Pemerintah Buka Sekolah di Zona Kuning, Tetapi Serikat Guru Tegas Menolak

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 08 Aug 2020

Pemerintah Buka Sekolah di Zona Kuning, Tetapi Serikat Guru Tegas Menolak

Ilustrasi sekolah saat pandemi - Image from www.cnnindonesia.com

Pilihan mana yang terbaik, PJJ atau sekolah dibuka?

Menanggapi keputusan ini ada pihak yang pro dan kontra. Ada yang memandang pembelajaran jarak jauh merupakan solusi paling tepat di saat pandemi. Tapi banyak pula yang sudah tak sabar menyekolahkan anak kembali ke sekolah. 

Hal ini diinformasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, bahwa satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi virus korona (covid-19). 

Kebijakan ini merupakan hasil dari revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri.

"Ada perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning, kami merevisi SKB untuk memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat, dan semua data mengenai zonasi kuning dan hijau itu berdasarkan Satgas Covid-19," kata Nadiem dalam konferensi video, Jumat, 7 Agustus 2020.

Nadiem menegaskan pula, sekolah di zona oranye dan merah masih akan melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tidak ada kegiatan belajar tatap muka secara langsung untuk sekolah di dua zona tersebut. 

Syarat untuk membuka sekolah tetap sama, yakni perlu mendapat izin Satgas Covid-19 dan kepala daerah setempat, mampu menjalankan protokol kesehatan, dan siswa diizinkan oleh orang tua untuk ke sekolah.

Selain itu, kapasitas kelas hanya boleh di isi setengah dari jumlah siswa per kelas biasanya. Jika satu rombongan belajar terdapat 30 siswa, maka yang boleh masuk hanya 15 siswa saja. 

"Sekolah juga bisa melakukan shifting untuk kelas (untuk menampung seluruh rombongan belajar dalam satu kelas). Jadi harus sistem rotasi," ujar Nadiem.

Nadiem menambahkan sekolah yang boleh dibuka terdiri dari jenjang SD, SMP dan SMK. Sedangkan, untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baru akan diperbolehkan dua bulan ke depan, yakni di bulan Oktober.

FSGI Menolak Keputusan Membuka Sekolah 

Pemerintah resmi memperbolehkan sekolah di wilayah zona kuning untuk dibuka. Pembukaan sekolah dapat dilakukan dengan persetujuan antara pemerintah daerah (pemda), sekolah dan juga secara personal orang tua. 

Menanggapi hal tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan tidak sepakat dengan keputusan pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka di 163 daerah yang masuk dalam zona kuning Covid-19. 

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Satriawan Salim, menilai, keputusan pemerintah memberikan kesempatan membuka sekolah di zona kuning seolah dipaksakan. Sebab, angka kenaikan Covid-19 masih terus bertambah hingga saat ini. 

Data terbaru yang dikeluarkan pada Jumat, 7 Agustus 2020 melaporkan ada penambahan 2.473 kasus baru di tanah air. Sebanyak 1.912 dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan sebanyak 72 orang dinyatakan meninggal dunia. 

"Kami melihat justru, kalau “dipaksa masuk” di zona kuning, kesehatan dan kehidupan anak dan guru ini terancam. Karena, zona kuning, ada yang positif," kata Satriawan dikutip dari Kompas.com, Jumat (7/8/2020). 

Menurutnya, yang utama di masa pandemi adalah kesehatan para siswa dan juga guru. Satriawan khawatir keputusan memperbolehkan sekolah di zona kuning buka dapat menjadikan sekolah sebagai klaster baru penyebaran Covid-19. 

"Semoga ini tidak terjadi, sekolah menjadi klaster terbaru Covid-19," imbuhnya.

Pemerintah Perlu Optimalkan PJJ 

Daripada memperbolehkan sekolah di zona kuning buka, Satriawan meminta pemerintah sebaiknya mengoptimalkann pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. 

Apalagi, jelas dia, alasan yang digunakan pemerintah memperbolehkan sekolah di zona kuning dibuka adalah kurang optimalnya PJJ selama masa pandemi ini. 

"Ini kan alasannya di antaranya guru sulit mengelola pembelajaran jarak jauh, peserta didik sulit konsentrasi belajar, termasuk kendala akses internet. Mestinya ini yang pemerintah intervensi," kata dia.

Terkait guru yang sulit mengelola PJJ, ia menjelaskan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya menerbitkan kurikulum atau pedoman pembelajaran yang adaptif dengan kondisi krisis seperti saat ini. 

Sebab, ia merasa para guru kesulitan mengelola PJJ karena tidak ada pedoman pasti dan jelas dari pihak pemerintah. 

"Masalah gawai, WiFi, internet, ini kan dari awal kami sudah minta perbanyak hotspot, dari Kominfo, ini harus lintas kementerian dan lembaga," ucap Satriawan. 

Pemda, Sekolah, dan Orangtua Perlu Tetap Waspada

Meski begitu, karena kebijakan sudah diputuskan pemerintah, Satriwan kini merekomendasikan pemda, sekolah, dan orangtua untuk berhati-hati dalam memutuskan membuka sekolah. 

"Saya meminta pemda dan sekolah harus berhati-hati betul, dalam menerapkan sekolah dibuka ini," kata dia. 

Sementara itu, untuk orangtua, FSGI meminta agar para orangtua bersabar dalam kondisi sulit ini. Ia mengingatkan kepada para orangtua yang terpenting saat ini adalah kesehatan bagi anak. Sebab, pendidikan sejatinya bisa dikejar. 

Terlebih, menurutnya, pembelajaran tatap muka di sekolah selama pandemi tidak efektif sebab harus menggunakan sistem shift. 

"Sekarang pilihannya dua, lebih memilih pendidikan tertinggal 1 semester atau 1 tahun tapi (anak) sehat, atau sebaliknya, masuk tetapi kesehatan terancam," tegas Satriawan.

Kalau menurutmu, mana pilihan yang terbaik, tetap meneruskan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau membuka sekolah?

SHARE ARTIKEL