Beginilah Perbedaan Puncak Kedermawanan dan Puncak Kebakhilan

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 23 Sep 2020

Beginilah Perbedaan Puncak Kedermawanan dan Puncak Kebakhilan

Ilustrasi - Image from tribunnews.com

Tangan diatas lebih baik dibandingkan tangan dibawah

Jauh lebih mulia dan lebih baik orang yang memberi dibandingkan dengan orang yang meminta. Lantas bagaimana perilaku yang melambangkan puncak kedermawanan dan puncak kebakhilan?

Mengapa sih perlu mengetahui perbedaan puncak kedermawanan dan kebakhilan. Penting untuk kita tahu perbedaan keduanya agar bisa menjadi tolok ukur untuk menilai diri kita sendiri, bukan untuk menilai atau menghakimi orang lain.  

Tentu kita tak ingin jadi orang paling pelit, untuk itu jauhilah perilaku orang yang pelit. Dan cobalah untuk meniru sedikit demi sedikit perilaku orang paling dermawan. 

Inshaallah dengan begitu, kita akan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kedermawanan dan kebhakilan itu memiliki tingkatan. 

Derajat kedermawanan yang tertinggi adalah sikap iitsar yaitu tidak segan-segan berinfak kepada orang lain meski diri sendiri sebetulnya sedang butuh. 



Puncak Kedermawanan

Dikutip dari buku Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah karya Dr Saad Riyadh disebutkan sikap iitsar disebut sebagai puncak kedermawanan sebetulnya adalah menafkahkan harta yang tak dibutuhkan. 

Hal ini sesungguhnya tidak begitu berat dibandingkan sikap menafkahkan sesuatu kepada orang lain di saat diri sendiri sesungguhnya membutuhkannya.

Puncak Kebakhilan

Adapun bentuk kebakhilan tertinggi adalah bakhil terhadap diri sendiri padahal sedang membutuhkannya. 

Coba perhatikan betapa buruknya sikap seseorang yang tetap enggan mengeluarkan hartanya untuk membeli obat padahal dirinya dalam kondisi sedang sakit. 

Artinya, dia lebih suka tetap dalam sakitnya dibandingkan mengeluarkan uang untuk membeli obat. 

Contoh lain adalah seseorang yang sebenarnya sangat menginginkan sesuatu, tapi karena untuk mendapatkannya harus mengeluarkan biaya, ia lantas mengurungkan niatnya. 

Dapat dikatakan bahwa berinfak sebetulnya merupakan salah satu cara untuk membersihkan badan dan jiwa.

Itulah sebabnya banyak nasihat Rasulullah Saw dalam hal itu. Di antaranya beliau bersabda: "Berusaha keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan) sebutir kurma" (HR Bukhari).

Abdullah bin Umar meriwayatkan saat berada di atas mimbar dan menjelaskan tentang sedekah, sikap ta'affuf (menahan diri dari meminta-minta sedekah), dan sikap meminta sedekah secara terang-terangan, 

Rasulullah Saw bersabda, "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah lambang dari orang yang memberi sedekah sementara tangan di bawah merupakan lambang bagi peminta-minta." (HR. Bukhari).

Dalam hadist, Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah seseorang hamba bersedekah dari harya yang baik yang dia miliki, karena Allah Swt tidak menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah Swt akan menyambutnya langsung dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekahnya itu berupa sebutir kurma, misalnya, maka ia akan tumbuh subur di telapak tangan-Nya sampai menjadi lebih besar dari gunung. Perumpamaannya adalah seperti jika sang hamba tersebut memelihara anak sapi atau unta (yang tentu setiap waktu semakin bertambah besar)." (HR. Tirmidzi).

Beliau juga bersabda, "Tidak ada hasil usaha yang lebih mulia bagi seorang hamba melebihi hasil kerjanya secara langsung dengan tangannya sendiri. Apa saja yang dinafkahkan seorang suami, baik terhadap dirinya, istri, anak maupun pembantunya, maka nafkahnya tersebut adalah sedekah baginya," (HR Ibu Maajah)

SHARE ARTIKEL