Pemerintah: `Pasien Corona Bukan Kabur, Tapi Pulang Dulu`, Memangnya Boleh?
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 14 Mar 2020Pasien corona kabur - Image from jateng.idntimes.com
"Kabur sehari saja kok dibilang kabur", sebut Jubir pemerintah
Juru bicara penanganan virus corona membuat pernyataan bawa pasien corona yang kabur dari RSUP persahabatan tidak kabur melainkan pulang dulu. Padahal dijelaskan oleh Dokter Spesialis rumah sakit bahwa memang pasien kabur akibat kelalaian petugas, berikut penjelasan lengkapnya
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto, angkat bicara soal berita viral pasien positif corona yang kabur.
Dirinya mengatakan tidak ada pasien positif covid-19 atau penyakit virus corona yang kabur dari RSUP Persahabatan, melainkan pasien tersebut hanya pulang ke rumah selama sehari.
"Dia belum ketemu diagnosanya terus pulang dulu. Bukan kabur ya," ujar Yurianto di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/3).
Yuri mengatakan pasien itu, saat ini telah diisolasi kembali. Namun ia tidak menjelaskan jika pasien tersebut termasuk dalam 69 kasus positif corona ataupun menyebut kluster penyebaran pasien, hingga hari ini.
"Tanya RSUP kaburnya kapan. Berapa hari dia kabur. Kabur cuma sehari aja kok dibilang kabur," tambahnya.
Dia juga mengungkapkan tidak akan memberi sanksi kepada pihak rumah sakit. Pasalnya pasien tersebut menurutnya tidak kabur melainkan hanya pulang ke rumah karena menunggu diagnosa, sebab pada saat itu dirinya belum dinyatakan positif terpapar corona.
Sebelumnya, Erlina Burhan selaku Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, menyampaikan ada satu pasien positif corona kabur ketika diisolasi di rumah sakit itu.
Baca juga : Heboh, Satu Pasien Positif Corona Kabur dari RSUP Persahabatan
Kejadian tersebut terjadi pada minggu lalu. Pasien itu diketahui adalah seorang perempuan yang sudah dinyatakan positif oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
"Diam-diam dia keluar dan keluarganya sudah jemput," kata Erlina di RSUP Persahabatan kemarin siang.
Ia menyatakan pihaknya belum bisa memastikan keberadaan pasien tersebut, serta lokasi rumah sakit lain yang menjadi bisa menjadi rujukan selanjutnya.
"Nanti saya cek apakah keluar dari RSUP Persahabatan tanpa kita ketahui ini apakah dia kemudian dijemput dan dirawat di rumah sakit lain," tambahnya.
Penjagaan Kurang Ketat
Erlina menjelaskan, pihaknya mengetahui pasien wanita itu kabur begitu ia sudah berada di luar RS. Terlihat, pasien saat itu sudah dijemput oleh pihak keluarga sehingga bisa melarikan diri.
"Kan ada pintu masuk, dia keluar dan sudah ditunggu oleh keluarga. Kami tahu sudah dia keluar," ujar Erlina di RSUP Persahabatan, Jumat (13/3/2020).
Ia menjelaskan, ruang isolasi memang tidak memiliki pengamanan terlalu ketat seperti halnya penjara. Sebab masih ada pintu masuk yang bisa menjadi akses bagi penjenguk untuk melihat pasien.
"Jadi isolasi juga enggak kaya penjara, yang dikunci pakai gembok. Ada juga tempat masuknya karena pasien harus masuk dari depan," jelasnya.
Dia mengaku jika kaburnya pasien itu karena kelalaian dari petugas rumah sakit. "Begitu masuk petugas meleng, sudah keluar," kata dia.
Pasien itu Kini Sudah Dirawat Kembali
Saat ini, pasien tersebut telah kembali ke rumah sakit dan menjalani perawatan serta pemeriksaan lebih lanjut terkait virus corona.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, Achmad Yurianto, menyampaikan pasien itu telah dijemput tim Dinas Kesehatan.
