Kisah Pilu Bocah di NTT yang Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Orang Tua

Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 03 Feb 2020

Ketika ditanya mengapa sudah seminggu lebih keduanya tidak ke sekolah, Yunita mengaku sang kakak tidak ke sekolah karena pakaian seragam miliknya sobek. 

Sedangkan sang adik tidak bisa ke sekolah karena selama ini mereka tidak punya sabun mandi sehingga dirinya tidak bisa mandi untuk ke sekolah.

Lanjut Jeremi, kondisi kedua anak tersebut memang sangat memprihatinkan. Hidup layaknya anak yatim piatu tanpa kedua orang tua. 

Tinggal di rumah layaknya gubuk yang sebenarnya sangat tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. 

"Mereka bahkan tidak bisa belajar dengan baik karena tidak ada penerangan di rumah itu. Saat malam tiba, mereka hanya bermodalkan sebuah senter untuk menerangi tidur mereka," jelas Jeremi.

Jeremi mengaku, Komunitas yang dinakhodainya menaruh perhatian serius terhadap kondisi ekonomi yang dialami kedua anak tersebut. 

Untuk itu, hari ini, Minggu (02/02), seluruh anggota komunitas akan menggelar rapat bersama guna memutuskan apa yang bisa dilakukan oleh komunitas Safari Peduli Kasih Rote dalam meringankan beban yang dipikul oleh kedua anak tersebut.

"Bagi kami prinsipnya kedua anak tersebut harus kembali bersekolah dengan baik. Utuk itu, yang paling utama tentu kita harus bantu sarana pendukung bagi mereka untuk dapat kembali melaksanakan proses belajar di sekolah dengan baik. Apalagi yang kakak itu saat ini sudah kelas VI ," ungkap Jeremi.

Kisah Pilu Bocah di NTT yang Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Orang Tua

kisah pilu 2 bocah tinggal digubuk reyot - Image from kumparan.com

Pilu melihatnya..

Saat teman sebayanya bahagia, mereka justru harus meratapi nasib tinggal di gubuk yang sungguh tak layak serta mereka sudah lama ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Karena himpitan ekonomi yang menjeratnya. Untuk menyambung hidupnya mereka harus bekerja pada tetangganya

Sungguh pilu nasib yang dialami dua bocah kakak beradik, Yunita Adu (11) dan Fernandus T. Adu (13), siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Oelasin, Desa Oelasin, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT. Akibat himpitan ekonomi yang mendera, kedua siswa ini terpaksa meninggalkan bangku sekolah.

Demikian disampaikan Jeremi Mandalla, Ketua Komunitas Safari Peduli Kasih Rote, yang dikonfirmasi media ini melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (01/02) malam.

Dikatakan Jeremi Mandalla, kedua siswa tersebut saat ini tinggal sendirian di sebuah rumah atau lebih tepatnya gubuk reyot yang beratapkan daun lontar milik mereka. 

Sementara orang tua mereka tidak ada bersama dengan mereka. Kedua orang tuanya telah lama berpisah dan pergi meninggalkan mereka.

"Dari cerita kedua anak tersebut, katanya kedua orang tua mereka sudah lama berpisah. Mamanya sudah lama meninggalkan mereka, sedangkan bapaknya sudah beberapa tahun ini berada di Kupang," ungkap Jeremi mengisahkan apa yang diceritakan oleh kedua anak tersebut.

Dijelaskan Jeremi Mandalla, untuk bertahan hidup, Yunita Adu mengaku, dirinya bersama sang kakak terpaksa harus membantu melaksanakan pekerjaan di rumah-rumah tetangga sekitar sehingga mendapatkan sedikit uang untuk membeli beras.

Baca Juga:

Kisah Pilu Bocah di NTT yang Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Orang Tua

kisah pilu 2 bocah tinggal digubuk reyot - Image from kumparan.com

Ketika ditanya mengapa sudah seminggu lebih keduanya tidak ke sekolah, Yunita mengaku sang kakak tidak ke sekolah karena pakaian seragam miliknya sobek. 

Sedangkan sang adik tidak bisa ke sekolah karena selama ini mereka tidak punya sabun mandi sehingga dirinya tidak bisa mandi untuk ke sekolah.

Lanjut Jeremi, kondisi kedua anak tersebut memang sangat memprihatinkan. Hidup layaknya anak yatim piatu tanpa kedua orang tua. Tinggal di rumah layaknya gubuk yang sebenarnya sangat tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. 

"Mereka bahkan tidak bisa belajar dengan baik karena tidak ada penerangan di rumah itu. Saat malam tiba, mereka hanya bermodalkan sebuah senter untuk menerangi tidur mereka," jelas Jeremi.

Jeremi mengaku, Komunitas yang dinakhodainya menaruh perhatian serius terhadap kondisi ekonomi yang dialami kedua anak tersebut. 

Untuk itu, hari ini, Minggu (02/02), seluruh anggota komunitas akan menggelar rapat bersama guna memutuskan apa yang bisa dilakukan oleh komunitas Safari Peduli Kasih Rote dalam meringankan beban yang dipikul oleh kedua anak tersebut.

"Bagi kami prinsipnya kedua anak tersebut harus kembali bersekolah dengan baik. Utuk itu, yang paling utama tentu kita harus bantu sarana pendukung bagi mereka untuk dapat kembali melaksanakan proses belajar di sekolah dengan baik. Apalagi yang kakak itu saat ini sudah kelas VI ," ungkap Jeremi.

Kisah Pilu Bocah di NTT yang Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Orang Tua

kisah pilu 2 bocah tinggal digubuk reyot - Image from kumparan.com

Sementara itu, Jekson Manuain, Guru wali kelas VI SDN Oelasin yang dikonfirmasi melalui telepon seluler mengaku, kondisi kedua anak tersebut diketahuinya berawal dari absennya Fernandus T. Adu, selama seminggu lebih.

"Karena yang bersangkutan tidak pernah masuk sekolah selama seminggu lebih, akhirnya saya berinisiatif untuk pergi mencari tahu apa yang menjadi penyebab siswa tersebut tidak masuk sekolah. 

Ternyata ketika saya sampai ke rumahnya memang sungguh memprihatinkan kehidupan dua siswa tersebut," jelas Jekson Manuain.

Lanjut Jekson Manuain, Fernandus sebagai kakak juga harus berperan sebagai ayah bagi adiknya untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. 

Tidak hanya itu, Fernandus juga harus menjadi ibu bagi adik perempuan semata wayang itu.

Jekson Manuain menuturkan, tidak hanya kebutuhan makan minum sehari-hari. Kondisi rumah milik mereka juga sangat memprihatinkan. 

Mereka tinggal di rumah selayaknya gubuk, yang hanya berlantai tanah, dengan dinding yang terbuat dari bebak (kayu penutup dinding dari pelepah lontar) yang sudah lapuk. Atap gubuk dari daun lontar. Gubuk reyot ini juga tidak memiliki penerangan listrik.

Lanjut Jekson Manuain, sebagai wali kelas dirinya sudah memberikan dorongan agar kedua siswa tersebut tetap melanjutkan pendidikan di SDN Oelasin. 

Dirinya juga berjanji kepada Fernandus untuk menggantikan pakaian seragamnya yang sobek dengan yang baru. Selaku guru kelas, dirinya mengusahakan mulai Senin (3/1), kedua anak tersebut sudah bisa kembali mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan baik.

SHARE ARTIKEL