Pentingnya Jaga Lisan dan Komentar di Medsos, Begini Pesan Rasulullah SAW
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 23 Sep 2020Ilustrasi bermain di media sosial - Image from ruangmuslimah.co
Ingat, lisan bisa lebih tajam dibandingkan apapun
Islam mengajarkan kita untuk berucap hanya hal yang baik-baik saja, bahkan dianjurkan untuk diam dibandingkan berbicara yang buruk. Nabi Muhammad SAW bersabda, hanya ada tiga perkataan manusia yang menguntungkan, tiga hal itu ialah...
Saat ini sudah banyak orang yang menggunakan media sosial sebagai media untuk bersilahturahmi, berkomunikasi atau bahkan sekedar hiburan dan menambah informasi.
Di media sosial seringkali jadi tempat kita untuk bercerita tentang aktivitas, informasi atau bahkan sekedar membagikan foto terbaru diri sendiri, anak-anak atau bahkan keluarga.
Selain itu media sosial bisa jadi media untuk kita mencari kabar atau berita terbaru yang sedang hangat saat itu.
Dalam menggunakan media sosial, kolom komentar menjadi bagian yang sering kali disambangi oleh pemakainya.
Bisa untuk berkomunikasi, bersilahturahmi, atau sekedar memberi pendapat tentang unggahan seseorang.
Meski banyak sekali hal positif yang bisa dilakukan di kolom komentar, tak jarang kolom tersebut malah diisi dengan hal negatif.
Misalnya komentar mengecam, menghujat, memfitnah atau ghibah tentang orang lain. Tentunya sebagai umat Islam, komentar-komentar negatif tersebut perlu dihindari agar tak menimbulkan dosa.
Doa Nabi Ibrahim as
Nabi Ibrahim AS pernah mengucapkan suatu doa yang sangat penting dan sesuai dengan masalah diatas. Doa itu diabadikan dalam surat as-Syuara ayat 84.
Doa tersebut merupakan harapan dan keinginan Nabi Ibrahim agar orang-orang yang hidup setelahnya bisa menghormatinya dengan ucapan-ucapan yang baik.
وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ
“dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.”
Ada beberapa alasan mengapa Nabi Ibrahim berdoa demikian.
Pertama, Nabi Ibrahim mengerti bahwa lisan itu bisa jadi lebih kejam dan tajam dibandingkan apapun.
Nabi Ibrahim tidak ingin jika orang-orang setelahnya malah membicarakan hal-hal yang tak baik tentang dirinya.
Begitulah, sekelas Nabi Ibrahim saja khawatir jika suatu saat nanti ia menjadi bahan gunjingan dan obrolan yang tak baik bagi generasi selanjutnya.
Sehingga ia secara khusus meminta kepada Allah SWT supaya dihindarkan dari hal demikian.
Kedua, Nabi Ibrahim berdoa seperti diatas adalah agar para keturunannya menjadi keturunan yang saleh dan tak meniru keburukan yang terjadi para pendahulunya.
Nabi Ibrahim tentu faham, bahwa omongan orang atas dirinya kelak bisa jadi tidak baik untuk penerusnya. Doa Nabi Ibrahim tersebut pun dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalam beberapa kitab tafsir dijelaskan bahwa akhirnya Allah SWT menjadikan namanya sebagai buah bibir yang baik untuk orang-orang selanjutnya.
Tak hanya itu, Nabi Ibrahim juga dikaruniai oleh Allah keturunan yang saleh.
Selain Nabi Ismail dan Nabi Ishaq, keturunan Nabi Ibrahim juga menjadi nabi akhir zaman dan menjadi orang yang sangat dicintai oleh Allah SWT dan semua makhluk, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Keinginan Nabi Ibrahim ini terwujud bukan tanpa alasan.
Alasan Doa Nabi Ibrahim as Dikabulkan
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa terwujudnya doa Ibrahim ini merupakan balasan atas amal saleh dan akhlaknya yang sangat mulia. Dalam surat as-Shaffat ayat 108-111, Allah menjelaskan alasan-Nya
Artinya, “Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (108) ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (110) Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (111) [Q.S as-Shaffat: 108-111]
Ayat di atas menunjukkan bahwa balasan untuk Nabi Ibrahim berupa selalu dibicarakan akhlak dan kebaikannya oleh orang setelahnya karena amal shaleh yang ia lakukan.
