China Tribunal: China Ambil Organ Tubuh Muslim Uighur Hidup-hidup

Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 19 Dec 2019

China Tribunal: China Ambil Organ Tubuh Muslim Uighur Hidup-hidup

China Tribunal: China Ambil Organ Tubuh Muslim Uighur Hidup-hidup - Image from www.wartaekonomi.co.id

China untung Rp 14 Triliun/tahun dari jual organ tubuh???

Menurut sebuah studi, sebagaimana dilansir Science Alert, industri ini di China bernilai USD 1 miliar per tahun atau setara dengan Rp 14 Triliun.​ 

Organisasi nirlaba Australia, China Tribunal, mengadukan tindakan rezim China yang mengambil organ tubuh para warga Muslim Uighur dan komunitas Falun Gong kepada Dewan HAM PBB.​

Organisasi itu mengatakan, sebagian korban masih hidup saat organnya diambil. Menurut China Tribunal, organ-organ tubuh yang dicuri itu antara lain hati, ginjal, paru-paru, dan kulit.

Organisasi yang mengklaim memiliki bukti atas tuduhan itu memaparkannya di forum Dewan HAM PBB yang menegangkan hari Selasa lalu.

China Tribunal menggambarkan dirinya sebagai sekelompok pengacara, akademisi, dan profesional medis, yang didukung oleh Koalisi Internasional untuk Mengakhiri Penyalahgunaan Transplantasi di China.

Baca Juga:

China Tribunal: China Ambil Organ Tubuh Muslim Uighur Hidup-hidup

China Tribunal: China Ambil Organ Tubuh Muslim Uighur Hidup-hidup - Image from www.wartaekonomi.co.id

Beijing telah membantah melakukan pengambilan organ secara massal dalam keadaan apa pun.

Berbicara kepada perwakilan Dewan HAM PBB, seorang pengacara untuk China Tribunal; Hamid Sabi, mengatakan kelompok itu memiliki bukti soal pengambilan organ manusia.

Menurutnya, Beijing telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan mengambil organ dari minoritas agama seperti Uighur dan komunitas Falun Gong.

"Pengambilan organ secara paksa dari tahanan, termasuk minoritas agama Falun Gong dan (Muslim) Uighur, telah dilakukan selama bertahun-tahun di seluruh China dalam skala yang signifikan," kata Sabi yang juga direkam di dalam sebuah video yang diterbitkan di situs web China Tribunal.

Sabi sedang menyajikan bukti dari laporan akhir tribunal, yang pernah diterbitkan pada bulan Juni.

Dalam laporan itu, pihaknya mengklaim telah menemukan bahwa tahanan dalam jumlah yang sangat besar dibunuh atas perintah pemerintah China.

"Mereka dipotong terbuka saat masih hidup demi ginjal, hati, paru-paru, kornea dan kulit mereka untuk dihapus dan diubah menjadi komoditas untuk dijual," bunyi laporan tersebut, seperti dikutip Business Insider, Kamis (26/9/2019).

Baca Juga:

Bagian tubuh itu, lanjut laporan tersebut, kemudian digunakan untuk keperluan medis. Menurut laporan itu, organ-organ tubuh yang diambil sebagian untuk transplantasi organ di rumah sakit China.
Laporan China Tribunal dipimpin oleh Sir Geoffrey Nice, seorang pengacara Inggris yang merupakan jaksa penuntut utama dalam persidangan Slobodan Milosevic, mantan presiden Yugoslavia.
Sabi mengatakan kepada Dewan HAM PBB pada hari Selasa bahwa upaya China melibatkan ratusan ribu korban. Dia menggambarkannya sebagai salah satu kekejaman massal terburuk abad ini.
Dia tidak merinci berapa banyak organ yang diyakini oleh China Tribunal yang telah diambil China, atau jumlah organ yang diambil dari Muslim Uighur dan anggota Falun Gong.

"Korban untuk korban dan kematian untuk kematian, memotong hati dan organ-organ lain dari orang yang hidup, orang yang tidak bersalah, orang yang tidak berbahaya, (dari orang) damai merupakan salah satu kekejaman massal terburuk abad ini," katanya.

"Transplantasi organ untuk menyelamatkan hidup adalah kemenangan ilmiah dan sosial, tetapi membunuh donor adalah tindakan kriminal," imbuh Sabi.

Baca Juga:

Sementara itu, kantor berita Reuters melaporkan China bersikeras bahwa mereka berhenti menggunakan organ dari tahanan yang dieksekusi pada tahun 2015.
Pemerintah China belum bersedia menanggapi laporan Business Insider untuk mengomentari kesaksian dari Sabi.
Sabi menyimpulkan dengan mengatakan bahwa tugas badan-badan internasional seperti PBB-lah yang harus menyelidiki temuan-temuan China Tribunal.

