Saat Dikecewakan Manusia Jangan Baper atau Balas Dendam, Ini Ganjarannya

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 13 Oct 2020

Saat Dikecewakan Manusia Jangan Baper atau Balas Dendam, Ini Ganjarannya

Ilustrasi pertengkaran - Image from ruangmuslimah.co

Tak perlu marah atau balas dendam saat dikecewakan

Dalam firman-Nya, Allah SWT memperingatkan semua hamba-Nya agar mau memafkan dan berlapang dada atas kesalahan yang dilakukan orang lain. Sebab inilah ganjaran yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada orang yang berlapang dada.

Pernahkah kamu kecewa saat berharap pada seorang manusia? Mungkin pada sahabat, orang tua atau bahkan pasangan. Saat dikecewakan oleh mereka tentu kita akan merasa sedih, kecewa, marah atau bahkan ingin membalas dendam.

Logika manusia secara umum tentunya tidak bisa menerima tatkala dia atau orang terdekatnya dituduh melakukan sesuatu yang tidak diperbuatnya atau dalam kata lain ia dikecewakan manusia. 

Misalnya saja saat kita sedang membutuhkan pertolongan teman kita untuk melakukan suatu pekerjaan. Lantas teman kita menolak tanpa alasan yang jelas, atau hanya sekedar malas dan enggan menolong. 

Tentu saja hal itu tak jarang membuat kita kecewa dan bisa berujung pada dendam. Misalnya muncul pembalasan dengan tidak akan membantu teman tersebut jika ia minta tolong atau butuh bantuan. 



Allah SWT akan Memberi Ampunan 

Hal seperti itu pernah dialami oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, sehingga kemudian diturunkan dalam firman Allah, Quran Surah An-Nur [24] ayat 22.

وَلَا یَأۡتَلِ أُو۟لُوا۟ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن یُؤۡتُوۤا۟ أُو۟لِی ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِینَ وَٱلۡمُهَـٰجِرِینَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِۖ وَلۡیَعۡفُوا۟ وَلۡیَصۡفَحُوۤا۟ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن یَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُور رَّحِیمٌ

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak suka bahwa Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Q.S. An-Nur [24]: 22]

Terlihat dari ayat tersebut, bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain serta berlapang dada akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. 

Untuk itu tak perlu baper berlebihan saat orang mengecewakan kita. Maafkan saja, inshaallah jauh lebih ringan bagi diri kita. 

Asbabun Nuzul 

Dalam pengajian Tafsir Jalalain yang dipelajari oleh K.H. Bahauddin Nursalim (Gus Baha), dikisahkan asbabun nuzul turunnya ayat tersebut diturunkan. 

Yakni berkaitan dengan perilaku Sayyidina Abu Bakar yang bersumpah tidak akan bersedekah lagi kepada kerabatnya yang bernama Misthah. 

Adapun alasannya ialah karena Abu Bakar merasa kecewa kepada Misthah yang terlibat dalam menyebarkan kabar bohong tentang Sayyidah ‘Aisyah, yang tidak lain ialah putri Abu Bakar, serta istri Rasulullah SAW. 

Menurut Gus Baha, sikap yang diambil Abu Bakar jika mengikuti logika manusia memang tampak wajar sebagai bentuk kekesalan. 

Sebab memang sudah sepantasnya jika orang tua merasa kecewa kepada seseorang yang memfitnah anaknya melakukan perbuatan maksiat. 

Meski begitu sikap yang diambil Abu Bakar itu ternyata tidak dibenarkan oleh Allah SWT, kemudian diturunkanlah ayat Al-Qur’an yang disebutkan di atas. 

Sebagaimana kita tahu, bahwa Allah itu senantiasa memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan termasuk pada orang-orang yang berbuat jahat pada kita. 