"Ya sekarang sudah ada di RSUP," Kata Yuri setelah mengadakan konferensi pers soal Corona di Istana Kepresidenan, Jakarta (13/3/2020).
Yuri mengatakan pasien tersebut kembali setelah hasil tes keluar dan dinyatakan positif. "Baliknya dijemput sama Dinkes (Dinas Kesehatan) besoknya, setelah hasilnya positif," ujar Yuri.
Lanjut Yuri, dia menegaskan tim akan melakukan penelusuran kontak jejak pasien yang disebutnya hanya pulang dulu tersebut. "Ya pasti di-tracing-lah," ujar Yuri.
Pernyataan senada disampaikan juga oleh Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) atau RS Persahabatan Rita Rogayah. Pasien yang sempat dikabarkan kabur itu memang sudah kembali ke RS Persahabatan.
"Ya, sudah di RSP," ujar Rita saat dimintai konfirmasi terpisah.
Memangnya Boleh Pasien Suspect Keluar dari Ruang Isolasi?
Setelah viral kejadian pasien corona yang kabur tersebut, terjadi perdebatan di media sosial, salah satunya adalah muncul keresahan bahwa pasien tersebut berpotensi menularkan covid-19 ke lingkungan terdekatnya.
Apalagi kekhawatiran tersebut semakin diperkuat ketika pasien tersebut dinyatakan positif terinfeksi virus corona.
Lantas, timbul pertanyaan, memangnya boleh ya pasien yang sudah di suspect terlebih positif corona keluar dari tempat isolasi?
Mari belajar pada kesuksesan Taiwan dalam menangkal corona, meski letak negaranya berdekatan dengan Tiongkok.
1. Belajar dari SARS
Dalam menangani virus corona, Taiwan belajar dari pengalamannya ketika menghadapi wabah SARSr-CoV atau SARS pada 2003 lalu. Saat itu, SARS menyebabkan 343 orang terinfeksi dan 73 orang meninggal di Taiwan.
Taiwan berinisiatif dengan bertindak lebih awal saat kabar penyebaran virus corona masih belum jelas. "Taiwan sangat terpukul oleh SARS dan, dengan pelajaran yang keras dan pahit itu, Taiwan datang dengan sangat siap," kata Chunhuei Chi, seorang profesor di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dan Humaniora di Oregon State University.
Tindakan pertama kali adalah dengan memeriksa kesehatan warganya yang melakukan perjalanan dari Tiongkok. Padahal, kala itu, corona belum diketahui sebagai penyakit yang mematikan dan tingkat penularan yang tinggi.
2. Mempertahankan Pusat Komando
Setelah menghadapi endemi SARS pada 17 tahun yang lalu, pemerintah Taiwan berinisiatif mendirikan banyak pusat komando di berbagai wilayah.
Pusat-pusat komando tersebut terus dipertahankan dari tahun ke tahun untuk berjaga-jaga apabila ada endemi lain hadir di waktu yang akan datang.
Oleh sebab itu, saat Corona merebak, Taiwan mulai mengaktifkan kembali pusat-pusat komando pada 20 Januari 2020, hal ini mendukung langkah-langkah pengendalian epidemi selanjutnya.
Dengan begitu, Taiwan bisa cepat menghasilkan dan menerapkan daftar setidaknya 124 item tindakan dalam lima minggu terakhir, yaitu tiga hingga empat per hari, untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Berkat ketersediaan infrastruktur pusat komando tersebut, Taiwan sudah unggul beberapa langkah dibanding negara lain khususnya dalam hal pengumpulan data, pendistribusian bantuan dana dan sumber daya, penyelidikan riwayat pasien, serta isolasi pasien saat virus corona menyerang.
Tindakan tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan Taiwan Chen Shih-Chung. Pusat-pusat komando bekerja di bawah koordinasi langsung antara berbagai kementerian dan pemerintah daerah.
