Tak Banyak yang Tahu, Mahar Sandal Pernah Ada di Jaman Rasulullah SAW
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 08 Jul 2020Mahar Sandal Jepit - Image from regional.kompas.com
Banyak yang mencibir mahar sandal
Padahal Rasulullah SAW pernah memperbolehkan pernikahan dengan bermaharkan sandal pada masanya. Sebelum itu, Rasulullah SAW menanyakan hal ini kepada mempelai wanita.
Beberapa waktu lalu sempat viral pernikahan yang digelar di Desa Braim Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Pernikahan Helmi dan Yudi jadi viral karena mahar yang diberikannya unik. Mempelai pria menyerahkan mahar hanya sandal jepit dan segelas air putih yang kemudian langsung diminum mempelai wanita setelah akad.
Terkait adanya mahar tersebut ada beberapa warganet yang berkomentar positif dan negatif. Pada kubu yang positif, menilai mempelai wanita memberikan kemudahan bagi sang suami karena maharnya murah dan mudah.
Pada kubu yang negatif menilai, sebaiknya memberikan mahar yang lebih islami dan bermakna. Misalnya, Al Quran, seperangkat alat sholat dan lainnya.
Mahar Sandal Pernah Terjadi di Masa Rasulullah SAW
Tak banyak yang tahu bahwa mahar sandal pernah terjadi di masa Rasulullah SAW lho.
Firman Arifandi dalam bukunya berjudul 'Serial Hadist Nikah 4: Mahar Sebuah Tanda Cinta Terindah' menjelaskan sebuah hadis tentang pernikahan yang berlangsung dengan mahar sandal.
Hadits tersebut diriwayatkan Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari jalur Amir bin Robiah. Hadist tersebut mengisahkan seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.
Kemudian, Rasulullah SAW bertanya kepada wanita itu, "Relakah diri dan hartamu dinikahi dengan sepasang sandal?" Kemudian, wanita tersebut mengiyakannya. Oleh sebab itu, Rasulullah memperbolehkannya.
Lanjutnya, Firman menjelaskan, berangkat dari sejumlah hadis yang salah salah satunya adalah hadis di atas, para ulama berpendapat bahwa hukum menyerahkan mahar kepada istri adalah wajib.
Hadits itu memperkuat surat An-Nisa ayat 4 yang bunyinya: "Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib."
Meski hukum menyerahkan maskawin adalah wajib, lanjut Firman, tetapi maskawin tersebut tidak termasuk dalam rukun akad nikah.
Sebab, tujuan utama pernikahan bukan seperti jual beli, namun lebih jauh kepada hubungan seumur hidup dan hak istimta (kenikmatan hubungan intim). Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 236:
"Tidak ada kewajiban membayar atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu bercampur dengannya dan sebelum kamu menentukan maharnya."
Imam Nawawi dalam Raudhat At-thalibin juga menjelaskan, "Para sahabat (Syafiiyah) berkata: bahwa mahar bukanlah rukun dalam nikah, (pernikahan) tidak seperti komoditas jual beli dan uang dalam perdagangan."
Kisah ini memberikan pesan untuk kita agar tak mudah menilai dan menghakimi mahar yang diberikan orang lain pada pasangannya.
Sebab setiap orang punya nilai, prinsip hidup dan juga kondisi ekonominya masing-masing. Alangkah baiknya bagi kita untuk mendoakan kebaikan atas pernikahan orang lain dibandingi menghakimi dan melihat hanya sebelah mata.