Menkumham: "Yang tak terima pembebasan napi sudah tumpul rasa kemanusiaan"
Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 06 Apr 2020Menkumham nyatakan yang tak terima napi dibebaskan tak punya rasa kemanusiaan - Image from wajibbaca.com
Napi kok dibebaskan begitu?
Kalau mau lepas, lebih baik lepas pencuri kelas teri yang mencuri ayam dimana selnya sempit.
Jangan melepas napi koruptor yang selnya luas, apalagi yang kelas kakap. Bagaimana rakyat bisa memiliki rasa kemanusiaan untuk manusia yang tidak memiliki rasa kemanusiaan?
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan bahwa hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya lah, yang tidak mau membebaskan narapidana dari lembaga pemasyarakatan (lapas), dengan kondisi kelebihan kapasitas di tengah pandemi virus corona.
"Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas 'over' kapasitas," kata Yasonna melalui pesan singkat di Jakarta, seperti yang dilansir dari laman Antara, Minggu (5/4).
Hal ini merujuk pada sejumlah pihak yang menyatakan kontranya terhadap rencana pemerintah untuk membebaskan para narapidana di tengah pandemi virus corona.
Yasonna sendiri dikabarkan telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak, melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19, pada Senin 30 Maret 2020 bagi 30 ribu narapidana dan anak.
Hal ini selain untuk mencegah corona, juga dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.
"Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan sub-komite PBB Anti Penyiksaan," ujar Yasonna.
Baca Juga: Viral, Dokter Menangis Kecewa Lantaran Masker N95 Malah Dipakai Tukang Cat
Bahkan, menurut Yasonna, kritik yang menyampaikan ketidaksetujuannya untuk melepaskan para napi, lebih banyak berimajinasi dan memprovokasi.
"Yang tidak enak itu, ada yang tanpa fakta, tanpa data, langsung berimajinasi, memprovokasi, dan berhalusinasi membuat komentar di media sosial," ujar Yasonna.
Padahal menurut Yasonna, negara-negara di dunia juga telah merespon himbauan PBB untuk melepaskan para napi tersebut, contohnya Iran yang telah membebaskan 95 ribu orang termasuk mengampuni 10 ribu tahanan, dan Brazil yang telah membebaskan 34 ribu narapidana.
"Sekedar untuk tahu kondisi lapas penghuni laki-laki dan penghuni perempuan, 'it’s against humanity'," tegas Yasonna.
Baca Juga: Ibu ini Positif Corona Dijemput Ambulans, Namun ia Minta Satu Permintaan ini
Adapun salah satu pihak yang memprotes kebijakan terkait pembebasan napi itu adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait kemungkinan pembebasan napi kasus korupsi yang telah berusia di atas 60 tahun yang sudah menjalani 2/3 masa tahanannya dapat dibebaskan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.
Menurut data ICW, jumlah narapidana korupsi juga tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya.
Data Kemenkumham pada 2018 menyebutkan bahwa, jumlah narapidana di seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi.
Artinya, narapidana korupsi hanya 1,8 persen dari total narapidana yang dibina di lembaga pemasyarakatan.
Yasonna sendiri telah membantah hal tersebut dengan menyatakan napi pidana khusus juga dipertimbangkan untuk dikeluarkan dari lapas/rutan, Permenkumham 10/2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak boleh menabrak peraturan PP 99/2012.
Baca Juga: Dinilai Sembrono Tangani Corona, Rakyat Gugat Presiden Jokowi ke Pengadilan
Narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani dua per tiga masa pidananya, berjumlah sekitar 15.482.
Narapidana tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas, yang telah menjalani pidana dua per tiga masa pidana, sebanyak 300 orang.
Namun untuk narapidana kasus narkotika, hanya yang masa tahanan 5-10 tahun saja, sehingga bandar narkoba yang biasanya dihukum di atas 10 tahun tidak termasuk napi yang menerima pembebasan.
Sedangkan narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga masa tahanan berdasar pertimbangan imun tubuh lemah.
Revisi PP 99/2012 itu pun dikatakan Yasonna baru usulan dan belum dilakukan pembahasan.