Lakukan 5 Cara Terbaik untuk Membuka Pintu Rezeki Melalui Anak
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 03 Jun 2020Ilustrasi - Image from kumparan.com
Ayah Bunda, harus mempraktikannya...
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami-lah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu" (QS.. Al Isra ayat 31)
Anak-anak adalah salah satu dari sekian banyak kenikmatan dan keberkahan yang diberikan oleh Allah SWT.
Disamping kenikmatan dan keberkahan, anak juga lekat dengan konsekuensi tanggungan yang terkadang membebani perekonomian keluarga.
Dengan adanya anak, maka keuangan keluarga yang awalnya hanya untuk kebutuhan makan suami dan istri, cicilan rumah, biaya listrik dan lainnya jadi bertambah dengan biaya mengurusi anak.
Mulai dari biaya makan minum, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Meski begitu, hadirnya buah hati memberikan kebahagiaan tersendiri yang lebih besar dibanding segala konsekuensinya.
Nah, Ayah Bunda, tahukah bahwa anak-anak adalah salah satu pintu rezeki kalian?
Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah SWT, surat Al Israa ayat 31, berikut ini:
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيرًا
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami-lah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu" (QS.. Al Isra ayat 31)
Jadi bagi yang sudah punya anak tak perlu khawatir mengenai bagaimana merawat dan menghidupinya sebab setiap anak membawa rezeki masing-masing dan sudah ditanggung oleh Allah SWT.
Sebagai orang tua hanya perlu terus merawat dan membimbing serta mengusahakan nafkah yang terbaik bagi mereka.
Lantas, bagaimana cara untuk membuka pintu rezeki melalui anak? Berikut 8 cara yang bisa Ayah dan Bunda praktikkan pada buah hati.
1. Penuhi Kebutuhan Anak
Setiap orang pasti memiliki kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Termasuk anak-anak. Mulai dari kebutuhan makan, minum, pakaian dan kebutuhan pokok lainnya.
Nah biasanya, untuk anak kedua dan ketiga sering mendapat barang lungsuran dari kakaknya. Tapi ketahui bun, anak kedua dan ketiga terkadang juga merasa iri dengan kakaknya yang selalu dapat baru.
Sekali waktu berikanlah pakaian atau mainan baru, bukan dari lungsuran kakaknya ya. Supaya anak merasa bahagia dan merasa disayangi sepenuh hati oleh kakaknya.
2. Didik Anak dengan Baik
Orang tua adalah pengajar utama bagi anak-anak. Sebab dari orang tua-lah mereka mengetahui banyak pembelajaran. Bahkan mulai dari belajar merangkak dan berjalan.
Hingga yang kompleks seperti cara berpikir, ilmu agama, dan cara menghargai orang lain.
Cara mendidik terbaik adalah dengan ajarkan secara langsung dan contohkan. Bukan hanya sekedar memberikan ponsel kemudian anak-anak diminta menonton acara-acara yang mendidik.
3. Berikan Mainan untuk Anak
Masa anak-anak adalah masa-masa bermain. Jadi bukan hal aneh jika pada saat itu anak menuntut dibelikan mainan oleh orang tuanya.
Agar tidak boros namun tetap berusaha untuk membahagiakan anak, Ayah dan Bunda bisa menjadwal jangka waktu membeli mainan dan budgetnya pada anak. Misal membelikan mainan satu bulan sekali dengan harga maksimal 50 ribu.
4. Luangkan Waktu untuk Anak
Hampir satu minggu kita bekerja dan beraktivitas di luar rumah. hal ini menunjukkan bahwa sedikit sekali waktu kita berada di rumah dan bersama dengan anak-anak.
Oleh sebab itu, bagi orang tua yang bekerja, wajib untuk meluangkan waktu bersama anak. Fokus bersama anak-anak tanpa adanya gangguan ponsel, pekerjaan dan aktivitas lainnya.
Dengan begitu orang tua bisa melihat perkembangan anak sekaligus menguatkan hubungan batin dan kasih sayang diantara keduanya.
5. Jangan Tergesa Marahi Anak
Banyak perilaku anak yang menuntut kesabaran kita. Entah karena keaktifannya hingga banyak barang berserakan atau rasa penasarannya yang tinggi membuat rusak barang-barang di rumah.
Apalagi akan semakin emosi jika kondisi orang tua sedang capek atau tidak enak badan. Meski begitu, orang tua jangan sampai marahi anak berlebihan pada anak.
Misal dengan memukul anak, menggunakan kata kasar, dan lainnya. Sebab hal itu akan membekas dalam pikiran anak dan rawan menjadi trauma psikologis. Marah boleh, asalkan pada tempatnya (wajar, tidak berlebihan dan cara yang tepat)