Penyebab Amerika Jadi Negara dengan Kasus Covid-19 Tertinggi di Dunia 

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 28 Mar 2020

Penyebab Amerika Jadi Negara dengan Kasus Covid-19 Tertinggi di Dunia 

Donald Trump - Image from deadline.com

Amerika tempati posisi pertama jumlah kasus corona terbanyak di dunia! 

Jangan sampai kita seperti ini!

Jumlah pasien Covid-19 di Amerika mencapai 100.000 lebih kasus. Wow, hal ini berarti jumlah tersebut melebihi banyaknya kasus di China dan Italia. Lantas mengapa hal ini terjadi? 

Tercatat per hari ini, Sabtu, 28 Maret 2020, total kasus positif Covid-19 di Amerika Serikat mencapai 104.661 orang. 

Angka tersebut jauh melampaui total kasus positif Covid-19 di China yang mencapai sebanyak 81.946 orang. Sedangkan Italia menempati posisi ketiga dengan total kasus positif Covid-19 sebanyak 86.498. 

Rumah sakit di Amerika Serikat dilaporkan semakin kewalahan dengan COVID-19 yang terus meningkat signifikan. Bahkan ada 40 persen orang AS berada di bawah perintah lockdown untuk mencegah penyebaran yang semakin meluas. 

Baca juga : 5 Daerah Indonesia yang Terapkan Lockdown Lokal

Setidaknya 1.300 orang telah meninggal karena COVID-19 di AS, menurut Worldometers. Para ahli mengungkapkan bahwa jumlah infeksi baru menunjukkan bahwa lebih banyak orang Amerika akan meninggal akibat virus ini. 

Selain itu dengan peningkatan yang drastis ini membuat publik bertanya-tanya. Mengapa hal ini terjadi di Amerika? 

Berikut adalah beberapa faktor yang melatarbelakangi perkembangan pesat wabah corona di Amerika. 

1. New York pusat penyebaran corona

Salah satu faktor yang menyebabkan jumlah kasus corona di AS New York terus melonjak adalah adanya pemeriksaan Covid-19 massal yang telah dilakukan pemerintah. Tes massal ini di lakukan di banyak wilayah beberapa pekan terakhir. 

Puluhan ribu warga New York telah mengikuti pemeriksaan Covid-19. Dan sejauh ini, sebagian besar pasien positif corona di New York mengalami gejala ringan seperti demam dan pneumonia.

2. Kurangnya ventilator

Ventilator adalah mesin yang berfungsi untuk menunjang atau membantu jalannya pernafasan. Ventilator biasanya dibutuhkan oleh pasien yang tidak dapat bernapas sendiri, baik karena suatu penyakit atau karena cedera parah. 

Tujuan penggunaan alat ini adalah agar pasien mendapat asupan oksigen yang cukup, sehingga menjaga mereka tetap hidup. 

Sayangnya, dengan semakin banyaknya jumlah pasien di Amerika Serikat (AS), satu ventilator digunakan oleh 2 pasien. 

Meski jumlah kasusnya melampaui Tiongkok, pasien terjangkit virus corona yang meninggal dunia di AS hanya sebanyak 1.293. Sedangkan di China jumlahnya sudah mencapai angka 3.287.

Lousiana menjadi wilayah setelah New York yang terdampak corona paling parah. Gubernur Louisiana John Bel Edwards mengatakan, fasilitas medis kehabisan kamar dan ventilator untuk pasien Covid-19. 

Jika jumlah pasien terinfeksi covid-19 tidak ditekan seminimal mungkin, maka ventilator di New Orleans bisa habis pada 2 April. Lalu, kamar untuk merawat pasien tidak tersedia lagi diprediksi pada tanggal 7 April. 

Baca juga: Sisi Positif Virus Corona yang Harus Kita Syukuri

3. Distribusi alat uji lamban

Menurut laporan USA Today, di Naples, sebuah kota di barat daya Florida yang memiliki penduduk dengan rata-rata usia 66 tahun, sebuah rumah sakit tiba-tiba menghentikan tempat pengujian drive-through mereka karena kehabisan alat tes Covid-19. 

Dokter di Winter Haven, sebuah kota di Florida Tengah bahkan harus menunggu hingga 10 hari untuk mendapatkan hasil tes COVID-19.

Di Miami Selatan, lingkungan yang dikelilingi oleh rumah-rumah pensiun, presiden komunitas rumah sakit sampai mengambil pinjaman sebanyak USD 380.000 dari rumahnya sendiri. 

Uang tersebut digunakan untuk mengamankan pengiriman 1.000 alat tes seminggu untuk beberapa bulan ke depan.

4. Pemerintah tidak menetapkan lockdown secara menyeluruh 

Sementara itu, Presiden Donald Trump bersikeras tidak akan menerapkan lockdown total di seluruh wilayah negaranya. 

Menurutnya, langkah tersebut terlalu berlebihan. Bahkan Trump yakin krisis akibat corona akan berakhir sebelum Paskah yang jatuh pada 12 April 2020. 

"Saya dengan senang hati membuka negara ini dan bersiap untuk Paskah," kata Trump. 

Negara itu, kata Trump, tercatat setiap tahunnya telah dihantui wabah flu dan tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Namun hal tersebut tidak sampai membuat Amerika Serikat lockdown. 

5. Warganya yang tidak taat aturan 

Meski pemerintah Amerika telah mewanti-wanti masyarakatnya untuk menerapkan social distancing. 

Mayoritas dari mereka justru mengabaikan dan dengan santai melakukan berbagai kegiatan di tempat publik, kerumunan masa, bahkan berlibur. 

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan pada akun instagram @bbcindonesia. Terlihat di video tersebut, ada banyak anak muda yang justru menikmati 'Spring break' dengan santainya dan tidak peduli terhadap potensi tertularnya Corona. 

Salah satu pemuda ketika diwawancarai menyampaikan, 

"Jika saya terkena corona, ya sudah. Itu tidak akan menghentikan saya untuk tetap berpesta." 

Spring break adalah pesta musim semi. Biasanya dilakukan dengan berlibur ke pantai, berjemur dan bersenang-senang. 

Mereka berkumpul di Pantai Miami, Florida. Ketidakpedulian terhadap wabah virus corona ini juga terlihat dari respon mereka. Ada salah satu orang yang mengatakan, bahwa virus corona tidak seserius yang diberitakan. 

Ia mengungkapkan masih banyak isu serius lain di dunia, diantaranya adalah kelaparan dan kemiskinan. Presiden Donald Trump juga telah mengimbau kepada kaum muda untuk menunda dulu kegiatan berkumpul. 

"Mereka berpikir bahwa mereka kebal, tapi mereka tidak menyadari bahwa mereka bisa membawa dampak buruk ketika pulang ke rumah menularkan penyakit pada nenek, kakek, atau bahkan orang tua mereka." ungkapnya.

Penyebab Amerika Menduduki Peringkat Tertinggi Kasus Corona

SHARE ARTIKEL