Sujiwo Tejo: Guru Sekarang Takut Langgar HAM

Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 18 Dec 2019

Sujiwo Tejo: Guru Sekarang Takut Langgar HAM

Kasus guru dipukuli - Image from facebook.com

Guru Zaman Sekarang Dikit-dikit Kena HAM, bahkan kasus guru dipukuli banyak
Guru Mau Jewer Murid Pikir Seribu Kali, Bakal Kena HAM
Murid Nakal nggak Dilulusin, Nanti Takut Kena HAM

Mendikbud Nadiem Makarim telah menandatangani Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional.

Nadiem Makarim menandatangani peraturan menteri tersebut pada 10 Desember 2019 lalu.

Dilansir Kompas.com, melalui Permendikbud Nomor 43 tahun 2019, Nadiem menjadikan perilaku dan sikap menjadi salah satu syarat kelulusan bagi siswa di kelas akhir jenjang pendidikan.

Syarat kelulusan siswa jenjang akhir yang dituangkan dalam Bagian Keempat pasal enam, menjadi poin penting dalam Permendikbud tersebut.

Peraturan tersebut dalam pasal enam butir kedua dinyatakan peserta didik atau siswa dinyatakan lulus dari sekolah atau satuan pendidikan apabila memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik.

Baca Juga:

Adapun 3 syarat kelulusan yang ditetapkan dalam Permendikbud itu meliputi:

  1. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
  2. Memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik.
  3. Mengikuti Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan.

Dalam pasal yang sama di ayat kedua disampaikan kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan/program pendidikan atau sekolah bersangkutan.

Perilaku atau karakter menjadi indikator penting dalam penilaian karena dibagian awal Permendikbud ditegaskan bahwa tujuan sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh.

Bentuk USBN

Ada beberapa hal penting lain terkait UN dan USBN yang diatur melalui Permendikbud ini, di antaranya bentuk USBN:

  1. Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh sekolah dapat berupa portofolio; penugasan; tes tertulis; dan/atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

  2. Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh sekolah di atas dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester genap pada akhir jenjang dengan mempertimbangkan capaian standar kompetensi lulusan.

Pelaksanaan UN

  1. Pelaksanaan UN diutamakan melalui ujian nasional berbasis komputer ( UNBK). Dalam hal UNBK tidak dapat dilaksanakan, maka UN dilaksanakan berbasis kertas dan pensil (UNKP).​

  2. UN merupakan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.

  3. UN untuk peserta didik atau siswa pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan termasuk ujian kompetensi keahlian.

  4. Peserta didik pada akhir jenjang sekolah menengah pertama luar biasa (SMP-LB) dan sekolah menengah atas luar biasa (SMA-LB) tidak wajib mengikuti UN.

  5. Biaya penyelenggaraan dan pelaksanaan UN menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan sekolah. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Satuan Pendidikan tidak diperkenankan memungut biaya pelaksanaan UN dari peserta didik, orang tua/wali, dan/atau pihak yang membiayai peserta didik.

Baca Juga:

Asesmen Kompetensi Pengganti Ujian Nasional

Sementara itu Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan asesmen kompetensi pengganti Ujian Nasional (UN).

Hal itu diungkapkan Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Kamis (12/12/2019), dilansir Youtube Kompas TV.

Nadiem menjelaskan asesmen kompetensi merupakan daya analisa dari suatu konteks informasi.

"Murid harus melakukan analisa berdasar informasi itu," ucapnya. Nadiem kemudian menjelaskan dua topik dalam asesmen kompetensi, literasi dan numerasi.

"Literasi, yaitu bukan kemampuan membaca, namun kemampuan memahami konsep bacaan."

"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitung berhitung dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.

Nadiem menyebut asesmen kompetensi sulit diajarkan di bimbingan belajar (bimbel). "Konten dari asesmen kompetensi sangat sulit 'dibimbelkan'," ujar Nadiem

Bak pengajar, Nadiem menekankan paparannya kepada anggota DPR. "Ngerti perbedaannya ya bapak ibu? Ini merupakan suatu kompetensi fundamental," ujar pendiri Gojek tersebut.

Nadiem mengungkapkan literasi dan numerasi merupakan kompetensi dasar untuk mempelajari banyak hal.

"Karena ini merupakan dua area fundamental dimana semua mata pelajaran itu hanya bisa mencapai pembelajaran yang riil kalau dia bisa memahami logikanya literasi dan numerasi."

"Jadi ini merupakan kompetensi inti untuk bisa belajar apapun," ungkapnya. Sementara itu Nadiem juga menjelaskan keputusan diambil Kemendikbud memiliki dasar.

"Mohon diyakinkan Kemendikbud tidak akan membuat keputusan seperti ini tanpa ada basis dan standarnya.". "Kita telah menarik inspirasi dari berbagai macam asesmen dari seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga:

Pendapat Budayawan Sudjiwo Tejo

Sementara itu Sujiwo Tejo menilai para guru sekarang takut untuk mendidik muridnya dengan sentuhan fisik.

Hal ini lantaran guru dianggap takut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Hal itu disampaikan 'Presiden Jancukers' dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (18/12/2019). Tema pembahasan ILC tersebut ialah HAM era Jokowi.

"Sekarang dikit-dikit HAM, bayangkan guru aja mau megang telinga muridnya mikir seribu kali, dilaporkan ke HAM," ujar Sujiwo Tejo dikutip dari Youtube Indonesia Lawyers Club.

Sujiwo Tejo mengungkapkan tugas guru bukan sekedar mengajar, melainkan masalah budi pekerti. "Guru kan bukan cuma ngajar, kalau ngajar di Google bisa."

"Guru masalah budi pekerti, sekarang pendidikan guru gak berani, mau nempeleng murid aja telpon orang tuanya dulu, ini apa," ujarnya.

Baca Juga:

Pendidikan Harus Keras

Sujiwo Tejo menyebut pendidikan sekarang ini harus dilakukan secara keras. Sebab, persaingan kini semakin ketat.

"Kita mau kemana? Dulu saingan kita masuk perguruan tinggi satu banding seribu, sekarang satu banding 10 ribu."

"Saingan orang-orang luar negeri, mestinya pendidikan semakin keras, malah semakin lembek karena takut HAM," ujarnya.

Sujiwo Tejo juga meminta kepada kepolisian dan Komnas HAM untuk tidak menanggapi semua laporan, terlebih soal laporan orangtua murid.

"Karena bahaya kalau nurutin HAM. Jangan-jangan kita jadi tersiksa oleh HAM karena kita hanya mikirin manusia," ujarnya.

SHARE ARTIKEL