memutuskan untuk tidak meneruskan ke jenjang pernikahan. Ini adalah hasil akhir dari proses TS, yang tentu saja harus dibarengi dengan proses lainnya, seperti istikharah, mendialogkan dengan orang tua, dan meminta pertimbangan orang-orang yang dipercaya.

Kedelapan, Tindak Lanjut

Karena hasil akhir dari TS adalah sebuah keputusan, maka akan ada tindak lanjut yang jelas. Tindak lanjut juga ada dua jenis, “terus” atau “berhenti”. Apabila terus, maka pihak laki-laki dan perempuan segera menuju kepada prosesi meminang atau khitbah secara resmi. Setelah khitbah ditindaklanjuti dengan akad nikah dan walimatul ursy sesuai ajaran Nabi Saw. Inilah tindak lanjut yang pasti. Namun apabila memutuskan untuk “berhenti”, maka seluruh proses TS pun diakhiri dan tidak ada interaksi lagi secara khusus setelah itu. Kembali menjadi orang lain, yang berinteraksi secara umum dalam batasan ukhuwah Islamiyah sebagai sesama muslim.

Jika interaksi dan komunikasi yang dibangun seorang laki-laki dan seorang perempuan tidak ada kejelasan tindak lanjut, maka tidak bisa disebut sebagai TS. Mereka berdua berlama-lama dalam interaksi, tanpa batas waktu dan tidak ada kejelasan tindak lanjut, maka seperti itulah HTS.

Hindari HTS, untuk Kebaikan Hidup Anda



Hubungan Tanpa Status adalah kesia-siaan dan kehampaan. Mungkin sebagian orang menganggap HTS sebagai gaya hidup atau bahkan tuntutan hidup anak muda, namun itu merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Jika memang bertanggung jawab, lakukan proses TS yang beradab dan memiliki kejelasan hasil akhir serta disertai tindak lanjut yang pasti.

Jika anda terlalu lama berada dalam suasana HTS, bukan saja memperbanyak peluang dosa dan kemaksiatan, namun juga menimbulkan kerugian jika ujungnya adalah ketidakjelasan. Akan muncul  sakit hati, akan muncul perempuan yang ternodai, akan muncul laki-laki penebar janji, dari maraknya aktivitas HTS. Maka jangan terjebak HTS, apalagi ketika diklaim bahwa hal itu adalah TS. Untuk membedakan apakah yang sedang terjadi merupakan TS atau HTS, pahami delapan perbedaan tersebut.

Jika tidak masuk ciri-ciri TS, berarti HTS. Segera akhiri dengan taubat dan istighfar. Segera lakukan pembersihan diri.
viral minggu ini

BAGIKAN !

Jika kontent kami bermanfaat