Bingung Mau Ngapain, Siswi SMP Pilih Menikah dengan Remaja 17 Tahun
Penulis Dian Editor | Ditayangkan 27 Oct 2020Ilustrasi pernikahan dini - Image from www.radarbogor.id
Pernikahan dini kembali terjadi di Lombok
Gadis yang masih duduk di bangku SMP itu mengisahkan alasannya mau diajak menikah oleh kekasih. Mulai dari bingung mau ngapain dan tak sanggup menjalani hidup susah. Berikut kisah lengkapnya.
Kisah pernikahan dini dari Lombok, NTB kembali menarik perhatian publik. Pasalnya gadis yang masih duduk di bangku SMP ini mengaku kebingungan mau berbuat apa, sehingga ia memutuskan untuk menikah.
Selain itu, ia juga tak sanggup menanggung susahnya hidup tanpa kedua orangtua. Pasalanya EB (15) warga Kecamatan Batukelang Utara, Lombok Tengah, NTB memang hanya tinggal bersama dengan sang nenek.
Untuk itu, ia kemudian memutuskan untuk menikah dengan UD (17). Sementara itu, EB masih duduk di bangku kelas 3 SMP, sedangkan UD sudah lama putus sekolah sejak kepergian sang ayah.
Bingung Mau Ngapain
EB juga bingung mau berbuat apa, pasalnya saat ini ia juga tidak menjalani kegiatan apapun. Sebab ia terkendala fasilitas untuk melanjutkan pembelajaran.
"Saya bingung mau ngapain lagi, tidak sekolah sudah empat bulan, saya tidak punya handphone, tak bisa ikuti belajar daring. Ketika UD datang bersama keluarganya meminta saya ke nenek, saya mau diajak menikah," kata EB di rumahnya, di Dusun Kumbak Dalem, Desa Setiling, Kecamatan Batukliang, Minggu (25/10/2020).
EB tampak bingung saat menerima kunjungan dari wartawan. Lantas, ia segera meminta keluarga suaminya memanggil UD yang saat itu sedang bekerja di kawasan hutan yang cukup jauh dari rumahnya.
EB dan UD diketahui menikah pada tanggal 10 Oktober 2020. Saat ini keduanya telah menjalankan peran sebagai suami istri layaknya pasangan pada umumnya setelah menikah.
"Saya memang yang bersedia menikah ketika UD dan keluarganya datang meminta saya pada nenek. Saya tahu saya masih sekolah, tapi ini mau saya," katanya sambil menunduk.
EB tinggal bersama neneknya, Salmah (80) pasca kedua orangtuanya bercerai. Sementara, Ibunya, Mariani telah menikah lagi. Sedangkan sang ayah, Zulbliadi bekerja sebagai TKI di Malaysia.
Hidup Seadanya dan Penuh Kesulitan
Sudah setahun EB mengenal UD dari temannya. Ia dan UD juga sudah beberapa kali bertemu dan jalan-jalan yang membuat dirinya yakin bahwa UD bisa memberinya kehidupan yang lebih baik.
Menurutnya UD adalah sosok lelaki yang sangat gigih dalam bekerja. Sebelum menikah, UD juga pernah bekerja sebagai buruh di Bali. Diketahui, UD adalah tulang punggung dalam keluarganya.
EB mengungkapkan bahwa dirinya.bukanlah anak yang berprestasi di sekolah. Ia juga mengaku cenderung malas sebab hidup dalam kesulitan saat dititipkan ke neneknya.
"Saya ini pemalas, sering ndak masuk sekolah sebelum Covid-19. Sulit belajar karena hanya tinggal dengan nenek saja, tapi saya mau sekolah lagi," katanya.
Pernikahan Sengaja Tidak Dilaporkan ke KUA
Kepala Dusun Kumbak Dalem, Abdul Hanan membenarkan adanya pernikahan dini antar EB dan UD yang tercatat sebagai warganya.
Diketahui pernikahan EB dan UD memanag sengaja tidak dilaporkan ke pemerintah desa dan Kantor Urusan Agama. Pasalnya kepala dusun khawatir kedua remaja tersebut akan dipisahkan.
"Untuk melaporkan ke pihak pemerintah kami tidak berani karena kedua pasangan berusia di bawah umur. Akhirnya kita nikahkan secara kekeluargaan saja, yang penting sah menurut agama," kata Hanan.
Begitu pula pengakuan dari pihak keluarga, kata Hanan, mereka juga takut EB dan UD dipisahkan. Hal tersebut dikhawatirkan akan menjadi masalah baru di dusun.
Pernikahan EB dan UD menambah panjang daftar kasus pernikahan usia dini di NTB.
Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB diketahui jumlah dispensasi pernikahan di Pengadilan Agama NTB tercatat sebanyak 522 kasus.
Dispensasi pernikahan diberikan pada pernikahan yang dilakukan dua orang yang masih di bawah umur.
Kasus pernikahan dini dalam masa pandemi ini beberapa kali menarik perhatian publik. Sebab, menjadi bukti bahwa pandemi tak hanya berpengaruh pada sektor ekonomi, kesehatan, melainkan juga dalam pernikahan dan pendidikan.
Semoga ada solusi yang terbaik bagi kedua remaja tersebut, supaya hidupnya lebih berkualitas dan sesuai dengan tahapan umurnya.