Hal ini tentu menjadi teladan bagi umat setelahnya bahwa jika tidak ingin digunjing dan digosipin orang, maka berbuat baiklah. Yakni dengan senantiasa menjaga lisan dan jangan menggunjing orang.
Hal ini juga menunjukkan bahwa lisan sangat berperan penting dalam kehidupan kita dan juga penerus kita.
Jika tidak ingin mendengar omongan yang buruk dari orang, maka kita juga tak boleh melakukan hal yang serupa. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah memperingatkan tentang bahayanya lisan.
Tiga Ucapan Manusia yang Menguntungkan
Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidzi dijelaskan bahwa hampir semua ucapan kita itu bisa merugikan dan menjerumuskan kita dalam gelimang dosa kecuali:
عن النبي صلَّى الله عليه وسلَّم قال: ((كلُّ كَلَامِ ابْنِ آدَمَ عَلَيْهِ، لَا لَهُ، إِلّا أَمر بمعروف، أو نهي عن منكر، أو ذكر الله تعالى)
Dari Nabi SAW bersabda, “Semua perkataan anak Adam (manusia) itu merugikan, bukan malah menguntungkan, kecuali perkataan terkait perintah melakukan kebaikan, menolak kemungkaran, atau berdzikir kepada Allah SWT.”
Diakui atau tidak hampir sebagian besar ucapan kita sangat jauh dari tiga hal tersebut.
Saat nongkrong dengan teman-teman, seringkali tema pembicaraan yang diangkat tak berkaitan dengan perintah melakukan kebaikan, menolak kemungkaran atau berdzikir kepada Allah SWT.
Saat duduk bersama keluarga, yang dibahas juga bukan tiga hal di atas. Bahkan saat berkumpul dengan jamaah di masjid pun terkadang masih membicarakan orang lain.
Belum lagi ditambah dengan aktivitas media sosial yang cenderung mengomentari kehidupan orang lain. Terlihat bukan, betapa susahnya menjaga lisan?
Sebaliknya, sungguh mudahnya lisan kita ini melakukan hal-hal yang dilarang. Padahal banyak sekali ayat yang memperingatkan kita untuk berhati-hati dan menjaga lisan kita ini, seperti al-Hujurat ayat 12 dan al-Qalam ayat 10-11.
Nasehat Ali bin Abi Thalib
Sayyidina Ali dalam maqalahnya menyebutkan:
“Sesungguhnya perkataan orang mukmin berasal dari hatinya. Sedangkan hati orang munafik berasal dari lisannya.
Karena orang mukmin ketika ingin berbicara, ia renungkan terlebih dahulu, jika baik, maka ia akan melanjutkan perkataannya. Jika berdampak buruk, maka ia akan meninggalkannya.
Sedangkan orang munafik berbicara dengan lisannya saja. Ia tidak tahu dampak baik dan buruknya.”
Nasehat Sayyidina Ali ini layak untuk kita renungi dan amalkan, terutama dalam interaksi dunia maya seperti sekarang.
Di dunia maya, lisan memang secara tidak langsung berperan, peran itu digantikan oleh tangan.
Jika kita mengaku sebagai muslim yang baik, maka alangkah baiknya sebelum memberikan komentar dan mengunggah konten di media sosial, kita perlu mempertimbangkan baik dan buruknya terlebih dahulu.
Sebagaimana petuah Sayyidina Ali, jika setelah dipertimbangkan akan berdampak baik, maka unggahlah konten tersebut, namun jika malah berdampak buruk, maka batalkanlah.
Hal seperti ini sering terjadi dalam interaksi kita melalui chating atau mengobrol di media sosial.
Hanya karena pesan itu berupa teks, dan tidak terlihat intonasinya, teman kita yang membacanya malah tersinggung, padahal kita tak bermaksud apa-apa. Untuk itu, mari berhati-hati dengan menjaga lisan dan jari kita.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita di jalan yang benar dan jalan yang lurus. Dan senantiasa menjaga kita dari segala perbuatan munkar. Aamiin ya robbal alamiin.