"Tidak hanya terkait dengan kemungkinan tuduhan genosida, tetapi juga dalam kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.

Praktik Jual Beli Organ Tubuh Manusia Masih Berlanjut di China

Kekhawatiran tentang asal-usul pasokan organ manusia sejak lama diperdebatkan di China. Selama beberapa dekade, temuan dan kesaksian mengerikan turut memperkeruh situasi ini, termasuk kabar banyaknya organ tubuh itu berasal dari para narapidana.

Terlepas dari pernyataan resmi pemerintah China bahwa mereka telah menghentikan praktik tersebut, Pengadilan China yang dipimpin oleh pengacara terkemuka, pakar hak asasi manusia, dan ahli bedah transplantasi, dengan suara bulat justru menetapkan bahwa pengambilan organ secara meluas dari tahanan dan pembangkang yang telah dieksekusi, sebetulnya tetap berlanjut hingga sekarang.

"Kesimpulannya menunjukkan bahwa sangat banyak orang yang mati tanpa akhir dan tanpa alasan, dan semakin banyak yang menderita dengan cara yang sama," kata Sir Geoffrey Nice, saat memberikan penilaian pada hari Senin (17/6). "Tidak ada bukti praktik itu dihentikan."

Setelah berbulan-bulan mempertimbangkan kesaksian dan banyak bukti dokumen, pengadilan mengatakan dengan jelas bahwa legalitas tentang transplantasi di China layak dipertanyakan.

Pernyataan tersebut didukung oleh sangat singkatnya waktu tunggu pasien yang membutuhkan organ transplantasi. Kadang-kadang, pasien hanya perlu menunggu beberapa minggu saja untuk melakukan prosedur transplantasi yang umum dilakukan. Ini menegaskan bahwa China sangat kaya akan organ tubuh manusia yang kompatibel untuk pasien.

Pertanyaannya, dari mana datangnya bagian tubuh yang berlimpah?

Menurut sebuah studi, sebagaimana dilansir Science Alert, dipaparkan bahwa dalam rentang 10 hari pada 2016, tercatat 640 organ telah ditransplantasikan di China. Padahal, saat itu hanya 30 donor yang terdaftar secara resmi.

Kekhawatiran atas angka-angka tersebut telah membuat para peneliti lain menyimpulkan bahwa ratusan makalah ilmiah yang mendukung transplantasi di China, mungkin sebenarnya telah dikompromikan dengan ketergantungan China pada ribuan organ manusia yang bersumber tidak etis.

Skala sebenarnya dari kengerian kasus ini mungkin tidak akan pernah diketahui, tetapi pengadilan memperkirakan sebanyak 90.000 transplantasi organ telah terjadi di sana setiap tahunnya, dalam industri yang bernilai USD 1 miliar per tahun atau setara dengan Rp 14 Triliun.

Salah satu kesaksian mengerikan pernah diutarakan oleh Enver Tohti, seorang mantan ahli bedah di China yang memberikan bukti di persidangan. Dia menjelaskan bagaimana dirinya diperintahkan untuk "memotong hati dan bekerja cepat," saat bekerja di sebuah tempat eksekusi di bagian barat laut China.

"Saya mulai memotong bagian tengah dan kemudian dia mulai berjuang, dan saya tahu bahwa dia (sebetulnya) masih hidup, tetapi dia terlalu lemah untuk melawan saya," tutur Tohti, saat mengambil hati dan ginjal dari korban eksekusi yang sebelumnya telah ditembak di kepala dan dibuang di pinggir jalan.

Pengadilan independen yang dibentuk untuk menyelidiki kasus-kasus transplantasi ilegal pun mengklaim bahwa pengambilan organ secara paksa terus ditentang oleh para pejuang hak asasi manusia. Ini kemudian dikaitkan dengan genosida sebagai sumber utama persediaan organ tubuh.

Sebagai contoh terparahnya, organ tubuh dalam sistem rumah sakit secara ilegal bersumber dari anggota kelompok spiritual yang dianiaya, Falun Gong. Mungkin juga dari etnis minoritas yang disebut Uyghur.

Pengadilan mengutuk pengambilan organ secara paksa seperti ini, dan mengklaimnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan "yang tidak tertandingi".

"Kejahatan ini tidak hanya akan terus berlanjut, kami mendokumentasikan bahwa kenyataannya pun semakin buruk. Sistem yang mendukung pengambilan organ tubuh dari simpatisan Falun Gong semakin besar, bukan lebih kecil seperti yang dikatakan oleh pemerintah," tegas pembela hak asasi manusia, David Kilgour, yang memberikan kesaksian di persidangan.

Sementara itu, putusan pengadilan tidak memiliki efek hukum. Tapi, setidaknya klaim mereka dapat membantu mempengaruhi badan-badan internasional lainnya, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah, lembaga, dan perusahaan yang melakukan bisnis dengan China.

SHARE ARTIKEL