Viral Anak SD Dibully dan Dimusuhi, Ibunya Sampai Menangis
Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 10 Dec 2019Viral Anak SD dan Ibunya Menangis Diduga Karena Di-bully - Image from www.tribunnews.com
Ibunya sampai ikut menangis..., anak di bully teman-temannya, tasnya dibuang, selalu dimusuhi dan dihina..!!
"Anak saya salah apa?"
Miris anak SD jaman sekarang...!!
Beberapa hari lalu, pengguna media sosial Facebook dihebohkan dengan posting yang memperlihatkan seorang anak SD yang tengah menangis.
Sambil berdiri, anak ini mengusap matanya dengan jilbab putih yang ia kenakan. Tidak jauh dari anak berjilbab, terlihat juga seorang perempuan yang tengah duduk dan menutupi wajahnya dengan jilbabnya.
Postingan tersebut diberikan narasi jika anak SD dan perempuan yang diduga orangtuanya tersebut menangis lantaran dibully karena masalah ekonomi.
Selain bullying, anak SD tersebut dikabarkan mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya.
"Tapi sangat menyedihkan kan di sekolah anaknya mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan dari teman-temannya. Di-bully, dihina, dimusuhi, bahkan tasnya dilempar, mereka salah apa?" tulisan dalam postingan tersebut.
Baca Juga:
Viral Anak SD dan Ibunya Menangis Diduga Karena Di-bully - Image from www.tribunnews.com
Tribunnews.com mencoba mencari postingan asli soal kejadian ini namun tidak menemukannya. Hasil screenshot dari postingan tersebut kemudian diunggah ulang oleh akun Facebook bernama Uun Unaini.
Untuk mengetahui kebenaran dari kejadian ini, Tribunnews.com menghubungi Uun Unaini lewat sambungan telepon, Senin (9/12/2019). Ia mengaku sebelumnya merasa penasaran dengan postingan seorang netizen yang menjadi ramai dan kini telah dihapus.
"Sebenaranya saya kan penasaran dengan berita viral itu," ujarnya. Uun juga mengatakan jika lokasi tempat diambilnya video tersebut tidak jauh dari tempat tinggalnya di Desa Pangkalan, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
"Kebetulan tetangga kampung saya," tegas Uun. Untuk memuaskan rasa penasarannya, Uun akhirnya mendatangi lokasi dan berusaha mencari kedua orang yang ada di dalam video pada Minggu (8/12/12019).
Baca Juga:
Namun sayangnya, saat sudah berada di tempat, Uun tidak bertemu dengan mereka."Kebetulan pas di situ anaknya nggak ada sama ibunya juga, baru bantuin bapaknya buat batu bata," ungkap Uun.
Perempuan kelahiran Pandeglang ini meneruskan ceritanya, sambil menunggu kedua orang ini, Uun sempat mencari informasi dari tetangga sekitar.
"Akhirnya saya ngobrol dulu sama tetangga kan," kata Uun.
Dari informasi yang dihimpun Uun, diketahui jika peristiwa yang ramai di media sosial soal aksi bullying tidak lah benar. Dari informasi yang diperoleh Uun, gadis cilik dalam video tersebut menangis setelah bermain dengan teman-teman sekolahnya.
Sedangkan, dari keterangan yang didapat Uun dari tetangganya, jika ibu dari anak ini memiliki gangguan di kesehatan mentalnya.
"Misalkan anaknya nangis dan panik, dia ikutan panik dan nangis," ujar perempuan yang tergabung dalam Komunitas Sedekah Seribu Sehari (S3) Kecamatan Sobang ini.
Baca Juga:
Dikabarkan sang ibu juga selalu berada di dekat anaknya. "Terus kemanakemana, selalu dikawal. Ke sekolah, waktu main selalu ditungguin katanyatetangganya sih begitu," ungkap perempuan kelahiran 1985 ini.
Setelah menunggu, Uun bertemu dengan sang ibu dan anak yang diketahui masih duduk di kelas 1 SD ini. Awalnya si anak sempat takut ketika bertemu dengan Uun
Menanggapi viralnya kejadian ini, Uun mengatakan hal tersebut terlalu dilebih-lebihkan. Menurutnya, kondisi keluarga tersebut dalam keadaan baik-baik saja, seperti keluarga pada umumnya.
Pesan Psikolog
Melihat masih adanya kasus bullying di sekolah-sekolah, seorang Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi memberikan tanggapan.
Menurutnya hal-hal yang perlu dilakukan orang tua dalam menyikapi anak yang menjadi korban bully di sekolah.
Adib mencontohkan, seorang anak yang seharusnya masih berada di TK sebaiknya tidak dipaksakan masuk SD.
Menurut Adib, seorang anak memang harus bersekolah sesuai dengan usianya.
"Anak kalau masuk sekolah ya harus sesuai dengan usianya," ujar Adib saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (9/12/2019).
Psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan, itu menyampaikan, jika seorang anak bersekolah tidak sesuai dengan usianya, maka memungkinkan anak tersebut mengalami bullying.
Hal itu juga disebabkan oleh faktor perkembangan psikologis yang belum matang.
"Contoh nih anak harusnya masuk SD usia 7 tahun tapi usia 6 tahun sudah masuk SD, nah itu bisa jadi sebab bullying karena belum matang secara perkembangan psikologisnya," jelas Adib.
Adib menyarankan orang tua untuk tidak memaksakan kehendak dalam menyekolahkan anaknya.
"Perlu dipertimbangkan, kalau anak masih cocok di TK ya harusnya di TK," tegasnya.
Baca Juga:
Menurut Adib, penting bagi orang tua untuk memperhatikan kondisi anaknya. Adib menambahkan, saat ini, untuk masuk SD memang tidak diharuskan mampu membaca dan menulis.
Namun, seorang anak yang perkembangan psikologisnya sudah matang, untuk taraf anak SD, sudah seharusnya dapat mengikuti instruksi guru.
"Guru nyuruh nulis ya harusnya anaknya mau nulis, bukan diam saja, kalau anaknya diam saja memang secara umum dia belum siap masuk SD," jelas Adib.
Menurut keterangan Adib, seorang anak yang dipaksakan masuk SD dalam kondisi yang belum siap dapat memicu bullying dari temannya.
"Dampak anak belum siap masuk SD tapi dipaksa itu bisa jadi pemicu mendapatkan bullying dari temannya," kata Adib.
"Jadi orang tua memang harus melihat bagaimana perkembangan anak, melihat sampai mana sih kemampuannya, sudah siap masuk SD apa belum?" sambungnya.
Selain itu, Adib menyampaikan, untuk menyikapi anak yang menjadi korban bullying maka seharusnya orang tua berkoordinasi dengan guru.
"Kalau anaknya mendapat bully dari teman ya sebaiknya berkoordinasi dengan guru, dengan pihak sekolah," tutur Adib.
Baca Juga:
Menurut Adib, seorang guru akan cukup bijaksana untuk mengatasi persoalan bullying di antara murid-muridnya. Adib memberi catatan, jangan sampai orangtua main hakim sendiri.
Terlebih, sampai bermusuhan dengan sesama orangtua. "Jangan sampai orangtua main hakim sendiri atau malah orangtua sama orangtua," ucapnya.
Dalam menyikapi masalah bullying yang dihadapi seorang anak, orang juga perlu dimediasi oleh pihak sekolah.