Sehingga tidak mungkin Allah membenarkan perilaku yang bisa menjadi sebab terputusnya kebaikan, yakni terputusnya kebaikan Abu Bakar yang sebelumnya menjadi donatur tetap untuk Misthah dan keluarganya.

Meski Berat, Perintah Allah Harus Dijalankan 

Gus Baha juga turut menjelaskan, “Itulah perintah Allah–yang meskipun berat–tetap harus dijalani. Cocok atau tidak (kepada orang lain), kalau sudah perintah Allah maka harus dijalani. Jangan sampai kekecewaan itu menjadi penyebab terputusnya kebaikan.”

Kasus lain yang diceritakan Gus Baha ialah tentang Nabi Musa a.s. yang merasa kecewa kepada Bani Israil. Suatu saat Nabi Musa berdoa kepada Allah supaya golongan Bani Israil tidak berbicara buruk kepadanya. 

Harapannya supaya Nabi Musa bisa merasa nyaman saat sedang berdakwah. Tetapi Allah justru tidak berkenan menuruti permintaan yang berdasarkan atas kekecewaan Nabi Musa a.s.

يَا مُوْسَى، هٰذَا شَيْئٌ لَمْ أَصْطَفِيهِ لِنَفْسِي، فَكَيْفَ أَصْنَعُهُ بِكَ؟ إِنِّي أَخْلُقُهُمْ وَأَرْزُقُهُمْ، وَإِنَّهُمْ يَسُبُّونَنِي ويَشْتُمَونَنِي.

“Wahai Musa, Aku saja tidak menjadikan hal itu untuk diri-Ku, bagaimana Aku membuatnya untukmu? Padahal sesungguhnya Aku yang menciptakan mereka dan memberi mereka rezeki, tetapi mereka menghina-Ku dan mengumpat kepada-Ku.”

Pesan pada Guru 

Gus Baha juga turut memberikan analogi dengan guru agama ataupun guru mapel lainnya, dan berpesan agar tidak mudah kecewa kepada muridnya. 

Jika seorang guru kecewa kepada muridnya, kemudian ia bersumpah untuk tidak mengajarkan ilmu lagi, maka betapa banyaknya kerugian yang akan didapatkan keduanya. 

Sebab menurut Gus Baha, sedekah seorang guru yang akan langgeng itu adalah mengajarkan ilmu Allah pada murid-muridnya. 

Kerugian pertama ialah bagi seorang guru yang bersumpah itu sendiri, karena terputuslah amal kebaikan yang sudah dilanggengkannya. 

Kerugian kedua ialah bagi seorang murid yang dianggapnya telah mengecewakan, sebab bisa jadi murid tersebut tidak memperoleh pengajaran agama yang baik lagi, atau bahkan tidak minat belajar agama lagi.

“Mendiamkan orang lain itu boleh. Apalagi mendidik, tentu sangat boleh. Akan tetapi bisa menjadi tidak boleh, jika hal itu bisa memutus amal kebaikan yang biasa dilakukannya. Selain itu juga jangan sampai atas nama Allah dijadikan sebagai penghalang amal kebaikan,” pungkas Gus Baha.

Kekecewaan tersebut tentu menjadi hal wajar yang dialami manusia, tinggal bagaimana cara kita mengelola dan juga menyikapi kekecewaan tersebut. Karena di antara orang yang dianggap baik ialah mereka yang bisa menahan emosinya sendiri.

Jadi bisa disimpulkan, jika kita dikecewakan manusia dan kita hanya menuruti rasa kecewa itu saja, maka bisa menyebabkan terputusnya berbagai amal kebaikan yang biasa dilakukan.

Padahal Allah senantiasa memerintahkan hamba-Nya untuk menambah kebaikan, serta tidak membolehkan hamba-Nya memutus amal kebaikan barang sekecil apa pun.

Untuk itu, belajar untuk memaafkan dan berlapang dada dengan kesalahan orang lain. Semoga Allah SWT berkenan mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin ya robbal alamiin. 

SHARE ARTIKEL