Meski Pasien Corona di Jatim Tertinggi di RI, PSBB Surabaya Tetap Disetop, Ini Alasan Risma
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 09 Jun 2020
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini - Image from wowkeren.com
Grafik masih naik turun, tapi optimis turun
Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di Surabaya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kasus pasien yang dirawat di DKI Jakarta. Bahkan kelipatannya nyaris 3 kali lipat.
Pemprov Jawa Timur telah mengumukan tidak memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo). Hal ini disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, pada Senin (8/6) malam.
"Jika tidak ada perpanjangan, PSBB tahap tiga berakhir hari ini tanpa ada pencabutan keputusan. Dan selanjutnya akan menjadi kewenangan kabupaten dan kota," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, dikutip dari BASRA (Berita Anak Surabaya), Senin (8/6).
Lalu, bagaimana kondisi kasus corona di Surabaya saat ini?
Data Epidemiologi Memprihatinkan
Data Surabaya
Penambahan kasus harian di Jatim hingga Senin (8/6) juga masih terus terjadi.
Berdasarkan data Gugus Tugas Jatim, tercatat ada 6.297 kasus positif, 1.584 pasien sembuh, dan 514 orang dinyatakan meninggal dunia.
Gugus Tugas Provinsi Jatim menyebut, 60 persen lebih kasus positif di Jatim berada di Surabaya. Dari data itu, sebanyak 60 persen lebih pasien masih dirawat di berbagai rumah sakit di Surabaya.
Data terakhir menunjukkan masih ada 4.106 pasien yang dirawat di rumah sakit karena positif COVID-19 (65 persen dari kasus positif).
Data Jakarta
Jumlah ini nyaris 3 kali lipat dibanding dengan jumlah pasien yang dirawat di RS DKI Jakarta. Padahal DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kasus akumulasi terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data Pemprov DKI, kasus positif di Ibu Kota secara akumulatif mencapai 8.037 orang. Namun yang dirawat di rumah sakit tinggal 1.448 orang, atau 18 persen dari total kasus positif Covid-19.
Selebihnya, 3.205 pasien telah dinyatakan sembuh dan 538 orang dinyatakan meninggal dunia. Sementara 2.846 orang lainnya melakukan isolasi mandiri karena secara medis tidak menunjukkan keluhan berat.
Belum lagi apabila kita memasukkan data Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang masih dirawat, Jatim tetap jadi yang tertinggi. Sejauh ini masih ada 3.493 PDP yang masih dirawat, dari total akumulasi 7.489 PDP.
Sementara di Jakarta, tercatat ada 1.387 PDP yang belum selesai dikontrol. Dari total akumulasi PDP ada sebanyak 12.113 orang.
Padahal, salah satu syarat untuk menuju transisi di era new normal adalah data epidemiologi.
Kata Ahli Epidemiologi
Data mingguan memang ada penurunan kasus sedikit, tapi itu tidak bisa dijadikan patokan mutlak karena belum konsisten dan terpola.
Sebab, dilihat dari data harian, pertumbuhan kasus di selalu dalam bilangan ratusan. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa masih banyak pasien dirawat dan angka kematian masih tinggi.
Sementara itu, ahli epidemiologi yang juga perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair, Windhu Purnomo menjelaskan, pihaknya telah melakukan kajian bahwa data hingga 30 Mei 2020 tercatat PSBB ketiga di Surabaya Raya telah berhasil menurunkan rate of transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1.
Walaupun ia mengakui RT masih tercatat naik turun dan belum stabil. Ditambah lagi adanya keputusan Pemerintah Pusat telah menentukan syarat new normal adalah RT di bawah 1.
“Jika dilihat dari RTnya, Surabaya Raya kecenderungannya turun. Walau masih naik turun, namun optimistis menurun,” kata dr. Windhu Purnomo, dilansir BASRA.
Selain itu, attack rate atau perhitungan jumlah kasus positif per 100 ribu penduduk di Surabaya adalah 94,1. Artinya, setiap 100 ribu penduduk ada sekitar 94,1 orang positif COVID-19. Sedangkan DKI Jakarta hanya 60.
Ekonomi Jadi Dalih Pemberhentian PSBB
Dalam paparannya, Senin (8/6) malam, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan kalau ekonomi menjadi alasan utama bagi Pemkot Surabaya ingin mengakhiri PSBB.
"Kegiatan perekonomian harus kembali digerakkan. Kasihan masyarakat yang tidak bisa bekerja, memenuhi kebutuhan hidup mereka," ujar Risma, masih dikutip dari BASRA.
Risma juga menyatakan telah menyiapkan sejumlah protokol kesehatan yang akan diberlakukan secara ketat pada masyarakat. Risma tak ingin jika nanti ada pelonggaran justru akan menimbulkan gelombang kedua untuk pasien positif COVID-19.
Risma juga menegaskan pentingnya peran serta masyarakat dalam memutus penyebaran Covid-19.
Risma mengakui kalau virus ini memiliki risiko penularan yang sangat tinggi. Sehingga, jika ada masyarakat yang hingga kini belum terpapar itu artinya yang bersangkutan memiliki imunitas tubuh yang bagus.
“Kita tidak lakukan itu (perpanjangan PSBB), tapi protokol kesehatannya harus diperketat. Jadi, protokol itu harus dijalankan, karena ini menyangkut masalah ekonomi warga juga, jangan sampai kemudian dia tidak bekerja dan tidak bisa mencari makan,” kata Wali Kota Risma dilansir dari Beritajatimcom, Selasa (9/6).