Ngeri, di Ekuador Jenazah Bergelimpangan di Jalan karena Kesulitan Pemulasaraan
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 06 Apr 2020Jenazah bergelimpangan di Ekuador - Image from wajibbaca.com
Ekuador kewalahan mengurus jenazah Covid-19
Wabah corona di Ekuador, Amerika Tengah, menyebabkan banyak jenazah yang terkapar di pinggir jalan karena tidak diurus. Bahkan tak sedikit pula jenazah-jenazah yang tertahan di rumah-rumah, bahkan hingga membusuk.
Beredar gambar dan video dari kota Guayaquil di Ekuador, Amerika Tengah,yang menunjukkan jenazah yang tergeletak di pinggir jalan karena menunggu diurus selama berhari-hari.
Di Provinsi Guaya, di mana Guayaquil berada, hingga 1 April lalu tercatat ada 60 orang meninggal dengan 1.937 kasus positif.
Angka ini adalah kasus yang telah terkonfirmasi dan tidak turut memperhitungkan orang-orang yang mungkin meninggal akibat Covid-19 namun belum menjalani tes.
Pemakaman Umum Ambruk di Tengah Pandemi
Dengan kondisi jenazah yang terkapar di jalan-jalan, Presiden Ekuador, Lenín Moreno, membentuk tim gabungan untuk membantu pemulasaraan jenazah.
Pekan terakhir Maret saja, lebih dari 300 jenazah yang meninggal di rumah, dan diangkut polisi. Selain itu, ada pula sejumlah gelandangan yang meninggal di jalan-jalan.
Baca juga : Yuk, Baca Doa Penenang Hati ini untuk Hadapi Pandemi Corona
Kesaksian seorang warga Guayaquil, Jésica Castañeda.
"Pamanku meninggal 28 Maret, dan tiada yang membantu mengurus jenazahnya. Kata rumah sakit, mereka tak punya pengangkut jenazah, dan kami tak bisa meminjam karena ia meninggal di rumah. Kami memanggil ambulans, tapi cuma diminta bersabar. Sekarang jenazahnya masih di tempat tidur, sama seperti waktu dia meninggal. Tak ada yang berani menyentuhnya".
Selain itu, ada pula seorang perempuan Guayaquil lain yang melaporkan ayahnya meninggal di pangkuannya sesudah 24 jam di rumah.
Dia mengungkapkan rumah sakit tak pernah mengetes ada tidaknya virus corona. Pihak rumah sakit hanya bilang sudah menjadwalkan, serta menyuruh ayahnya minum parasetamol. Keluarganya bahkan harus menyewa layanan privat untuk membawa jenazah ayah, karena pemerintah tidak tanggap.
Banyak Warga Putus Asa
Parahnya situasi ini tak hanya berdampak pada mereka yang meninggal akibat Covid-19.
Wendy Noboa menceritakan tetangganya yang meninggal pada 29 Maret lalu.
"Ia jatuh dan meninggal karena luka di kepala. Saya panggil ambulans lewat 911 tapi mereka tak datang. Ia tinggal bersama ayahnya yang berumur 96 tahun. Akhirnya ia dibiarkan di apartemen seharian sampai ada anggota keluarga datang membawa peti untuk memakamkan. Tapi mereka juga tak bisa melakukannya karena tak ada dokter yang datang untuk menandatangani sertifikat kematian."
Banyaknya kasus jenazah yang tak terurus ini, membuat wartawan Blanca Moncada, dari koran Expreso, bercuit di Twitter dan meminta informasi dari orang-orang yang mengalami situasi seperti ini.
Orang yang mengirim informasi tersebut mengatakan telah melihat banyak warga putus asa harus menunggu hingga 72 jam bahkan lebih. Untuk menunggu pihak berwenang mengambil jenazah yang berada di rumah mereka. Dia menyatakan yang dialami Guayaquil seperti awan yang kelam.
Tak ada yang bersedia mengangkat mayat
Kondisi terparah terjadi di akhir maret lalu, dimana ada 300 lebih jenazah yang diambil di berbagai rumah oleh kepolisian Ekuador.
"Mereka tidak mengangkat jenazah dari rumah-rumah tinggal. Mereka meninggalkannya di tepi jalan, atau diletakkan di depan rumah sakit. Tak ada yang bersedia mengangkat . Keluarga-keluarga pasien mengetuk pintu rumah sakit minta agar bisa dirawat, tapi tak ada lagi tempat tidur untuk merawat."
Selain jenazah yang tertahan di rumah-rumah, kota ini juga menghadapi mimpi buruk lainnya yaitu jenazah yang ditinggalkan di jalan.
Ada warga yang pergi berbelanja ke toko bersama pasangannya. Ia menceritakan menemukan jenazah di pinggir jalan Pedro Carbo dan jalan Urdaneta. Sebelumnya ada yang bilang ada jenazah lain tak jauh dari tempat itu. Biasanya di daerah itu memang terlihat banyak pengemis tidur di jalan, tapi akibat krisis ini, banyak dari mereka yang meninggal di pusat kota.
Tanggal 28 Maret, koran El Universo melaporkan pemerintah kota akan merencanakan pemakaman massal, tapi rencana tersebut tak mendapatkan sambutan.
Ahli sosiologi asal Guayaquil, Héctor Chiriboga menjelaskan alasannya.
"Di kota ini orang menunggu saudara mereka yang tinggal dan kerja di Eropa untuk kembali. Jenazah lalu dimandikan dan didandani. Sedangkan kremasi sangat dipandang buruk oleh Gereja Katolik,” katanya.
“Pemakaman massal itu pukulan bagi masyarakat yang punya ritual dalam kematian dan pemakaman. Mereka Kristen atau Katolik dan mereka akan sakit hati seandainya ritual pemakaman tidak dijalankan”.
Jorge Wated, kepala gugus tugas pemakaman yang dibentuk Presiden Moreno berkata bahwa ia tak akan menerima tugas dari presiden apabila diperintahkan untuk membuat pemakaman massal.
"Saya menerima tugas ini untuk membawa mereka yang meninggal dari rumah dan rumah sakit di Guayaquil, dan mereka yang tak bisa mendapat layanan pemakaman bisa dimakamkan dengan layak secara Kristen, di halaman gereja di kota ini," katanya.
Namun Wated menyatakan keluarga korban tidak boleh menghadiri pemakaman jenazah tersebut.
Hal ini menjadi pembelajaran bagi Indonesia, agar penanganan wabah corona ini dibuat dengan aturan ketat, disiplin, dan tepat, untuk menghindari tragedi-tragedi yang terjadi di negara lain.
Selain itu sebagai masyarakat kita harus taat dan tertib dalam menjaga kebersihan maupun physical distancing. Agar penularan corona tidak menyebar dan masif, sebab dengan jumlah kasus yang banyak akan semakin sulit menanganinya.