Ilustrasi WNI positif virus corona - Image from www.cnnindonesia.com
Siapa bilang infeksi corona selalu disertai dengan gejala?
Nyatanya yang menyebabkan kasus corona semakin meningkat adalah adanya orang yang positif corona namun tak menunjukkan gejala apapun.
Beragam penelitian telah dilakukan oleh para ilmuwan di dunia guna menggali semua informasi tentang virus corona yang berasal dari Wuhan, China.
Objek kajiannya pun beragam, mulai dari sumber, sifat, cara penyebaran, gejala, hingga vaksin virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
Dilansir dari laman Kompas.com (26/3), Per Rabu (25/3/2020) malam, sudah 438.749 orang yang terinfeksi corona di lebih dari 180 negara, dengan angka kematian sebesar 19.675 kasus.
Salah satu faktor yang mempengaruhi lajunya penyebaran virus ini adalah banyaknya pasien positif yang tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga mereka tak sadar jika telah membawa virus corona.
Baca juga: 5 Kesalahan Italia dalam Tangani Corona, 7000 Orang Meninggal
Berikut adalah lima hal yang perlu diketahui seputar infeksi virus corona tanpa gejala:
Sejauh ini, infeksi virus corona tanpa gejala telah ditemukan di banyak negara.
Berita terbaru, sejumlah atlet dunia yang dinyatakan positif Covid-19 mengakui hal tersebut.
Hingga kini, para ahli masih mencoba untuk mencari tahu sejauh mana orang-orang yang terinfeksi dalam kategori ini, berkontribusi dalam penyebaran virus.
Pada Minggu (22/3/2020), SCMP melaporkan bahwa, sepertiga dari pasien positif virus corona di China baru menunjukkan gejala pasca dikonfirmasi positif. Sebelumnya, mereka tidak merasakan gejala sama sekali.
Kasus asimptomik atau tanpa gejala, juga ditemukan di antara orang-orang yang telah melakukan kontak dekat dengan pasien positif, klaster, serta melalui pelacakan kontak.
Beberapa ahli memberi peringatan bahwa pasien tanpa gejala bisa membuat rute transmisi baru setelah penguncian diredakan.
"Ini memprihatinkan, mengingat banyak negara belum menerapkan tingkat pengujian komunitas yang cukup luas," ungkap Adam Kamradt-Scott, seorang spesialis kesehatan masyarakat di University of Sydney, seperti yang dilansir dari Reuters.
Baca Juga: Seberapa Besar Potensi Anda Terjangkit Corona? Jawab dengan Pertanyaan Berikut
Sementara itu, Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea Selatan Jung Eun-Kyeong mengatakan bahwa, sekitar 20% dari pasien positif virus corona di Korea Selatan tidak menunjukkan gejala apapun selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Bahkan, dilansir dari laman Bloomberg, di Islandia, menurut Kepala Ahli Epidemiologi Thorolfur Gudnason, separuh dari jumlah pasien positif corona tidak memiliki gejala apapun.
Satu analisis dari wabah kapal pesiar Diamond Princess menunjukkan, 33 dari 104 penumpang yang terinfeksi corona tetap tanpa gejala bahkan setelah rata-rata 10 hari pengamatan di rumah sakit.
Yale School of Public Health menyebutkan bahwa, keberadaan pasien asimptomik atau pasien tanpa gejala mengindikasikan bahwa screening di bandara dan tempat masuk lainnya tidak cukup efektif.
"Gambaran nyata hanya akan terungkap ketika kami memiliki tes serologis untuk mengetahui siapa yang telah terinfeksi," ujar Ian Henderson, Direktur Institute for Molecular Bioscience di Queensland University.
Sejauh ini, screening di bandara dan tempat masuk lainnya masih menjadi andalan utama bagi banyak negara, untuk mendeteksi penumpang yang mungkin sudah terpapar virus corona.
Namun Singapura kini mulai sadar akan hal itu, sehingga mereka memperketat tes masuk di bandaranya.
Baca Juga: Banyak Digunakan, Apakah Masker Kain Efektif Cegah Corona? ini Penjelasannya
Seorang perempuan asal Wuhan, China, dengan riwayat perjalanan ke Anyang perihal mengunjungi keluarganya, sempat dinyatakan negatif corona pada tes awal. Namun, pada tes lanjutan hasilnya berubah menjadi positif.
Wanita itu pun kemudian menjalani uji CT Scan guna mengecek kondisi paru-parunya.
Dari uji scan itu, diketahui bahwa paru-parunya tetap dalam keadaan normal, tak mengalami demam, dan tidak ada pula gejala pernapasan.
Dilansir dari laman Health, Presiden ACCESS Health International William Haseltine mengatakan bahwa, metode pengujian virus corona secara umum yang ada saat ini, dinilai tidak cukup efektif.
Pernyataan tersebut didasari atas fakta bahwa penyebaran virus corona tidak hanya disebarkan oleh orang bergejala saja.
Ia pun meminta agar banyak negara mengoptimalkan sistem pengujian yang dikenal sebagai contact tracing atau pelacakan kontak.
Menurut William, penting untuk menemukan pasien tersebut lebih awal sebelum mereka jatuh sakit.
"Ini bukan tentang berapa banyak tes yang dilakukan di suatu negara, tetapi bagaimana tes itu digunakan," ungkapnya.
Baca Juga: Perawat ini Bunuh Diri Karena Khawatir Tularkan Virus Corona ke Orang Lain
Dari penjelasan ini, maka bisa kita ambil kesimpulan bahwasanya orang yang bergejala dan tanpa gejala memiliki potensi yang sama besarnya dalam penularan virus corona.
Oleh sebab itu, Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di University of Minnesota, AS, Michael Osterholm, mengingatkan agar pemerintah dan pejabat publik untuk terbuka tentang cara penyebaran virus mematikan ini.
Tak hanya pejabat, masyarakat juga diminta untuk jujur soal riwayat perjalanan dan kontak mereka saat merasakan gejala virus corona.
Dengan demikian, bisa dilacak siapa saja orang yang berpotensi tertular, meskipun belum merasakan gejala apapun.