Sehingga, mobilisasi tenaga ahli medis ke rumah warga dan sekolah dapat berlangsung secara merata di berbagai wilayah.
3. Memastikan Persediaan Masker
Selain itu, Pemerintah Taiwan juga memastikan pasokan masker dapat memenuhi kebutuhan warganya sejak minggu pertama di bulan Februari. Taiwan melakukan antisipasi kelangkaan, penimbunan, dan permainan harga masker dengan mengambil alih serta memperketatat produksi, distribusi dan penjualannya.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya larangan ekspor masker medis sejak 24 Januari lalu, kemudian disusul dengan meminta persediaan masker yang diproduksi di seluruh negeri pada 31 Januari.
Selanjutnya pemerintah mendistribusikan masker ke rumah sakit, super market, dan apotik, untuk memastikan warga Taiwan dapat dengan mudah mengakses pembelian masker tersebut.
Pemerintah juga menetapkan harga masker hanya dipukul rata 5 dollar Taiwan atau sekitar Rp 2.000 per lembar. Meskipun di jual dengan harga murah, warga Taiwan tetap harus menunjukan kartu identitas asli dan kartu asuransi nasional agar bisa membeli masker.
Hal itu didukung dengan adanya peraturan jumlah pembelian. Selain itu pemerintah juga menyebarkan gerakan penggunaan hand sanitizer di seluruh ruang-ruang publik di Taiwan.
4. Tindakan Cepat dan Ketat
Pemerintah Taiwan mewajibkan warganya untuk melaporkan perjalanan sejak minggu pertama Februari.
Mereka menggunakan sistem pemindaian kode QR yang tersedia di seluruh bandara dan stasiun.
Dari laporan tersebut, akan diketahui riwayat perjalanan warganya ke sejumlah daerah di Tiongkok lalu mereka akan dikarantina selama 14 hari, sekali pun tidak menunjukan gejala sakit.
Pemerintah akan memberikan denda bila warganya tidak mematuhi aturan tersebut. Bahkan pernah terjadi, ada seorang pria pernah didenda US$ 10 ribu karena tidak melapor setelah teridentifikasi memiliki gejala terinfeksi Covid-19.
5. Informasi yang Transparan
Pemerintah Taiwan juga memberikan informasi kepada masyarakat menggunakan teknologi media massa dan ponsel pintar milik warga. Setiap hari, warga Taiwan akan mendapatkan pesan singkat dari CDC tentang potensi penularan virus.
Mereka juga memberikan bimbingan setiap satu jam di televisi dan radio berupa iklan layanan publik yang menjelaskan tentang virus corona, seperti penyebarannya dan cara mencegah penularannya.
Iklan tersebut juga memuat panduan mencuci tangan yang benar serta memilih waktu yang tepat untuk menggunakan masker. Tak hanya itu, pemerintah berupaya mencegah diskriminasi dengan menjelaskan penularan virus corona tak terkait dengan ras seseorang, melainkan bergantung pada riwayat perjalanannya.
Jika menilik dari langkah-langkah keberhasilan Taiwan tersebut, tindakan cepat dan ketat adalah salah satu kunci kesuksesan dalam menangkal penyebaran virus corona. Bahkan pasien yang tidak memiliki gejala sekalipun jika memiliki riwayat perjalanan dari Tiongkok akan langsung diperiksa.
Apalagi jika kondisi pasien tersebut sudah ada gejala dan bahkan sudah berstatus suspect corona, seperti halnya kasus diatas. Serta diketahui tinggal menunggu hasil pemeriksaan.
Oleh sebab itu, hal ini bisa jadi pembelajaran dan peringatan agar pemerintah ataupun rumah sakit memberikan pengamanan yang ketat terhadap pasien terduga corona. Sehingga kejadian kabur atau keluarnya pasien positif corona tidak terulang kembali.