Penyakit TBC: Penyebab, Gejala, Pengobatan, dan Pencegahan

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 13 Dec 2019


Penyakit TBC: Penyebab, Gejala, Pengobatan, dan PencegahanIlustrasi TBC - Image from id.pinterest.com

Penyakit TBC atau Tuberkulosis merupakan penyakit yang biasa terjadi di Indonesia. 

Lalu bagaimana sih gejalanya? Berikut penjelasan lengkap mengenai gejala, penyebab, pencegahan, dan pengobatan TBC. 

Apa Itu Penyakit TBC?

Penyakit TBC adalah penyakit paru-paru yang akan menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama atau lebih dari 3 minggu.

Batuk ini biasanya berdahak, dan terkadang sampai mengeluarkan darah.

TBC tidak hanya berupa penyakit TBC paru saja, akan tetapi juga penyakit TBC tulang, usus, bahkan TBC kelenjar.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri atau kuman Mycobacterium tuberculosis. 

Kuman ini menyebar di udara melalui percikan ludah penderita TBC, misalnya ketika berbicara, batuk, atau bersin. 

Apakah penyakit TBC menular? Jawabannya adalah iya, akan tetapi meskipun demikian, penularan TBC tidak semudah penyebaran flu.

Penularannya membutuhkan kontak yang cukup dekat dan cukup lama dengan penderita.

Semakin lama seseorang berinteraksi dengan penderita TBC, maka semakin tinggi pula resiko untuk tertular. 

Misalnya seperti anggota keluarga yang tinggal bersama dengan penderita TBC.

Selain itu, penyakit TBC juga lebih rentan terkena pada seseorang yang mempunyai kekebalan tubuh yang rendah. 

Misalnya seperti penderita HIV dan AIDS.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, penyakit TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Dan penularannya tidak semudah flu, sehingga Anda tidak akan langsung tertular jika hanya sekedar berjabat tangan dengan penderita TBC. 

Akan tetapi, ada beberapa orang yang rentan tertular penyakit ini, yaitu :

  • Orang yang hidup di pemukiman padat dan kumuh.
  • Petugas medis yang kerap berhubungan dengan penderita TBC.
  • Lansia dan anak-anak.
  • Pengguna NAPZA.
  • Orang yang kecanduan alkohol.
  • Perokok aktif.
  • Orang yang menderita penyakit ginjal stadium lanjut.
  • Orang yang menderita diabetes dan kanker.
  • Orang yang kekurangan gizi.
  • Orang yang mengkonsumsi obat jenis imunosupresif, obat ini umumnya digunakan untuk mengobati penyakit lupus, psoriasis, rheumatoid arthritis, dan crohn.

Gejala TBC​

Selain gejala yang bisa dilihat yaitu berupa batuk yang berlangsung lama, penyakit TBC disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini, juga akan menimbulkan beberapa gejala lainnya, seperti :

  • Demam.
  • Lemas.
  • Berat badan turun.
  • Nafsu makan menurun.
  • Nyeri dada.
  • Berkeringat di malam hari.

Beberapa gejala TBC lainnya juga harus selalu diwaspadai. 

Selain di paru-paru, penyakit TBC bisa menjalar ke organ lain seperti selaput otak yang disebut dengan meningitis TB. 

Ke tulang yang disebut dengan penyakit Pott, ke organ saluran kemih, ke sendi, dan sebagainya. 

Hal ini bergantung pada daya tahan dan kecepatan penegakan diagnosis antar pasien.

Gejala meningitis TB mungkin termasuk yang berikut:

  • Sakit kepala intermiten atau terus-menerus selama 2-3 minggu.
  • Perubahan status mental ringan yang dapat berlanjut ke koma selama periode hari sampai hitungan minggu.
  • Demam yang tidak terlalu tinggi.

