3 Cara Jitu Menghindari Perbuatan Maksiat yang Sering Dilakukan

Penulis Dian Editor | Ditayangkan 06 Jan 2021

3 Cara Jitu Menghindari Perbuatan Maksiat yang Sering Dilakukan

Ilustrasi bertaubat - Image from muslim.okezone.com

Jika dilakukan terus menerus akan merusak diri sendiri 

Imam Al Ghazali memberikan 3 tips jitu untuk menghindari perbuatan maksiat yang sering dilakukan. Utamanya bagi orang-orang yang memiliki keinginan keras berubah, tapi masih tidak bisa terlepas dari perbuatan maksiat. 

Fenomena STMJ (Sholat terus maksiat jalan) kerap ditemui di lingkungan sekitar. Entah itu dilakukan oleh teman, tetangga, kerabat atau bahkan diri sendiri. 

Jika dilihat dan dirasakan sekilas, memang maksiat nampak menyenangkan. Padahal, dibandingkan dengan kenikmatannya, maksiat lebih banyak memiliki dampak negatif. 

Baik yang akan dirasakan saat ini, maupun dirasakan di masa depan. Sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah SWT berikut ini: 

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا 

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit." (Thaha/20:124).

Oleh sebab itu jika belum pernah melakukan maksiat maka sebisa mungkin untuk menjauhinya. 

Sementara bagi yang sudah pernah melakukan maksiat, sebaiknya segera bertaubat. Dan menghindari perbuatan tersebut. 

Lantas bagaimana cara agar terlepas dari perbuatan maksiat? 

Imam Al-Ghazali memberikan tips agar bisa menyadari perbuatan maksiat yang dilakukan. Selain itu, ia juga memberikan tips agar seseorang bisa terlepas dari perbuatan maksiat yang sering dilakukannya. 

Introspeksi Diri Sendiri 

Pertama, Imam Al-Ghazali menganjurkan setiap orang untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri saat atau setelah melakukan perbuatan maksiat. 

Ia berpesan kepada orang yang sulit berhenti berbuat maksiat dengan terus istiqomah muhasabah atau introspeksi diri. 

Menurut Imam Al-Ghazali, muhasabah adalah langkah awal dan harus terus menerus dilakukan. 

Muhasabah perlu ditingkatkan oleh orang yang tidak jera berbuat maksiat meskipun sudah berkali-kali memiliki keinginan untuk berhenti. 

 مهما حاسب نفسه فلم تسلم عن مقارفه معصية وارتكاب تقصير في حق الله تعالى فلا ينبغى أن يهملها فإنه أن اهملها سهل عليه مقارفة المعاصي وأنست بها نفسه وعسر عليه فطامها وكان ذلك بسبب هلاكها 

Artinya, “Setiap kali selesai bermuhasabah atau berintrospeksi diri, dan dirinya tidak juga selamat dari perbuatan maksiat serta pelanggaran kelalaian pada hak Allah, maka ia seyogianya tidak melepas liar dirinya. Jika ia membiarlepaskan dirinya, niscaya ia akan semakin ringan dalam bermaksiat; dirinya merasa nyaman dengan kemaksiatan; dan ia makin sulit meninggalkannya. Itu juga yang menjadi sebab kebinasaannya,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M], juz IV, halaman 420).

Imam Al-Ghazali bahkan menganjurkan mereka untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri di setiap waktu. 

Bahkan pada setiap tarikan nafas, serta setiap kali perbuatan maksiat lahir dan batinnya dilakukan. (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/420). 

Membayangkan Dapat Hukuman dari Orang Lain 

Kedua, Imam Al-Ghazali juga mengajak orang yang sulit berhenti dari maksiat untuk membayangkan bahwa setiap kali dirinya berbuat maksiat sebuah batu dilemparkan ke rumahnya. 

Bukankah dalam waktu singkat saja rumah tersebut akan dipenuhi dengan batu, bahkan rusak karena hantaman batu yang berkali-kali. 

Tetapi banyak orang yang terus menerus mengulangi perbuatan maksiatnya hingga memandang remeh perbuatan maksiat. 

Sedangkan kedua malaikat pencatat amal tidak pernah lalai untuk mencatat seluruh amal perbuatannya termasuk yang bernilai buruk. 

 أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ 

Artinya, “Allah mencatat amal perbuatan itu, sedangkan mereka telah melupakannya. Allah maha menyaksikan segala sesuatu,” (Surat Al-Mujadilah ayat 6). 

Menghukum Diri Sendiri 

Ketiga, Imam Al-Ghazali menganjurkan kepada mereka yang sulit menghindari perbuatan maksiat, agar mereka menghukum dirinya.

Jika mengonsumsi sesuap makanan syubhat, jelas Imam Al-Ghazali, mereka harus menghukumnya dengan lapar dalam jangka waktu tertentu. 

Hal ini akan menimbulkan perasaan 'kapok' dan tidak mau mengulangi perbuatan yang salah sekali lagi, karena enggan menerima hukuman menyakitkan tersebut. 

Jika sempat memandang lawan jenis yang bukan mahram, maka mereka dapat menutup matanya untuk sementara waktu sebagai hukuman atas perbuatannya. 

Demikian juga berlaku pemberian sanksi bagi anggota tubuh lainnya, agar jera melakukan perbuatan maksiat. 

Itulah 3 tips yang diajarkan Imam Al Ghazali untuk orang yang sulit berhenti berbuat maksiat.

SHARE ARTIKEL