membaca - Image from Rawpixel
Keutamaan membaca dan mempelajari Al-Qur'an tidak diragukan lagi oleh semua umat muslim, karena kitab suci ini merupakan pedoman hidup dan sangat perlu dijunjung tinggi oleh siapapun.
Membaca Al-Qur'an dapat mendatangkan banyak pahala dan juga manfaat yang dirasakan bagi setiap muslim.
Seseorang akan merasakan ketenangan di dalam hatinya ketika membaca Al-Qur'an bahkan di akhirat dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan menjadi syafaat bagi pembacanya sebagaimana pada riwayat berikut.
Baca Juga:
- Inilah 8 Larangan untuk Wanita Haid Menurut Pandangan Islam, Jangan Lakukan Hal ini !!
- Begini Caranya agar Ukhti yang Sedang Haid Tetap Bisa Mendapat Pahala Membaca Al Qur`an
dalil - Image from wajib baca
Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, ia berkata; “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Bacalah Al-Qur'an, karena pada hari kiamat dia akan datang menjadi syafaat bagi pembacanya”. (HR : Imam Muslim).
Lantas, Bolehkah wanita haid membaca Al-Qur'an? para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam masalah ini antara melarang wanita haid membaca Al-Qur'an meski tanpa mushaf ada yang memperbolehkan dengan syarat tidak menyentuh mushaf, bahkan ada juga yang membolehkan menyentuh mushaf secara mutlak.
Berikut ini penjelasan hukum wanita haid membaca Al Qur'an:
Pendapat pertama adalah tidak membolehkan wanita membaca Al-Qur'an ketika sedang haid. Adapun dalil yang digunakan antara lain:
Dari Ibnu Umar, dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda, “Janganlah perempuan yang haid dan orang yang junub membaca sedikit pun juga dari (ayat) Al-Qur’an. Dalam riwayat lain, “Janganlah orang yang junub dan perempuan yang haid membaca sedikit pun juga dari (ayat) Al-Qur'an”.
Hadits ini dha’if, diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 121). Ibnu Majah (no. 595 dan 596). Ad-Daruquthni (1/117) dan Baihaqiy (1/89), dari jalan Ismail bin Ayyaasy dari Musa bin Uqbah dari Naafi, dari Ibnu Umar (ia berkata seperti di atas). Berkata Al-Hafidzh Ibnu Hajar di kitabnya Talkhisul Habir (1/138) : Di dalam sanadnya ada Ismail bin Ayyaasy, sedangkan riwayatnya dari penduduk Hijaz dha’if dan di antaranya (hadits) ini. Berkata Ibnu Abi Hatim dari bapaknya (Abu Hatim), “Hadits Ismail bin Ayyaasy ini keliru, dan (yang benar) dia hanya perkataan Ibnu Umar”. Dan telah berkata Abdullah bin Ahmad dari bapaknya (yaitu Imam Ahmad ia berkata), “(Hadits) ini batil, “Beliau mengingkari (riwayat) Ismail.
2. Dari jalan Muhammad bin Fadl, dari bapaknya, dari Thawus, dari Jabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW, “Tidak boleh bagi perempuan yang haid dan nifas (dalam riwayat yang lain : Orang yang junub) membaca (ayat) Al-Qur’an sedikitpun juga (dalam riwayat) yang lain : Sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an)”.
Hadits ini maudhu’ (palsu), diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni (2/87) dan Abu Nua’im di kitabnya Al-Hilyah (4/22). Sanad hadits ini maudhu (palsu) karena Muhammad bin Fadl bin Athiyah bin Umar telah dikatakan oleh para Imam ahli hadits sebagai pendusta sebagaimana keterangan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Taqrib-nya (2/200). Dan di kitabnya Talkhisul Habir (1/138) beliau mengatakan bahwa orang ini matruk.
Pendapat kedua adalah membolehkan membaca Al-Qur'an bagi wanita yang haid. Adapun dalil yang digunakan antara lain:
1. Dari Aisyah, ia berkata : Kami keluar (menunaikan haji) bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan) kami tidak menyebut kecuali haji. Maka ketika kami sampai di (satu tempat bernama) Sarif aku haid. Lalu Nabi SAW masuk menemuiku dan aku sedang menangis, lalu beliau bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Jawabku, “Aku ingin demi Allah kalau sekiranya aku tidak haji pada tahun ini?” Jawabku, “Ya” Beliau bersabda, “Sesungguhnya (haid) ini adalah sesuatu yang telah Allah tentukan untuk anak-anak perempuan Adam, oleh karena itu kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang haji selain engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haid)”. (HR. Bukhari (no. 305) dan Muslim (4/30)).
Syeikh Al-Albany berkata: “Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita haid membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi SAW telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau SAW melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu lillah.” (Hajjatun Nabi hal: 69).
2. Dari Aisyah, ia berkata, “Nabi SAW biasa berdzikir atas segala keadaannya” [HR. Muslim (1/194 dan lain-lain].
Hadits ini dijadikan hujjah oleh Al-Imam Al-Bukhari dan imam yang lain tentang diperbolehkannya wanita haid membaca Al-Qur’an. Karena Nabi Muhammad SAW berdzikir kepada Allah atas segala keadaannya dan yang termasuk berdzikir ialah membaca Al-Qur’an.
Dari 2 keterangan pendapat di atas, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kedua. Pendapat yang kedua menyimpulkan bahwa wanita haid dibolehkan dan halal membaca Al-Qur'an hingga ada dalil yang melarangnya.
Apabila tidak ada satupun dalil yang Shahih yang melarang perempuan haid membaca Al-Qur'an, maka hukumnya di kembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al-Qur'an termasuk terhadap wanita haid.
Demikian pembahasan terkait hukum wanita haid membaca Al-Qur'an. Wallahu a’lam bishawwab.