Gejala TB tulang, yang disebut dengan penyakit Pott:

  • Nyeri punggung atau kekakuan punggung.
  • Kelumpuhan anggota gerak bawah bawah. Setengah dari pasien dengan penyakit Pott tidak terdiagnosis
  • Arthritis tuberkulosis, biasanya hanya melibatkan 1 sendi (paling sering pinggul atau lutut, diikuti oleh pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu).

Gejala TB genitourinari mungkin termasuk yang berikut:

  • Nyeri pinggang.
  • Disuria.
  • Sering buang air kecil.
  • Pada pria, massa skrotum menyakitkan, prostatitis, orchitis, epididimitis atau.
  • Pada wanita, gejala seperti penyakit radang panggul.

Gejala TB gastrointestinal yang merujuk ke situs yang terinfeksi dan mungkin termasuk yang berikut:

  • Nonhealing bisul pada mulut atau anus.
  • Kesulitan menelan (dengan penyakit esofagus).
  • Nyeri perut meniru penyakit ulkus peptikum (dengan infeksi lambung atau duodenum).
  • Malabsorpsi (dengan infeksi usus halus).
  • Nyeri, diare, atau hematochezia (dengan infeksi usus besar).

Jika memang ditemukan gejala TBC tersebut, segera periksakan diri ke dokter. 

Nantinya, dokter akan memeriksa melalui serangkaian anamnesis (wawancara) maupun pemeriksaan fisik. 

Temuan pemeriksaan fisik yang terkait dengan TB adalah tergantung pada organ yang terlibat.

Pasien dengan TB paru mungkin memiliki tanda sebagai berikut:

  • Napas tidak normal terdengar, terutama lobus atas atau daerah yang terlibat.
  • Rales atau bronkial napas tanda-tanda, mengindikasikan konsolidasi paru.

Gejala TBC berbeda sesuai dengan jaringan yang terlibat dan mungkin termasuk yang berikut:

  • Penurunan kesadaran hingga koma.
  • Defisit neurologis.
  • Chorioretinitis (radang pada retina mata).
  • Limfadenopati.
  • Lesi kulit.

Tidak adanya temuan fisik yang signifikan tidak serta merta menyingkirkan adanya suatu TB aktif. 

Semakin baik imunitas atau daya kekebalan tubuh, justru gejala dan tanda cenderung semakin terlihat.

Namun, semakin buruk atau lemahnya kekebalan tubuh, justru gejala dan tanda bisa tidak muncul. 

Hal ini justru yang membahayakan, karena sering kali TBC adalah penyakit yang baru menunjukkan gejala ketika sudah muncul dalam derajat yang lebih berat.

Pasien yang cenderung memiliki kekebalan tubuh lemah adalah pasien HIV, pasien yang sedang menjalani kemoterapi, dan pasien kencing manis.

Baca Juga :

Diagnosis Penyakit TBC

Metode skrining untuk TBC adalah sebagai berikut:

  • Tes tuberkulin Mantoux dengan purified protein derivative (PPD) untuk infeksi aktif atau laten (metode utama).

  • Memeriksa dahak pasien pada pasien dengan gejala batuk.

  • Serologi HIV pada semua pasien dengan TB dan status HIV tidak diketahui: individu terinfeksi HIV berada pada peningkatan risiko untuk TB.

  • Rontgen dada untuk melihat gambaran paru pada pasien TBC.

  • Jika hasil kultur bakteri tadi positif terdapat bakteri TBC, maka harus diikuti dengan uji antibiotik apa yang cocok untuk TBC yang diderita pasien tersebut. Namun, biasanya tes ini dilakukan jika pengobatan TB lini pertama tidak mempan sehingga pasien dikategorikan ke dalam pasien yang gagal pengobatan lini pertama untuk tuberkulosis paru.

Sedangkan jika lesi di luar paru, maka pemeriksaannya lebih kompleks lagi yaitu meliputi:

  • Biopsi sumsum tulang, hati, atau kultur darah.
  • Jika meningitis TB atau tuberculoma dicurigai.

  • Jika vertebral (penyakit Pott) atau keterlibatan otak diduga, CT atau MRI diperlukan.

  • Jika keluhan seputar genitourinari, dapat dilakukan pemeriksaan urin rutin dan kultur urine.

Pengobatan TBC

Tindakan yang dapat dilakukan untuk penanganan tuberkulosis paru adalah:

  • Idealnya, perawatan pasien TB adalah diisolasi di sebuah kamar dengan tekanan negatif.
  • Menggunakan masker sekali pakai yang cukup untuk menyaring basil.

  • Lanjutkan isolasi sampai BTA negatif selama 3 kali berturut-turut pemeriksaan dahak (biasanya setelah sekitar 2-4 minggu pengobatan).

  • Rejimen pengobatan tuberkulosis paru memiliki beberapa kategori dan lini. Pada kasus TB pertama kali, pengobatan TB dilakukan selama 6 bulan. Pengobatan empiris dimulai dengan rejimen 4-obat isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin.

Terapi ini akan disesuaikan menurut hasil uji kerentanan dan toksisitas. 

Wanita hamil, anak-anak, pasien yang terinfeksi HIV, dan pasien yang terinfeksi dengan strain yang resistan terhadap obat memerlukan rejimen yang berbeda.

Pengobatan profilaksis adalah pengobatan yang diberikan pada pasien yang belum tegak diagnosis TB nya, tetapi memiliki potensi untuk tertular. 

Misalnya, ibu hamil yang serumah dengan suami yang TB, atau anak kecil yang orang tuanya tinggal serumah dan tertular TB.

Pertimbangan khusus untuk terapi obat pada ibu hamil meliputi berikut ini:

  • Pirazinamid dicadangkan untuk wanita yang diduga TB-MDR.
  • Streptomisin sebaiknya tidak digunakan.

  • Pengobatan profilaksis dianjurkan selama kehamilan.

  • Wanita hamil yang mengkonsumsi isoniazid akan mengalami keracunan pada organ hati (hepatotoksik).

  • Menyusui dapat dilanjutkan selama terapi profilaksis.

Pertimbangan khusus untuk terapi obat pada anak-anak antara lain sebagai berikut:

  • Kebanyakan anak dengan TB dapat diobati dengan isoniazid dan rifampisin selama 6 bulan, bersama dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, tergantung pula dengan hasil kultur kumannya.
  • Untuk TB setelah kelahiran, durasi pengobatan dapat ditingkatkan sampai 9 atau 12 bulan.

  • Etambutol sering dihindari pada anak-anak karena efeknya untuk mengganggu indra penglihatan.

  • Terdapat pertimbangan khusus untuk terapi obat pada pasien terinfeksi HIV berupa penyesuaian dosis dan rejimen obat yang dipilih.

Masalah utama dalam pengobatan tuberkulosis adalah lamanya pengobatan sehingga tingkat kepatuhan pasien cenderung berkurang.

Hal ini yang memicu resistensi kuman sehingga antibiotik awal tidak mempan.

Pasien yang mengalami resistensi disebut kasus TB-MDR. Pada kasus ini, pengobatan akan jauh lebih sulit, dengan durasi yang lebih lama, tingkat mortalitas yang lebih tinggi, dan obat tidak sekadar diminum, tetapi ada pula obat suntiknya. 

Penyebarluasan penyakit TBC lebih cepat karena peningkatan kasus HIV dan ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat TB adalah penyebab utamanya.

Nah, itulah beberapa penyebab, gejala, tanda, hingga pengobatan penyakit tbc yang menjadi penyakit mematikan ini. 

Jika Anda mengalami gejala yang telah disebutkan diatas sebaiknya segeralah konsultasi kepada dokter.

Demikian penjelasan tentang apa yang menyebabkan penyakit tbc. Semoga bermanfaat.

SHARE ARTIKEL